21. Kehancuran Ravin

4.8K 338 10
                                    

"Kau sudah tamat!"

Alexa menatap pria itu. "Aku? Tamat?" tanya Alexa kemudian tertawa keras. "Baiklah, ku akui kau memang pandai. Jika ingin memutus kerjasama, silahkan. Aku tak bisa melakukan apa-apa."

Alexa berjalan ke arah meja kerjanya. Ia meraih satu map coklat dan mengeluarkan kontrak perjanjian kerjasama mereka. Di lembar kedua ada surat pemutusan kerja sama serta syarat-syarat yang harus ditanggung.

Gadis itu menandatanganinya lebih dulu. Setelahnya, ia melempar begitu saja kertas itu di hadapan Tuan Michael. "Silahkan."

Dengan kasar Tuan Michael meraih kertasnya. Dengan cepat ia bergerak menandatangani surat itu dengan wajah menahan amarah. Melihat Alexa melempar kertas padanya bagai hinaan bagi dirinya.

Kini Alexa tersenyum puas. Matanya menatap Tuan Michael yang sudah berbalik ingin pergi. "Tunggu dulu, Tuan. Kau tak lupa konsekuensinya, kan?"

Alexa meraih kertas itu. Bibirnya tersenyum miring sebelum membacakan isi surat tersebut. "Di sini tertulis bahwa jika salah satu pihak memutus kerjasama, maka segala kerugian akibat terhentinya kegiatan perusahaan ditanggung oleh pihak yang memutus kontrak kerjasama."

Tuan Michael terdiam. Karena emosinya yang tak bisa ditangani, ia sampai lupa akan hal itu.

"Kau tau Tuan, semua biaya aku yang menanggung. Bahkan aku telah membeli sebuah pulau untuk membangun proyek kali ini. Kau hanya tinggal menjalankannya saja. Mengawasi kegiatan di sana agar berjalan lancar. Bukankah itu cukup mudah?" jelas Alexa.

"Apa kau pernah mendengar bahwa orang pandai akan kalah dengan orang yang beruntung? Kurasa kali ini aku cukup beruntung, Tuan. Kau harus mengganti semua kerugiannya. Pulau, uang sewa, serta beban-beban lainnya, dan itu tak semurah yang kau pikirkan. Siapkan diri Anda untuk mengalami kemiskinan, Tuan." Tangan Alexa menjulur ke arah pintu. Memberi isyarat pada Tuan Michael untuk segera meninggalkan ruangannya.

Gadis itu berjalan lagi ke arah pintu. Membukanya lebar-lebar kemudian berdiri di sebelah Damian. Tangannya bergelayut di sana dengan nyaman.

Tuan Michael cukup terkejut. Kenyataan kini menampar dirinya.

"Apa? Kau terkejut? Aku memang menyuruh Damian ke kantormu dan mengatakan semua kebenarannya! Dan tak disangka kau dengan mudah percaya begitu saja," jujur Alexa.

Damian pun kini menampilkan senyum miringnya. Melihat kedua tangan pria itu mengepal kuat semakin membuat Alexa melebarkan senyumnya.

"Karena kita sudah tidak ada hubungan kerja lagi. Lebih baik Anda segera pulang dan beritahu kabar ini pada keluarga Anda."

Wajah Tuan Michael sudah memerah menahan amarah. Tangannya yang bergetar emosi terangkat menunjuk wajah Alexa. "Kau perempuan licik! Ku pastikan kau akan mendapat balasannya!"

Bukannya takut, gadis itu malah tersenyum bahagia. "Ya, aku menunggunya! Sekarang, silahkan Anda pergi," usir Alexa.

Akhirnya Tuan Michael pergi dengan langkah lebarnya. Wajah memerah serta kepalan tangan penuh emosi masih terlihat di setiap hentakan langkahnya.

Dan Alexa suka itu.

***
Pagi ini Alexa kembali menjalani aktivitas seperti biasa. Ia berangkat setelah memastikan Ibunya telah tertidur pulas karena obat.

Mobil Damian berhenti tepat di depan gerbang yang telah tertutup rapat. Dari dalam mobil Alexa bisa melihat satpam memandang bosan padanya. Tentu saja karena ia langganan terlambat.

Memang hari ini ia meminta Damian untuk mengantarnya, selain malas untuk membawa mobil, pagi ini Alexa juga ingin berkeluh-kesah pada pria dewasa itu.

"Sudah kuduga kamu akan terlambat, Alexa!" tutur Damian.

"Udah biasa!" jawabnya enteng.

Alexa turun dari mobil Damian kemudian berjalan menuju gerbang. Bukan untuk memasang wajah memelas memohon agar dibukakan pintu. Bukan, Alexa tak akan mau seperti itu.

Satpam berjalan mendekatinya. Lima lembar uang seratus ribu sudah siap di tangan gadis itu. Diberikannya begitu saja pada satpam agar mau membuka gerbang untuknya. Dan seperti biasa, asal ada uang semua bisa dilakukan.

Ia kemudian berjalan dengan santai menuju kelas setelah melambai pada Damian, tanpa peduli pada guru piket yang berpatroli.

"ALEXA!"

Gadis itu tersentak kaget karena teriakan sang Guru. Padahal baru saja ia melihat Guru itu jauh darinya, tapi tiba-tiba sudah berada di sebelahnya.

"Aduh, Bu. Jangan teriak-teriak, kuping saya bisa tuli, nih!" kesal Alexa. Jujur ia cukup terkejut dengan kedatangan guru itu yang tiba-tiba.

"Gak usah banyak bicara! Kenapa lagi kamu terlambat?!" geram sang Guru.

Mata Alexa melirik setiap penjuru koridor yang sepi, mencari celah agar bisa kabur dari guru ini.

"Kesiangan," jawabnya enteng.

"Kamu sudah tau kan peraturan di sekolah ini?! Jadi silahkan menghadap BK, saya lihat apa yang telah kamu lakukan ke Satpam itu!" perintah sang Guru.

Alexa menghela nafas bosan. "Satpamnya aja yang gak profesional. Mau-maunya di sogok!"

"Alexa, pergi ke ruang BK sekarang!!" Sentak guru itu lantaran merasa geram terhadap satu muridnya ini.

"Ya ya ya!" jawab Alexa kemudian berlalu pergi.

Bukan Alexa namanya jika mau menuruti permintaan sang Guru. Seakan telah kebal dengan segala hukuman, Alexa masih saja tak mau mendengarkan perintah gurunya dengan memilih langsung pergi ke kelas.

Sampai di depan kelas, semua mata tertuju padanya. Termasuk mata elang seorang Guru botak yang dikenal cukup keras dalam mengajar.

"Silahkan menunggu di luar sampai jam pelajaran saya selesai," perintah Guru botak itu.

"Saya nunggu di dalam aja, boleh gak Pak?" Alexa tetaplah Alexa, ia tak akan takut pada siapapun.

"Kalau begitu saya yang akan keluar."

Guru itu sudah bersiap-siap untuk pergi sebelum akhirnya Alexa bersuara, "Yaelah, baperan banget!"

Sebelum mendapat amukan, Alexa memilih untuk pergi dari sana. Karena memang dasarnya ia sudah tak ada niat untuk belajar apalagi sekolah. Semua hanya untuk memuluskan rencananya.

Ia ingin pergi ke perpustakaan, tak sengaja saat melewati ruang Kepala Sekolah, samar-samar ia mendengar suara orang yang cukup dikenalnya.

Mungkin karena ini sedang jam belajar dan terlihat sepi hingga suara orang di dalamnya dapat didengar dari luar.

Suara Kepala sekolah, Ravin, dan Tuan Michael yang notabenenya adalah Ayah Ravin.

Alexa terus menguping hingga mendengar salah satu dari mereka berkata dengan menyesal. Hal itu berhasil membuat Alexa mengembangkan senyumnya.

Akhirnya, saat yang ditunggu-tunggu Alexa tiba. Ayah Ravin sudah tak bisa lagi menjadi donatur di sekolah ini karena suatu hal.

Ya, keluarga Ravin, mereka mengalami kehancuran.

Seperti impian Alexa selama ini!

Jangan lupa votmen 🌟

Yang pengen double up silahkan vote. Aku tunggu sampai Minggu depan, targetnya 50 vote.

Kalau lebih aku bakal up tiga part sekaligus, gimana?😁

Menjelang tamat, aku pengen liat seberapa suka nya kalian sama Ravin dan Alexa.😉

Ohiya, di sini ada yang nungguin kelanjutan cerita Rena Arga dan anak-anaknya, gak?

Rencananya aku bakal up cerita itu setelah Bad Girl tamat.😁

27 Januari 2020

Bad Girl (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang