11. Joshua Michael

5.3K 390 1
                                    

Alexa tertawa keras, sampai sampai perutnya terasa sakit. Hanya karena melihat ekspresi Ravin yang terlihat sangat terkejut hingga bola matanya hampir keluar.

"Gila, muka lo gak banget!" ucap Alexa disela tawanya yang masih belum bisa berhenti.

"Gak lucu, Del." Ravin menatap datar gadis yang masih terpingkal di depannya ini.

Jujur Ravin mengakui betapa damainya ia saat melihat Alexa tertawa seperti ini. Apalagi gadis itu tertawa karena dirinya. Sungguh Ravin merasa bahagia.

Tawa Alexa berhenti, ia memeluk leher Ravin dan duduk di pangkuan cowok itu. "Udah gak usah cemberut, gue lagi gak bawa permen!" ucap Alexa seraya mengecup pipi kekasihnya. "Anterin gue pulang, yuk!"

Alexa berdiri diikuti Ravin di belakangnya. Sepanjang perjalanan Ravin hanya mengekor kemana gadis itu pergi.

Alexa yang merasa aneh pun berbalik menatap Ravin. "Kenapa, sih?"

Cowok itu mengangkat kedua alisnya. "Apanya yang kenapa?"

Alexa memutar bola matanya malas. "Lo aneh! Gak biasanya jalan di belakang gue. Mau jadi kacung?!"

Ravin menggeleng. "Ada yang kelupaan, Del."

Gadis itu mengerut bingung. "Apa?"

"Lo belum mandi, kan?"

"RAVIN SIALAN!!"

***
Alexa tersenyum miris. Tangannya masih setia mengusap lembut rambut kusut Ibunya yang tengah terlelap.

Ia ingin menangis tapi tak bisa. Air matanya sudah habis untuk menangisi hal tidak penting seperti dulu. Hatinya sudah terlanjur beku. Ia tak ingin menjadi gadis lemah lagi.

Satu-satunya tujuan hidup Alexa hanyalah Ibunya. Jika ia tak ada, siapa yang akan menjaga Ibunya.

Jujur Alexa sudah lelah. Jika ingin, ia bisa langsung menghabisi pria brengsek itu dari dulu. Namun, ia masih memikirkan kondisi Ibunya saat Alexa akan menerima resiko yang terjadi setelah melakukan hal itu.

Ibunya inilah yang mengajarkannya untuk menjadi gadis kuat. Hidup menderita sudah dialami Ibunya sejak kecil. Alexa hanya ingin membantu Ibunya untuk mengurangi sedikit penderitaan itu.

Dan ia pikir, cara yang tepat adalah memusnahkan pria yang sudah menyakiti Ibunya.

Dan yang menjadi sasaran Alexa adalah orang-orang terdekat mantan Ayahnya itu.

Dering ponsel membuyarkan lamunannya. Alexa bangkit setelah mengecup singkat kening sang Ibu. Seperti biasa, semua lampu tentu ia matikan dan kamar sang Ibu ia kunci.

Alexa pergi ke arah kamarnya. Mengganti pakaiannya dengan pakaian formal, tak lupa kacamata hitam bertengger manis di hidungnya.

Entah tujuannya akan kemana.

***
"Selamat datang, Nona."

Semua karyawan berdiri dan berbaris rapi mengikuti garis karpet yang terbentang lurus menuju lift khusus. Mereka menunduk saat Sang Pemimpin telah berdiri angkuh di depan pintu masuk.

Setelah mendapat tanda dari atasan barulah mereka kembali berdiri tegak dan menyerukan ucapan selamat datang secara bersamaan.

Mata tajam itu menatap satu persatu karyawan dengan wajah asing yang baru ditemuinya. Ia berdehem sesaat, membuat titik fokus semua terarah padanya.

Semua tersenyum pada Sang Atasan yang bahkan tak menatap mereka sedikitpun. Pandangannya hanya tertuju ke depan, terlihat angkuh dan sombong.

Meski begitu, semua tau jika atasannya yang masih terbilang sangat muda ini adalah pribadi yang tegas. Namun, tak sampai membuat hati para karyawan tersakiti akibat ucapannya.

Kecuali jika memang salah satu di antara mereka melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh sang atasan. Barulah ia akan menjadi semakin kejam.

"Silahkan kembali bekerja. Waktu kita tidak banyak, gunakanlah sebaik-baiknya. Jangan sampai terjadi hal yang mengecewakan!" ucap Atasan mereka kemudian berlalu masuk ke dalam lift khusus para petinggi perusahaan.

Semua karyawan segera berhamburan ke meja masing-masing. Mereka tak ingin mendapat amukan apalagi kata-kata menusuk dari mulut pedas sang Atasan.

Gadis yang memasuki lift itu terdiam menunggu pintu terbuka otomatis. Pikirannya melayang pada satu hal yang pasti akan mengubah hidupnya.

Langkahnya tinggal sedikit lagi. Dendam yang selama ini ia susun begitu rapi akan segera terwujud. Untunglah semua berjalan lancar tanpa hambatan. Tinggal sedikit lagi dan ia akan menang.

Ia harus berhasil membuat orang itu menderita, lebih menderita dari apa yang dulu Ibunya rasakan.

Ya, dia adalah Adelia Alexandra Geonardo. Sang Pemimpin perusahaan besar ini. Perusahaan Ibunya dulu, diam-diam Ibunya mengelola perusahaan ini tanpa sepengetahuan siapapun termasuk Ayahnya sendiri.

Pintu lift terbuka, ia tersenyum miring kemudian melangkah menuju ruangannya.

"Ikut denganku!" perintahnya tanpa mau susah-susah menoleh pada orang itu.

Alexa duduk di kursi kebesarannya. Sekilas ia menatap gadis yang menunduk takut itu kemudian kembali sibuk pada berkas di hadapannya.

"Apa saja jadwalku hari ini, Hannah?" tanya Alexa acuh.

Gadis bernama lengkap Hannah Gabriella itu berdehem sebentar kemudian mulai membacakan jadwal sang Atasan.

"Siang ini akan ada rapat dengan perusahaan Michaels Corporation, setelahnya Tuan Michael mengajak ada untuk makan siang ber- "

Ucapan sang sekretaris terhenti saat Alexa mengangkat tangannya. "Batalkan yang itu! Aku tak punya waktu untuk bermain-main! Dia tidak berhak mengaturku sesuka hatinya!"

Hannah mengangguk paham. "Nona, sore ini Tuan Damian akan mengadakan pemeriksaan terhadap salah satu Manager yang dianggap melakukan sesuatu yang melanggar aturan perusahaan. Tuan ingin Anda ikut hadir di sana."

Alexa mengangguk. "Ada lagi?"

"Tuan Joshua Michael mengundang anda pada pesta Wedding Anniversary yang akan diselenggarakan malam nanti, Nona."

Lagi-lagi gadis itu mengangguk karena sibuk membaca berkas yang harus ia tandatangani, dalam hal ini ia harus teliti. Tak boleh ada kesalahan sekecil apapun.

"Jika tidak ada lagi. Silahkan kembali bekerja."

Hannah mengangguk kemudian berbalik meninggalkan Sang Atasan yang tengah sibuk dengan pekerjaannya.

Tangan Alexa meraih ponselnya, mencoba menelpon Damian yang notabenenya adalah orang kepercayaan Ibunya sejak dulu.

"Hallo."

"Aku dengar akan ada pemeriksaan? Siapa yang berani melanggar peraturan di dalam perusahanku?"

"Oh itu, bukan siapa-siapa. Hanya tikus kecil yang seharusnya memang dibasmi!"

Alexa tersenyum miring. "Kali ini, biarkan aku yang membasminya!"

Suara bariton di seberang sana tertawa. "Memang harus kau yang membasminya, baby girl."

Alexa pun ikut terkekeh kecil. "Baiklah, aku tunggu kabar darimu."

Alexa menutup teleponnya. Bibirnya masih tersenyum puas dengan pekerjaan pria itu. Tak salah Ibunya memilih Damian sebagai orang kepercayaannya. Damian lah yang akan menggantikan posisinya jika ia tidak bisa hadir ke kantor akibat mengurus sekolah dan sang Ibu.

Alexa mengecek jam di tangannya. Dua jam lagi meeting dimulai. Dan di sanalah, untuk pertama kalinya ia bertemu dengan Joshua Michael sebagai seorang pemimpin perusahaan.

Bukan sebagai kekasih dari anaknya.

Ya. Joshua Michael adalah Ayah dari

Ravindra Kenzo Michael.

Kekasih tercintanya!

Jangan lupa tekan 🌟 di ujung kiri bawah.
Komen juga kalau suka
Thanks😉

29 Oktober 2019

Bad Girl (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang