"I love you." Ucap Bona menyatukan kening mereka. Pandangan mereka saling bertemu, sorot mata Eunseo begitu teduh menenangkan. Bona tak pernah merasa sangat jatuh cinta seperti ini sebelumnya. Sekalipun jawaban gadis itu selalu menolak Bona akan tetap menyukainya.
Eunseo tertunduk malu, ia tak pandai mengungkapkan apapun dalam hatinya. Walau kadang merasa bersalah tak bisa menjadi yang seperti Bona inginkan. Ia hanya butuh waktu untuk menyakinkan perasaannya. Apakah benar ia bisa mencintai perempuan itu, Eunseo masih mencari kebenarannya.
"Aku sudah tahu jawabannya. Tak masalah, kamu hanya perlu percaya padaku." Bona mengeratkan pelukan, ia tak perlu bersedih hati Eunseo belum bisa mencintainya dengan jujur. Faktanya ia sudah mendapatkan apa yang ia inginkan, meski perlu sedikit memaksa. Apalagi yang ia butuhkan, harapannya terlalu tinggi jika ia berharap Eunseo bisa mencintainya dengan mudah.
"Aku takkan memaksamu untuk mencintaiku, kamu hanya perlu mengizinkanku untuk selalu mencintaimu." Bona mengangkat dagu Eunseo dengan telunjuk, mengulas senyuman kecil. Ah, hanya dengan menatap Eunseo diam saja, Bona sangat tergoda. Perlahan Bona mendekatkan wajah, Eunseo memejamkan mata pasrah. Ia tak mungkin terus menghindari perempuan itu, tak ada alasan ia menolaknya. Bona sudah mendapatkan semuanya, Eunseo tak bisa menawar lagi takdirnya.
Bona menempelkan bibirnya, mengecup lembut manis bibir Eunseo, sepertinya ia takkan pernah bosan menikmatinya. Segalanya terasa lebih indah, saat Eunseo tak melawan atau menolak keinginannya. Bona memperdalam ciuman, tangannya terus mengelus paha Eunseo. Ia sudah tak bisa lagi menahan semuanya, ia hanya menginginkan Eunseo seutuhnya menjadi miliknya.
"BONAAA!!" Teriak Pinky dari kamar, namun yang di panggil namanya pura-pura tak mendengar. Ia tak ingin karena ibunya, kegiatan sakral bersama Eunseo terganggu.
"BONAAA!! Kalau sampai dalam hitungan ketiga nggak datang, Mama pecat kamu dari daftar anak Mama." Teriak perempuan itu sekali lagi dan memperingatkan Bona.
Bona yang sedang mencumbu Eunseo, terpaksa menunda kegiatannya. Dan cukup jengkel karena ibunya tak mengerti, terus mengganggu waktunya bersama Eunseo.
"Tunggu sebentar ya, sayang." Ucap Bona sedikit kecewa. Eunseo menganggukkan kepala, membuat Bona semakin gemas dan ia mengacak rambut Eunseo. Sekilas mengulum bibir mungil Eunseo sebelum meninggalkan gadis itu menemui panggilan maut sang ibu.
"Apa sih, Mi. Pagi-pagi dah ribut aja." Bona berdiri di ambang pintu, dengan tatapan kesal. Pinky sukses mengacaukan perjalanan honeymoon nya.
"Ambilin Mami minum, Mami haus."
"Mami kan bisa ambil sendiri di dapur."
"Mami lelah, Bona. Nggak usah membantah deh. Cepetan ambilin sana." Usir Pinky tak mau mendengar penolakan anaknya, wajar saja ia bersikap manja sedikit. Ia tak setiap hari meminta Bona melayani segala kebutuhannya.
"Uh, nyebelin banget sih emak gue. Nggak bisa apa biarin anaknya senang sedikit."
Gerutu Bona tak rela waktunya terbuang sia-sia karena ibunya. Beberapa saat kemudian Bona kembali ke kamar membawakan air putih untuk sang ibu.
"Mami kan capek habis perjalanan jauh, nah lebih baik sekarang Mami istirahat." Rayu Bona menyerahkan gelas air, duduk di tepi ranjang membenarkan selimut."Iya sih, Bon. Tapi mata Mami nggak mau merem, kayaknya Mami kangen gitu kulineran pas waktu muda dulu." Kata Pinky meletakkan ujung jarinya di dagu, matanya menerawang jauh ke luar jendela bernostalgia. Memutar ingatan kembali ke masa lalu, saat ia masih kuliah. Banyak hal manis yang telah ia lakukan saat masih muda.
Terlebih saat ia mengingat satu sosok spesial, yang tak pernah ia lupakan hingga saat ini. Meski statusnya kini sudah menikah dan memiliki Bona, sosok itu memberi warna tersendiri dalam hidupnya. Berpisah, bukan berarti melupakannya. Pinky tersenyum sendiri, mengingat segala kenangan manisnya di masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[18 ] AND STILL STUPID™ | Chapter II
Hayran Kurgu"Will you love me? I swear I'll make you love me one day." | gxg |