"Sekarang lo udah kenyang kan? Ayo pulang." Kata Eunseo setelah membayar makanan, segera menyeret Bona keluar dari WarKop. Bona nampak ogah-ogahan, jujur saja dirinya masih betah nongkrong menghabiskan waktu berdua dengan Eunseo.
"Sebentar lagi ya, ini masih sore."
"Tengah malam begini lo bilang masih sore. Pokoknya kita pulang sekarang."
"Gendong?"
"Ogah!" Ketus Eunseo tak peduli dengan rengekkan manja Bona, memilih mengabaikannya.
"Yaudah, aku nggak mau pulang." Bona mogok jalan, berpura-pura marah, Eunseo tak memenuhi permintaan konyolnya."Bagus. Kalau perlu nginep sana di WarKop, jadi nggak nyusahin gue."
"Ih nyebelin! Awas ya kalau merengek-rengek nanti minta jatah."
"Nggak nafsu sama dada rata."
"Sembarangan. Rata begini juga banyak peminatnya." Bona melempar kaki Eunseo dengan sendal, merasa jengkel Eunseo menyinggung aset berharganya. Setelah berjalan sekitar 15 menit, mereka tiba di depan gang sempit tempat Eunseo tinggal.
"Masih yakin mau nginep di tempat kumuh kayak gini?" Tanya Eunseo menatap Bona ragu, mungkin saja perempuan itu berubah pikiran dan mengurungkan niatnya. Setelah melihat penginapan kumuhnya. Mata Bona mengamati tempat itu dengan seksama, ada sedikit kecemasan menghantui pikiran.
"Atau mungkin lo berubah pikiran dan ingin menelepon pacar lo?"
"Nggak. Ini akan jadi tantangan baru buat aku. Dimana kamarnya, aku mulai mengantuk?" Bona menepis segala keraguan, harus tetap berpikir positif. Selama ada Eunseo di sisinya, Bona tak seharusnya merasa khawatir.
"Oke! Kita lihat seberapa tahan lo di tempat gue." Eunseo melanjutkan langkahnya memasuki gang sempit dan mulai menaiki puluhan anak tangga. Eunseo tersenyum kecil, dengan harapan Bona kapok mengunjungi tempatnya. Terdengar jelas napas perempuan itu terengah-engah kelelahan menaiki anak tangga bak mendaki gunung.
"Seo, nggak ada lift apa?" Protes Bona ingin menyerah, tak sabar ingin cepat sampai di kamar Eunseo.
"Nanti kalau gue jadi presiden, gue bangun lift disini."
"Menyebalkan! Kenapa kamu nggak pindah ke apartemen kek atau hotel?"
"Lo lupa kalau gue gembel sekarang. Buat apa tinggal di rumah mewah tapi rasanya seperti di neraka. Disini gue banyak belajar tentang hidup."
"Hidup jadi orang susah maksudnya. Bangga banget jadi orang miskin. Udah enak tinggal bareng aku, malah milih jadi gembel."
"Kalau lo merasa keberatan, silakan pulang."
"Kalau bukan karena amanah Mama kamu, aku ogah datang ke tempat kumuh begini." Eunseo hanya tertawa mendengar keluhan Bona. Eunseo tak menyesal harus hidup susah, semua sudah jadi pilihan hidupnya. Jika ia mau, membeli satu gedung apartemen pun orangtuanya tak akan mendadak miskin.
"Selamat datang di dunia kemiskinan." Ledek Eunseo membuka gembok pintu dan mempersilakan Bona masuk. Dengan tertatih dan tenaga yang sudah terkuras karena menaiki tangga. Bona masuk dan menjatuhkan tubuh terlentang di lantai kelelahan.
"Kamu sengaja kan mau bunuh aku? Nggak sekalian kamu mengasingkan diri di gunung."
"Makanya rajin olahraga, naik tangga doang aja dah sekarat." Eunseo berjongkok dan meletakkan sebotol air dingin di kening Bona. Tangan Bona meraih botol, meminumnya sedikit. Sisanya ia tuangkan di wajah. Eunseo hanya menggeleng tak percaya, memperhatikan tingkah aneh Bona. Gadis itu lebih memilih masuk kamar mandi dan membersih diri.
"Handuk dan baju ganti ada di meja. Gue mau tidur duluan." Ujar Eunseo beranjak menuju matras di pojokan, dirinya harus cepat tidur untuk mempersiapkan diri wawancara besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
[18 ] AND STILL STUPID™ | Chapter II
Fanfic"Will you love me? I swear I'll make you love me one day." | gxg |