Aku terbangun dari tidur, tepat saat adzan shubuh berkumandang. Suaranya terdengar keras dan sangat jelas, tentu saja karena jaraknya berdekatan dengan posko. Ditambah lagi kokok ayam dan derap langkah kaki para jamaah shubuh yang membuatku makin bersemangat untuk memenuhi seruan adzan tersebut. Nah pertanyaannya? Sejak kapan aku tidur di kamar tengah?
Oh ya ya ya, baru inget. Jadi pada malam itu, aku tertidur di selembar karpet tipis yang dinginnya menusuk tulang, kerasnya lantai membuat badan ini tersakiti. Oh~ Halah! Pindah ke kamar aja dah, emangnya ada yang peduli kalau aku sakit?!
Oke, sepuluh nyawa sudah terkumpul, Asiyah segera kubangunkan untuk sholat shubuh berjama’ah di langgar. “Asiyah bangun, sholat shubuh yuk!” ujarku lirih sambil nenepuk lengannya pelan.
“Hah!” badan Asiyah tersentak.
Lah kaget. Haha.Aku keluar dari kamar tengah, kulihat pintu kamar depan dan belakang masih tertutup rapat, tapi udah terdengar suara orang lagi ngobrol sih. Eh! Itu yang ngobrol orang apa bukan dah? Et baru bangun udah porno aja. Haha... jadi keingetan kasur keras di kamar depan.
Udahlah, mules perut aing!..... minutes later.
Oke, mules bubar lanjut bersih-bersih badan dan berwudhu. Aku dan Asiyah berangkat bareng ke langgar. Yaa Allah seger banget udara di Banjar. Mulai betah dah, apalagi sampai kesangkut jodoh di kota ini. Haha... Maklumlah semester akhir udah mulai mengharap.
Sepulang dari langgar, kulihat Gina mengepel lantai ruang tengah posko. Eh Asiyah nyelonong sambil ketawa, “Hey Gina, aku mau lewat.”
“Sok, lewat aja,” jawab Gina.
Aku berjalan di belakang Asiyah, menginjak lantai yang baru dipel olehnya. Huft! Untungnya kaki pada bersih, coba kalau abis guling-guling di lumpur. Lah kita bingung mau ke belakang lewat mana. Masa iya harus muter dulu ke rumah Pak Nanang, lebih parah ini sih.
Aku langsung masuk ke kamar tengah, ya terus mau kemana lagi, jadwalku hari ini adalah mencuci piring, lah ngga ada piring kotor, terus piring siapa yang mau dicuci? Mau ngedije juga ngga ada tempatnya. Yaudah rebahan dulu sampai yang masak hari ini selesai, baru gerak buat nyuci. Tapi penyakit pagi hari mulai menyerang. Ngantuk!
Kuobati dengan membuka instagram. Haha, bisa gitu! Scroll terus ke bawah, sampai nemu postingan jodoh. Lah ngga ada! Like postingan orang dah biar pada seneng. Terus muncul postingan Sayid, fotoin poskonya di Majalengka. Okelah like, kasihan udah ngeluarin kuota. Lanjut!
Ponselku berdering.
Nama Sayid Kamil tertera di layar telepon WhatsApp. Lah belum juga ada semenit postingannya dilike, dia langsung nelpon. Wah ngga beres nih!
“Rid!” panggilnya di telepon.
“Paan”
“Lu masih inget cara ngitung rumus arah kiblat?” tanyanya.
“Lah kagak. Pas materi arah kiblat, gue ngga masuk kuliah,”
“Ngapa, Rid?”
“Izin ke Bekasi. Emang buat apa sih?”
“Jadi gini, Rid. Gue kemaren ke mushola, gue ditanya sama warga cara nentuin arah kiblat. Soalnya di daerah KKN gue, banyak selisih soal arah kiblat.”
“Coba tanya ke yang lain dah, gue ngga bawa catatannya. Udah dulu, gue ada kerjaan,” ujarku mengakhiri pembicaraan. Soalnya dia kalau ngajak ngobrol ngga akan ada habisnya. Apa bae ditanyain, untungnya ngga pernah nanya, “Rid, will you marry me?”
Bisa-bisa dia mutusin aku. Hah! dia siapa? Haha...
“Aelah, Rid.” Katanya dengan nada manja.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN di Desa Rejasari
Non-FictionKota Banjar, Kecamatan Langensari, di Desa Rejasari tepatnya, kami mengukir cerita bersama. Sebelum menyelam ke dalam isi diary KKN ini, penulis akan memperkenalkan tokoh nyata dalam cerita KKN kelompok 327 yang berjumlah 14 orang.... 1. Feri Sandri...