Adzan shubuh berkumandang, saling sahut menyahut dari masjid, mushola, dan langgar seantero Kota Banjar. Mbah Zaenab membangunkanku dari tidur lelapku. Oh ya, malam ini aku menginap di rumahnya dan tidak izin kepada teman KKN lain. Awalnya aku merasa akan baik-baik saja. Setelah mengumpulkan kekuatan, aku bangkit dari kasur menuju ke sumur untuk berwudhu. Kemudian bergegas menuju Langgar depan rumah Mbah Zaenab.
Selepas shalat berjama'ah, aku menuju rumah Mbah Zaenab untuk sarapan berdua dengannya. Sarapannya bukan nasi, ayam bakar, atau lele goreng. Karena si Mbah hanya mengandalkan makanan dari anaknya yang bertempat tinggal di depan rumahnya. Biasanya baru mengantarkan makanan pukul 8 pagi. Kami sarapan hanya minum teh.
Aku menyalakan data di handphoneku. Banyak chat, namun ada satu grup yang paling horror untukku, siapakah itu? Grup KKN Kelompok 327. Mereka membahas mengenai kehilangan diriku. Ada sebagian yang marah, sebel, ngga peduli, melucu, dan sebagainya. Aku jadi merasa bersalah. Kemudian untuk memperbaiki suasana, aku mengirim pesan permintaan maaf dan menjelaskan bahwa aku menginap di rumah Mbah Zaenab lalu lupa izin. Itu saja.
Untuk kembali ke posko, aku mesti mengumpulkan tenaga. Tenaga untuk siap mendengarkan amarah, nasihat, lahir serta batin yang kuat. Dikhawatirkan ada yang memukulkan laptopnya ke arahku. Haha ngga mungkin sih, tapi siap-siap aja. kita kan ngga tau apa yang akan terjadi ke depannya.
Aku sudah siap mendengarkan segala komentar dari teman-temanku. Yeah! Hidup ini adalah pilihan, apapun yang kita pilih, kita harus siap menghadapi resikonya. Walau pun terkadang ceroboh. Aku sih, ceroboh karena nekat. Lagipula pada awalnya, aku merasa teman KKNku tidak ada yang mencariku satu pun. Tapi? Ah sudahlah...
Aku berjalan agak pelan, membayang-bayangkan apa kata teman-temanku nanti. Sesampainya di ruang depan, aku melihat Dian sedang menatap laptopnya. Aku ikut nimbrung, ia sedang menonton video berjudul Detective Sherlock. Aku bertanya pada Dian, "Yang lain pada kemana?"
"Pada lari pagi,"
"Kamu ngga ikutan?"
"Ngga, aku capek."
"Maafin aku ya, aku merasa bersalah banget sama kalian semua,"
"Aku mah santai aja, ngga tau kalau yang lain,"
"Iya ih, aku merasa bersalah banget. Soalnya aku pengen banget nginep di rumah Mbah Zaenab. Aku lupa izin soalnya udah ngantuk,"
"Yaudah nanti minta maaf sama yang lain,"
Aku terdiam, menonton video yang tengah disetel di laptop Dian.
Setelah videonya hampir selesai, aku menuju kamar mandi untuk bersih-bersih diri. Kemudian aku membasahi sehelai kain untuk mengelap jendela posko. Hari ini aku piket bersama Sarif. Ia datang dan mengambil kain yang sudah kubasahi untuk mengelap jendela. Akhirnya aku yang menyapu halaman posko.
Tak lama kemudian, ada ibu penjual susu kedelai berhenti di depan posko 327. Aku masih menyapu halaman, Sarif menghentikan pekerjaannya mengelap jendela. Ia membeli banyak susu kedelai, aku diberi satu. Alhamdulillah, rezeki yang tak disangka-sangka.
Aku mengajak ibu penjual susu tersebut mengobrol seputar ibu PKK, karena ia adalah salah satu anggotanya. Tujuannya adalah untuk menulis laporan KKN. Belum tuntas kami berbicara, Dian datang menyela obrolan kami. Yaa Allah, aku sebenarnya kurang suka dengan kelakuannya. Setiap ada orang berbicara, ia selalu ikut nimbrung. Rasanya ingin memasukkan sapu lidi ke mulutnya. Huft! Sabar sabar...
Aku ke dalam posko, menonton film The Conjuro 2 sambil makan masakan yang piket hari ini. Setelah selesai makan, aku menguras bak mandi. Kurang lebih 30 menit, adzan dzuhur berkumandang. Aku menghentikan pekerjaanku menguras bak mandi tepat saat sudah kubersihkan semua. Bersiap-siap berwudhu kemudian menuju Langgar untuk shalat berjama'ah.
Selepas shalat, aku ke posko lagi karena hari ini aku harus ke Kantor Desa Rejasari bersama Dian. Awalnya kami ke masjid, namun tak ada steker untuk menyambung charger. Aku ke saung depan untuk mengkoneksikan laptopku ke wifi kantor, alhamdulillah tersambung. Kemudian aku membuka blogku dan blog KKN, kuposting tulisan dan gambar semampu yang kubisa dibantu Ahya, ketua kelompok 325. Setelah dirasa cukup, sekitar pukul 16:00 WIB, kushut down laptopku karena harus menunaikan shalat ashar.
Setelah shalat di masjid kantor desa, aku mengerjakan Try Out Bahasa Arab Online. Dian meninggalkanku. Ia ke posko depan kantor desa untuk mengobrol dengan Ahya. Peserta TO diberi waktu sekitar 150 menit (15:30-18:00 WIB).
Waktu semakin senja dan gelap, namun TO belum selesai di bagian tashrif. Akhirnya, aku berhenti mengerjakan tugas karena hawa semakin dingin dan membuat bulu kuduk meremang. Bulu kuduk ya? Bukan bulu tangkis. Hehe.
Aku segera mengemasi buku-buku dan duduk di tangga masuk masjid, kemudian memotret tugas tulisku dan tugas hafalanku ke email yang disediakan musyrifah. Ada seorang bapak lewat di depan masjid, ia menatapku heran. Sebenarnya aku juga takut, tetapi aku harus lakukan ini demi tanggung jawab serta komitmenku sebagai pelajar di Yayasan BISA.
Akhirnya tugas telah terkirim, aku menghampiri Dian yang sedang asyik mengobrol dengan Ahya. Suara mereka terdengar sampai ke masjid yang terletak di belakang kantor. Aku mulai berfikir bahwa suara mereka volumenya besar. Aku duduk di sofa yang sedikit rusak depan salah satu ruangan di kantor desa, kami mendengar suara kucing dari dalam ruangan tersebut. Dian panik.
Saat adzan maghrib, kami bertiga segera pulang ke posko. Ahya mengendarai motor sedangkan aku dan Dian menaiki sepeda masing-masing. Saat akan menuju ke pintu luar kantor, Dian bertanya kepada seorang bapak-bapak tentang kucing yang terkunci di dalam. Awalnya percakapan mereka ringan, eh ternyata bapak itu sangat bawel. Ia mengajak Dian mengobrol sesuatu yang kurang penting menurutku. Pas banget! Mereka sama-sama banyak bicara, hingga akhirnya aku yang menunggu di samping pohon dekat gerbang sudah sangat geram dibuatnya. Akhirnya, aku yang kelelahan terpaksa mengajak Dian pulang. Kalau ngga begitu, mungkin obrolannya bisa sampai tengah malam. Huft sebalnya!
Sesampainya di posko, aku langsung ke Langgar untuk menunaikan shalat maghrib secara munfarid sambil menunggu shalat isya berjama'ah dan menuntasakan tilawahku. Aku bertemu dengan mamah Syifa, ia mengajakku main ke rumahnya. Aku berkata In Syaa Allah. Setelah semua urusan di Langgar selesai, aku kembali ke posko karena malam ini ada makan bersama dengan kelompok KKN 327.
Habis makan dengan teman-teman, kami semua diberi es krim oleh Gina. Setelah itu, aku ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri. Dari ruang tengah ke kamar mandi suara tawa teman-temanku terdengar keras sekali. Geli banget tertawanya. Aku mulai heran, sebenarnya yang aneh itu siapa? Selama ini aku dibilang aneh hanya karena sering pergi dari posko karena berkumpul dengan warga Dusun Sampih sehingga jarang mengobrol dengan mereka. Lalu apa fungsi KKN? Apa fungsi KKN jika setiap hari aku sering berkumpul dengan mereka? Apa fungsi KKN jika hanya sebatas mengajar dan berkeliling main-main Kota Banjar saja? Bukankah untuk mengabdi kepada warga?
Saat aku keluar dari kamar mandi, aku ke kamar tengah untuk memakai rok. Aku mengambil laptop kemudian duduk di ruang depan untuk memposting dan mengedit blog KKN, di sana ada Kang Dede sedang tiduran sambil menelepon seseorang. Saat selesai menelepon, ia berkata kepadaku, "Kalo ada yang susah, bilang weh. Biar pada bantu,"
"Iya, nanti. Ini baru ngedit aja,"
Aku mengetik beberapa artikel sambil mendengarkan lagu legendaris Didi Kempot yang berjudul Sewu Kutho dan Tanjung Mas Ninggal Janji. Tak lama kemudian, Sarif datang menghampiriku yang sedang merasa terganggu dengan suara tawa yang keras dari teman-teman sekelompokku.
"Lagi ngapain, Dha?" Sarif bertanya kepadaku.
"Ngetik," Aku menjawab sedikit jutek. Sebenarnya selain merasa terganggu dengan kebisingan teman-teman, secara pribadiku dengannya, aku merasa harus menjauhi dia. Aku menjauhinya dengan alasan yang pasti, yaitu agar cintaku kepadanya tak semakin dalam. Jujur aku suka padanya, namun jelas tak boleh mendapatkannya karena kami sudah sama-sama saling memiliki seorang pujaan hati. Sekilas aku teringat Ali.
Sarif keluar posko, merasa aku mengabaikannya. Di sisi lain, aku merasa bersalah. Namun harus kulakukan. Jika semakin sering aku dekat dengannya, bisa-bisa aku ngga bisa menjaga hati ini.
Saat aku sedang asyik mengetik, Ghina yang suaranya paling keras memanggilku. "Ridha mana Ridha?"
"Iya, kenapa?"
"Sini deh, kita mau tau pesan dan kesan pertama pertemuan."
Aku menurut saja bergegas menuju pintu yang menghubungkan antara ruang depan dengan ruang tengah. Aku menyebutkan kesan dan pesan pertamaku bersama mereka, saat bertemu Ghina, Uni, Arief, Sarif, Fitri, Fikri, Feri, Dede, Reka, Yana, Ulfah, dan Asiyah. Kemudian kami saling mengevaluasi diri, kembalilah beberapa di antara mereka tertawa keras. Uni menangis karena ada yang memegang lehernya. Ia mengira Dian yang memegang karena ia berdiri di pintu menuju dapur, namun ia berkata tidak memegang leher Uni.
Uni masuk ke kamar belakang, diikuti Ghina, Fikri, Dian, dan Asiyah. Aku ikut tapi setelah menshut down laptop. Aku melihat Uni menangis, kemudian dalam hatiku berkata, "Makanya jangan ganggu,"
Cukup kukatakan dalam hati agar tak ada orang yang menyalahi hakku. Aku memang selalu salah di mata mereka. Bukan hanya aku, tapi ada yang saling membicarakan di belakang. Sebenarnya aku tak suka dengan ghibah, namun aku pasti disalahkan lagi jika melarang mereka yang saling ghibah. Tak mengapa, setidaknya aku sudah berusaha menyampaikan kebaikan walau pun tak pernah didengar. Cukup Allah dan Malaikat saja yang mendengar dan menjadi saksi.
Aku langsung bergegas ke kamar tengah, kuambil handphoneku dan mengunjungi website Kumpulan Cerita Hantu. Saat tengah asyik membaca, Asiyah masuk kamar dan mengajakku mengobrol sehingga aku tidak konsentrasi membaca cerita tersebut.
Akhirnya kulog out website dan menaruh handphone di samping kananku, kudengarkan semua ucapan dan keluh kesah yang keluar dari mulut Asiyah, kusimak dan kudengarkan dengan baik. Karena aku merasakan sakitnya hati jika diabaikan, maka aku tidak mengabaikan orang meskipun bagiku ucapan orang itu tidak penting. Aku memberi solusi semampuku jika ia membutuhkan. Didengar syukur, tidak didengar juga setidaknya aku mendengarkan dirinya.
Aku melihat jam di layar handphoneku, sudah menunjukkan pukul 22 lewat. Aku izin tidur kepada Asiyah. Tak lupa aku berdoa dan menutup mata. Entahlah kalau Asiyah.

KAMU SEDANG MEMBACA
KKN di Desa Rejasari
NonfiksiKota Banjar, Kecamatan Langensari, di Desa Rejasari tepatnya, kami mengukir cerita bersama. Sebelum menyelam ke dalam isi diary KKN ini, penulis akan memperkenalkan tokoh nyata dalam cerita KKN kelompok 327 yang berjumlah 14 orang.... 1. Feri Sandri...