Pagi-pagi, Asiyah, Fikri, dan Fitri berebut kamar mandi. Saat aku sedang mengenakan mukena, tepatnya saat aku akan menunaikan shalat shubuh di ruang depan, Aku mendengar mereka saling dobrak pintu. Kudengar Fikri berteriak dengan nada menyedihkan dan sedikit sangar sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi, “Asiyah cepetan! Kalau aku ee di sini, kamu yang bersihin ya?”
Aku tertawa sendiri mendengar percakapan mereka di ruang belakang soal rebutan kamar mandi. Kupuaskan diriku untuk mendengar percekcokan lucu diantara mereka. Khawatir jika aku memulai shalat saat tragedi itu terjadi, aku malah ngga bisa menahan tawa.
Selepas shalat, aku duduk di ruang depan sama Dian. Ngga lama kemudian, Asiyah menyetel lagunya Wali yang berjudul Cari Jodoh. Yaa Salaam... lagunya gitu-gitu amat ya? Ngga ada yang lain apa, Neng?
Oh ya, hari ini jadwalku piket memasak. Pertama-tama aku harus memasak nasi, karena pasukan yang berangkat ke pasar belum datang. Biasanya yang berangkat ke pasar itu Feri dan Asiyah. Bukannya ngga mau bagi-bagi tugas, tetapi ini maunya mereka yang selalu ingin ke pasar berduaan.
Belum sempat ke pasar, ibunya Rusmi datang ke posko 327. Beliau membawa banyak makanan dan sayuran yang sudah dimasak. Dalam hati, aku bersyukur. Saat itu aku memang sedang malas memasak. Alhamdulillah, ingin rasanya kupeluk ibu Rusmi. Lope lope dah dua karung. Sebentar ya bu, dicari dulu karungnya.
Aku ke ruang belakang, kemudian menuju ke belakang posko. Aku duduk di bangku dekat kandang burung merpati milik Pak Nanang. Kupandangi burung-burung lucu tersebut, tenang fikiranku kusambilkan dengan mengirim tugas voice note Bahasa Arab via WhatsApp dan menulis blog lewat handphone.
Ngga lama kemudian, Pak Nanang berjalan melewati kandang burung. Beliau menyuruhku untuk ke dapur rumahnya. Ada pisang goreng, katanya. Aku malu kalau langsung menerima tawarannya walaupun sebenarnya ingin.
Aku masuk ke dalam posko untuk menaruh buku dan mengambil cucian yang sudah kucuci tadi pagi sebelum shalat shubuh. Kemudian keluar posko lagi untuk menjemur pakaian di belakang rumah Pak Nanang. Lagi-lagi saat menjemur, aku ditawari pisang goreng olehnya. Sebenarnya mau, tapi malu. Huft! Baiklah setelah selesai menjemur pakaian, aku duduk di bangku belakang rumah Pak Nanang yang sudah lapuk dan kusam dimakan usia. Ternyata ngga hanya manusia yang bisa makan, usia juga.
Di samping bangku yang kududuki tersedia pisang goreng dengan ukuran cukup besar. Aku mengambil satu, “Yaa Allaah, enak sekali,” Ungkapku dalam hati. Kuhabiskan satu buah, ingin menambah lagi tapi malu. Akhirnya sudah terlanjur, kuambil satu lagi. Hehe.
Setelah makan pisang goreng, aku langsung ke Langgar untuk menunaikan shalat dhuha. Aku tidak ke posko dulu karena sajadah dan mukenaku ada di Langgar. Sengaja kutaruh disana, agar aku selalu ingat tempat ibadah.
Sepulang dari Langgar, aku melihat Rusmi main ke posko 327. Ia membawa bunga mawar. Duh! Si eceu. Aku masuk ke posko lewat pintu belakang, kemudian langsung charger handphone. Kulihat pemberitahuan di media sosial, tak ada chat.
Aku main ke rumah Mbah Zaenab, seperti biasa ingin menyerit rambut yang berkutu karena tertular seseorang. Mungkin tak perlu dijelaskan lagi. Tapi tak mengapa, agar jangan mengira aku berkutu karena jorok. Aku ngga jorok, bahkan mandi saja bisa dua sampai empat kali sehari. Kurang bersih apa coba?
Sembari menyerit rambut, si Mbah mengajakku mengobrol. Sekarang beliau mengajakku mengobrol tentang almarhum suaminya yang meninggal dengan keadaan yang baik. Aku ingin sekali seperti itu, walaupun tak harus sama caranya setidaknya sama keadaannya, yaitu sama-sama husnul khotimah.
Mendengar banyak cerita dari si Mbah, wajar bila aku mengantuk. Mungkin bukan karena ceritanya juga sih, bisa jadi karena aku kelelahan. Akhirnya aku izin untuk tidur di rumah si Mbah. Aku tidur di kamar depan. Masyaa Allah, enak dan nyaman sekali tempatnya. Saya suka, saya suka.
Pukul 13:00 WIB, si Mbah membangunkanku. Innalillahi, aku telat shalat dzuhur berjama’ah. Aku terbangun dan langsung menuju sumur si Mbah untuk wudhu kemudian menunaikan shalat dzuhur munfarid di kamar tengah –kamar ketiga dari depan. Kamar ini sangat berbeda dengan kamar-kamar yang lain. Kesan angker tergambar di sini. Kasur dengan kolong serta sarang laba-laba di setiap sudutnya, aku yakin kamar ini adalah kamar almarhum suaminya si Mbah. Aku jadi khawatir ketika shalat ada yang keluar dari dalam kolong tempat tidur. Aaaaaa! Kok jadi absurd begini ya? Haha... akhirnya kuberanikan diri untuk shalat di kamar tersebut.
Selepas shalat, aku pamit ke si Mbah untuk kembali ke posko. Aku masuk ke posko lewat pintu belakang –biar lebih misterius. Di dapur ada Gina dan Feri sedang membuat seblak. Aku ngga menyapa mereka, karena lupa. Aku langsung ke ruang depan untuk memotong kuku yang sudah setinggi pohon cemara. Jangan diambil serius dong. Ambil hikmahnya saja. Oke?
Ngga lama kemudian, Gina memanggilku dan teman-teman yang lain untuk makan seblak buatannya. Asik, makan bareng. Kalian tahu? masakan buatan Gina, enak banget. Dalam fikiranku, aku merasa bahwa ia sudah cocok menjadi istri. Siapa yang mau?
Kami makan seblak bersama dalam satu wadah, ada juga yang mengambil dengan piring. Karena tempatnya ngga muat untuk makan, aku mengambil seblak yang ada di wadah ke dalam piring. Kami makan seblak sambil menonton film horor. Aku berharap ngga ada yang tersedak saat terjadi adegan, HWAAAAAAA!!! Setannya nongol! Koplak emang tuh setan.
Selepas makan seblak dan menonton bersama, adzan ashar berkumandang. Aku bergegas merapikan peralatan makanku, kemudian ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri dan bersiap mengambil air wudhu untuk menunaikan shalat ashar di Langgar. Setelah shalat, Fitri menjemputku ke Langgar karena hari ini ada kumpulan di posko 325.
Aku menaruh mukena ke kamar tengah, kemudian naik motor beat putih milik salah satu peserta KKN, motornya enteng dan nyaman dipakai. Jadi ngga terlalu ribet saat membonceng Uni dan Asiyah sampai posko 325 yang terletak di Ranca Bulus. Walaupun sebenernya aku hampir ngga kebagian duduk di jok depan dan sempat oleng ke jembatan. Tetapi berkat doa ibu, kami pun selamat. Entahlah ibunya siapa, aku sering baca tulisan tersebut di bagian belakang angkot atau pun truk.
Sesampainya di posko 325, kami merancang kepengurusan untuk kegiatan pawai di Alun-Alun Banjar esok hari. Mojangnya adalah Ulfa dan Arif, pasangan yang serasi dan semoga Yana ngga cemburu. hehe. Setelah pemilihan kepengurusan, kami diminta untuk menyobek-nyobek karung semen. Karena karungnya besar-besar, kami menyobek berdua. Aku berpasangan dengan Asiyah, kami menyobek karung sambil muraja’ah Qs. Ar-Rahmaan. Ngga sadar Asiyah menarik karung secara kasar, sehingga pakaianku penuh dengan semen. Aku mengelap ke kerudung Asiyah –jahil ceritanya. Eh aku malah jatuh dan lututku berdarah karena terbentur batu. Huft! Ngga lagi-lagi deh jahilin Asiyah. Sadis balesannya.
Adzan maghrib berkumandang, para laki-laki shalat di posko laki-laki dan perempuan shalat di posko perempuan. Selesai shalat, kami berkumpul di posko laki-laki untuk membicarakan seputar blog, rencana pembuatan balai, liburan akhir, serta penutupan KKN. Aku dan Asiyah ngga betah di posko 325, akhirnya kami pulang jalan kaki karena tak ada yang mengantar.
Perjalanan dari Ranca Bulus ke Dusun Sampih lumayan jauh. Kurang lebih 10-15 KM. Tetapi bukan tantangan bagiku, aku sudah terbiasa berjalan jauh. Di perjalanan, aku membuat video dengan tema pamit pulang duluan. Hehe. Memang ada sebagian yang meledek kami dan bilang kami bodoh. Lah apa hubungannya coba? Aku memang ingin pulang ke posko dan ingin berjalan kaki. Majalah buat lo?
Sesampainya di posko, ada Ulfa dan Yana yang akan mengambil magic com untuk acara makan-makan di posko 325. Kami jelas tak akan ikut karena ingin beristirahat di posko. Aku segera makan malam, kemudian shalat Isya. Setelah itu, mandi dilanjut dengan mencuci pakaian untuk dijemur besok pagi.
Setelah semua beres, aku mengerjakan tugas onlineku. Aku harus membuat pengingat bahwa ahad pekan ini adalah ujian akhir BISA angkatan 29. Kurang lebih 10 menit aku mengerjakan tugas, aku merapikan perlengkapan belajarku. Kemudian bergegas untuk tidur, karena besok pagi peserta KKN Kecamatan Langensari diharapkan untuk hadir ke Alun-Alun Banjar dalam rangka pawai peringatan 17 Agustus sebagai perwakilan Desa Rejasari.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN di Desa Rejasari
NonfiksiKota Banjar, Kecamatan Langensari, di Desa Rejasari tepatnya, kami mengukir cerita bersama. Sebelum menyelam ke dalam isi diary KKN ini, penulis akan memperkenalkan tokoh nyata dalam cerita KKN kelompok 327 yang berjumlah 14 orang.... 1. Feri Sandri...