Katanya, di dunia ini, yang pasti hanyalah ketidakpastian. Aku sepakat. Katanya lagi, mereka yang tidak mau bergerak maju mengikuti perubahan, akan tergilas dan tertinggal. Kali ini jawabanku, iya dan tidak. Ya, jika masih menggunakan cara lama di era yang serba baru, dan tidak, jika cara tradisional bisa membantu bahkan menyelamatkan nyawamu.
Aku tidak tahu siapa orang tuaku, dari mana asalku, juga segala hal yang berbau tentang asal-usulku. Aku tidak peduli.
Aku dibesarkan di lingkungan yang tak biasa menurut kebanyakan orang. Aku baru tahu setelah aku kuliah di tempat umum.
Sampai tingkat menengah atas, aku dan anggota keluarga lainnya yang masih usia sekolah, hanya belajar di rumah. Home schooling, istilah beken masa kini. Gurunya pun masih berasal dari lingkungan kami. Hanya saja, dia memiliki kehidupan lain di luar sana.
Selain aku, ada Andres, Hiro, Marlon, dan Luna. Andres dan Marlon sudah bebas berkeliaran dan menerima misi. Sementara aku, Hiro, dan Luna, masih harus belajar agar bisa beradaptasi dan tidak mudah untuk mati.
Di rumah yang ukurannya sebesar museum ini, ada beberapa bangunan. Cukup banyak orang yang tinggal di sini. Tapi, hanya beberapa orang saja yang bebas keluar-masuk bangunan utama.
Di bangunan utama itulah, aku dan sebagian kecilnya tinggal dan belajar, termasuk Don. Dialah yang mengepalai rumah dan keluarga ini. Don segalanya di sini.
Ketika anak-anak sekolah di luar sana, merengek saat dibangunkan pukul lima subuh, aku dan teman-temanku sudah mandi peluh.
Lari, renang, menembak, memanah, serta bela diri, adalah pelajaran wajib. Kegiatan itu mungkin untuk bersenang-senang bagi orang normal, bagi kami hal itu merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki.
Bicara soal renang, itulah mulanya Don menjejaliku dengan rentetan misi. Jika dia lelah memberi, aku yang meminta.
Sejak tiba di tempat ini, aku sudah tidak bisa mengingat apa-apa. Bahkan usia dan namaku saja aku lupa. Mereka memanggilku Chiara, yang berarti terkenal dalam bahasa Italia.
Kata Andres, aku diberi nama Chiara, karena semua orang yang tinggal di sini mengenalku. Bagaimana tidak! Karena hanya aku yang tidak bisa berenang hingga berumur tiga belas tahun. Luna mahir sejak umur dua tahun, katanya.
Don menghukumku dengan berbagai cara, agar aku mau masuk air. Nyatanya, aku lebih memilih dihukum. Ada sesuatu dalam diriku yang berontak begitu mataku melihat genangan air.
Pernah suatu hari, Don mendorongku masuk kolam. Dia memaksaku menggerakkan tangan dan kaki, tapi aku hanya bisa berteriak minta tolong. Tanganku menggapai-gapai udara kosong. Aku sempat melihat Don memukul Marlon yang berusaha terjun untuk menolongku.
Aku masih berusaha menggerakkan badan, agar kepalaku tidak terendam. Usahaku sia-sia. Semakin aku bergerak, semakin banyak air yang masuk lewat hidung dan mulutku. Air yang menerobos hidung membuat kepalaku sakit. Tubuhku lemas dan aku pasrah jika maut datang.
Aku bangun tiga hari kemudian di dalam kamarku yang nyaman. Sejak kejadian itu, Don tidak lagi memaksaku.
Bukan Don namanya, jika dia tidak bisa membuat orang lain bertindak untuknya.
"Kau nggak bisa berbuat begitu padanya, Don!" Suara Marlon menggelegar di ruang tengah bangunan utama. Aku yang saat itu berada di lantai dua, mengintip dari jendela. "Tidak semua orang sempurna. Biarkan dia dengan pendiriannya."
"Lakukan! Dalam waktu dekat, kita akan mengadakan upacara pemakaman untuknya," sahut Don datar.
"Kau akan membunuhnya?!" Pekik Marlon, "BAJINGAN!" Marlon meraih kerah kemeja Don dengan rahang mengeras.
Don menepisnya dengan santai. Marlon mengepalkan tangan di sisi tubuhnya. "Bukan aku, tapi dirinya sendiri." Don merapikan kemejanya. "Atau musuh kita." Don berjalan ke depan jendela besar dan memandang ke kolam renang. "Mungkin ini respon alami tubuhnya. Kau tahu kan, bagaimana kondisinya saat dibawa ke sini?"
Aku melihat wajah Marlon melunak. Dia tetap bergeming di posisinya. "Kecelakaan yang menimpa dia dan keluarganya itu?"
Kepalaku seperti disiram dengan air bercampur es, ketika mendengarnya. Tanpa pikir panjang, aku melompat dari lantai dua, berguling dua kali, lalu mendarat mulus dengan kedua kaki.
"Aku punya keluarga?" tanyaku pada Don. Dia hanya diam dan memandangku tanpa ekspresi. "Don! Apa aku punya keluarga? Di mana mereka?"
"Kalau kau bisa berenang, akan kuberi petunjuk tentang keluargamu," jawabnya dingin.
Aku yang sebelumnya tak peduli dengan jati diriku, sekarang peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chiara's Little Secret [COMPLETED]
ChickLitDemi mendapatkan sebuah petunjuk tentang jati dirinya, Chiara harus menyelesaikan sebuah misi. Tidak boleh ada kata gagal dalam melaksanakannya. Dalam menjalankan misinya, Chiara harus menjadi bayangan. Dia boleh terlihat, tapi tak boleh tertangkap...