(59)

547 65 10
                                    

Bahu Luna melorot. Busur di tangannya sudah terlepas dan teronggok di lantai.

"Gue tetap anggap lo saudara, Lun. Meski nggak sedarah, tapi kita bisa saling mengerti dan mengisi." Luna bergeming saat kurangkul bahunya. Setetes bulir bening meluncur ke lantai.

"Bagus. Kata-katamu bagus. Persis bapakmu," ucap Bara sambil bertepuk tangan. “Bawa saja dia pergi. Saya sudah tidak membutuhkannya lagi. Dia sama seperti ibunya. Perempuan tak berguna.”

"BRENGSEK!!" teriak Luna. Dia melesat seperti anak panah dan langsung menerjang Bara. Luna melancarkan pukulan dan tendangan tanpa ampun. Bara bisa mengimbangi dan menghindari setiap serangan Luna. Hal itu justru membuat Luna terbakar amarah dan terus menyerang membabi-buta. "Laki-laki kurang ajar. Bukan Mama yang nggak berguna, tapi elo! Gue nggak sudi manggil lo papa. Laki-laki lemah yang nggak bisa terima penolakan." Luna nggak mengendurkan serangannya, bahkan dia semakin bernapsu.

Sikutan Luna telak menghantam uluhati Bara dan itu membuatnya meradang. "Sudah cukup main-mainnya!" pekik Bara. Luna mengabaikan ucapannya dan masih berusaha menyerang. Bara naik pitam. Dia menangkap kepalan tangan Luna, memuntirnya ke belakang, lalu menendang tubuh Luna hingga terpelanting. Kuhampiri Luna yang tak bergerak.

"Sekarang!" ucap Marlon.

Aku melirik dan mendapati Don sudah bersama Marlon. Sebuah kotak berukuran sedang sudah menggantikan tempat Don. Bara berteriak marah. Dia mengambil sesuatu dari kakinya. Itu belati, dan dia menghunus ke arah Don dan Marlon. Kukait kakinya hingga dia kehilangan keseimbangan. Bara mengabaikanku dan masih berusaha menyerang mereka. Dengan bertumpu pada kedua tangan, kulentingkan tubuh hingga berada tepat di depannya.

Bara tampak makin geram. "Akan saya ladeni kau dulu, bedebah kecil." Bara mengayunkan belati dengan beringas. Beberapa kali benda itu nyaris menyayat kulitku. "Aya akan menangis dalam kuburnya, mendapati anaknya begitu lemah. Percuma semua latihan yang diberikan Don, jika menyentuh saya saja tak bisa."

Semua ucapannya kuabaikan. Marlon yang memapah tubuh payah Don sudah berada di depan pintu palka. Bara masih terus mengoceh. Dia menyasar bagian perut. Kugeser satu kaki dan belati itu luput. Kutangkap lengannya dengan satu tangan, lalu menghantam pangkal tangannya hingga belati itu terlepas. Kutendang senjata itu menjauh.

Bara menarik tangannya dengan kasar. Kondisi berbalik. Tanganku berada dalam cengkramannya dan dia menguncinya di belakang tubuhku. Dengan tangan yang masih bebas, kucoba untuk menyikutnya. Dia berhasil menghindar dan ingin menangkap tanganku yang lain. Kugerakkan tubuh sealur dengan kunciannya.

Kami sudah di posisi," ucap Andres. “Kalian cepat keluar. Jika mesin berhenti, bungker akan tenggelam.”

"Ayo, Don! Kalau kau nggak mau keluar, semua usaha kami sia-sia." Marlon msih berusaha membujuk Don untuk keluar ruangan.

Bara yang merasa ditipu mentah-mentah, emosinya memuncak. Dia menarik tanganku dengan kasar. Posisi kami saling berhadapan. Sepasang mata di hadapanku nyalang. Dia melayangkan tangan besarnya ke wajahku. Pandanganku nanar dan telinga berdenging. Aku belum bisa merasai tubuhku, tapi sebuah bogem mentah kembali mendarat di uluhatiku. Perutku mual. Kumuntahkan cairan kental merah pekat. Rasanya sedikit asin di dalam mulut. Detik berikutnya punggungku terasa nyeri dan aku mendarat di lantai.

Aku tak bisa merasakan apa-apa. Sayup terdengar jeritan saling bersautan. Dalam pandanganku yang mulai kabur, Don dan Marlon berlari ke arahku. Aku juga mendengar tawa Bara yang menggelegar.

"Bagaimana perasaanmu saat saya melakukan ini?" Bara menendang pinggangku, Don dan Marlon berteriak marah. "Atau ini." Bara menjambak rambutku. Dengan payah, kuimbangi pergerakkannya. Bara menghunuskan belati di leherku.

Mayday! Mayday!” seru Marlon.

Bungker akan kunaikkan ke permukaan. Waktumu tiga menit sebelum ia tenggelam. Hiro akan ke sana.

Terdengar teriakan yang beradu. Suara Luna dan Bara. Luna menusukkan anak panahnya ke pinggang Bara. Kuncian ditubuhku terlepas, begitu pun dengan belatinya. "Bawa Chiara dan Don keluar dari sini!" seru Luna. Kemudian dia menjerit kesakitan. Pisau itu menancap di punggungnya.

=================================

Satu part lagi. Semangaaaaaaaaat.

Huhuhuhu... Kasian Luna.

Chiara's Little Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang