(17)

557 70 9
                                    

Aku yakin ada yang nggak beres. Gelagat Liza berubah 180 derajat, setelah mengabaikan panggilan ke tiga di ponselnya. Saat dia hendak menonaktifkan benda itu karena berkedip, Pak Yudhi menginstruksikannya untuk menerima panggilan itu. Liza pamit sebentar. Dan bodohnya, pandanganku mengikuti punggung Liza menjauh.

Kenapa Hiro seprotektif itu sama cewek ini?

Semua hal penting tentang gathering sudah disampaikan, tinggal menunggu rincian yang dijanjikan Liza. Sumpah! Aku nggak suka dalam kondisi begini. Di satu sisi pikiranku seperti terkunci pada Hiro, di sisi lain ada Mbak Tata dan Pak Yudhi. Salah sedikit saja, bisa kacau semuanya. Untung saja, tak lama Liza kembali, sehingga kami bisa menyelesaikan pertemuan ini secepatnya.

Pertemuan yang berlangsung kurang dari dua puluh menit itu, memang berada di jam makan siang. Aku mengerti betul kebiasaan Pak Yudhi, yang senang menunda makannya hingga jam satu. Dulu Pak Dasim yang memberitahu, tapi aku lupa alasannya apa. Makanya aku nggak berinisiatif mengajak mereka makan atau memesan banyak camilan. Saat hendak berpamitan, ponsel Liza kembali berkedip. Kali ini nama Joe tertera di layar.

Udara di sekitarku terasa menipis. Apalagi setelah Pak Yudhi berkomentar, "Mau apa anak itu menelepon jam segini? Kamu angkat dulu, sana!" Liza yang terlihat canggung, langsung menjauh, dan aku semakin nggak bisa menghela napas.

Ada yang nggak beres, nih!

*

Mbak Tata misuh-misuh saat kuturunkan di depan kantor. "Sorry, Mbak! Ada urusan urgent. Makanannya buat lo semua aja," teriakku dari dalam mobil dan tancap gas tanpa menunggu responsnya.

Aku langsung menghubungi Hiro, menanyakan keberadaannya. Tidak ada yang aneh dari suaranya, tapi dia terkesan ingin buru-buru mengakhiri telepon. Aku terus mengajaknya bicara, agar mendapatkan waktu yang kubutuhkan untuk melacak posisinya.

Kutepikan mobil untuk memeriksa posisi selebgram aneh itu. Jika bukan melihatnya sendiri, akan kuperiksa lagi informasi yang ditampilkan. Dia masih ada di tempat tadi. Aku jadi semakin khawatir padanya.

Apa aku harus kasih tahu yang lain? Kenapa juga otakku terasa buntu di saat seperti ini.

Ponselku berkedip. "Chiara! Burger lo buat gue ya? Lo pasti nggak balik ke kantor, kan?" cerocos Mbak Tata begitu kami terhubung.

Burger? Pantas otakku tumpul. Aku lapar.

Aku mengangguk pasrah. Mbak Tata masih menanyakan hal yang sama, dan aku mengangguk lagi, hingga aku kesal sendiri. "Mbak! Gue kan udah iya-in!" pekikku kesal, "dari tadi gue udah ngangguk juga."

"Woi! Lo lagi konslet? Sampe balik ke zaman dinosaurus, gue nggak bakal tau lo lagi ngapain, Chiaraaaa! Kita teleponan, bukan video call."

Hening.

“Iya-iya. Makan aja!" Aku langsung mematikan telepon dengan kasar. Aku harus berpikir cepat. Setelah memikirkan berbagai hal, akhirnya kuputuskan untuk sampai ke lokasi lebih dulu.

Titik Hiro masih ada di tempat yang sama, begitu kuparkirkan mobil ke tempat yang aman. Kan nggak lucu, kalau tiba-tiba nih mobil diderek Dishub karena parkir sembarangan. Sambil menunggu, aku memesan makanan lewat aplikasi layan-antar.

Aku meminta bantuan Marlon untuk memeriksa latar belakang Pak Yudhistira. Tak sampai sepuluh menit, Marlon sudah mengirimkan data-data yang kubutuhkan. Keringat dingin langsung meluncur dari pelipisku. Feeling-ku benar!

Kaca sampingku digedor orang tak dikenal. Ponselku sudah berubah bentuk dan nyaris kutodongkan pada wajah yang menempel di jendela.

"Manggil dong, Mas! Saya kaget tau!" semprotku saat kuturunkan jendela dan orang itu mengangkat bungkusan.

"Mbaknya aja yang nggak denger. Saya udah manggil-manggil, ketok pelan-pelan, sampe agak kenceng, nggak ada respons. Saya gedor aja sekalian. Abis, Mbaknya diem aja. Saya takut Mbaknya kenapa-napa di dalem." Aku langsung mengambil pesanan dan menutup lagi kaca jendela yang tak lama digedor lagi. "Mbak! Uangnya mana?"

Ya ampun!

"Kembaliannya ambil aja," kataku seramah mungkin. Orang itu mengangguk dan bilang terima kasih, tapi gumamannya membuatku ingin menarik pelatuk.

"Cakep, tapi kayaknya rada-rada," gitu katanya. Dikira aku nggak dengar?!

=================================

Ya ampun! Ada ya orang kayak Chiara, yang jadi koplak klo laper! Ya pasti adalah. Salah satunya adalah ... Jeng-jeng-jeng

Sampai part berikutnya masih tentang di cewek berambut gulali. Siapa sih dia itu, sampai Hiro jadi begitu?

Apa iya segenting itu kondisinya?

Jangan-jangan, Chiara aja yang lebay.

Menurut kalian gimana? Komen dong! (Maksa mode on)

Chiara's Little Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang