(50)

492 64 12
                                    

Butuh beberapa saat untuk mengembalikan kesadaranku sepenuhnya. Aku dikelilingi banyak orang. Ada Don dan Pak Yudhi, Mbak Tata juga. Tercetak jelas kekhawatiran dalam wajah Don. Pak Yudhi meminta Mbak Tata untuk memapahku ke kamar.

Setelah berganti pakaian, Mbak Tata memberikan sebuah benda dengan hati-hati. "Kayaknya hape lo rusak deh, Chi. Kerendam pas lo masuk ke danau. Tadi gue coba nyalain, tapi nggak bisa."

"Chiara! Lo gak apa-apa?" Luna langsung menghambur ke kamarku tanpa permisi. "Gue denger lo tenggelam di danau, kok bisa sih? Lo kan bisa berenang.”

"Kaki gue keram tadi, makanya gak bisa ...."

"Udah nggak usah banyak omong dulu. Ini minum obatnya." Luna memberikan sebutir obat padaku. “Eh, minta air mineral dong," ucap Luna ke Mbak Tata. "Abis itu lo langsung tidur. Urusan lo yang lain, biar gue yang beresin,” katanya sambil menyodorkan minuman. "Kita keluar, yuk! Biarin dia istirahat."

Aneh! Pandanganku jadi nanar dan kepala juga terasa berat. Ruangan yang kutempati seperti bergoyang-goyang. Perut juga rasanya seperti diaduk-aduk, mirip saat naik kapal laut. Sesuatu dalam diriku menyadarkan pikiranku. Sial! Dia menjebakku.

“Gue harus kasih tau Don. Gue harus cari dia. Gue harus ...," tubuhku rasanya melayang. Pandangan makin kabur, seperti TV yang banyak semutnya. Telingaku hanya menangkap suara angin. Badanku menghantam lantai. Semua jadi putih. Hanya warna putih, yang kemudian ikut memudar.

*

Bau minyak kayu putih yang begitu pekat mengurung penciumanku. Suara berisik ikut menyerbu telinga. Tubuhku langsung siaga. Aku mengerang karena nyeri di kepala yang rasanya seperti ditimpa kelapa.

"Hai, Adik Kecil! Kamu sudah sadar?"

Sambil menyadarkan punggung, aku menyipitkan mata melihat ke sumber suara. "Andres?" Bukannya menjawab, dia malah mengerling padaku.

"Kalau yang kamu harapkan Marlon, dia ada di mobil belakang. Bersama Hiro.”

Kulemparkan tatapan sinis padanya dan Andres tertawa. "Don? Luna. Dia ... dia ...."

Taka a chill, Adik Kecil. "Kami sudah tau semuanya."

"Dari siapa?"

"Gue." Mbak Tata menyambar omonganku. "Gue yang kasih tau temen-temen lo."

Aku meneleng melihat Mbak Tata. "Lo itu kaki-tangan mereka. Kenapa ada di sini?" kutatap dia dengan tajam, Dan elo. Kualihkan pandangan ke Andres, "Elo percaya sama dia gitu aja?"

Andres menginjak pedal rem dalam-dalam, hingga kepalaku nyaris menabrak kursi depan. Mbak Tata bahkan sampai merosot dari kursinya. "Harusnya itu yang harus kutanyakan. Apa yang kamu rahasiakan selama ini? Apa kamu sudah nggak percaya sama kami? Keluargamu?"

Sakit di kepalaku rasanya tak memiliki arti dibanding hantaman kata-kata Andres. "Percaya? Keluarga?" jeritku. "Orang yang gue percaya selama ini, justru menyimpan banyak kebohongan. Orang yang gue anggap keluarga, justru nusuk gue dari belakang. Itu maksud lo percaya? Itu yang namanya keluarga? HAH?"

Dengan diselimuti kesal, kubuka pintu mobil. Lalu kubanting sekencang yang kubisa setelah berada di luar.
Napasku memburu seiring debaran jantung yang meninggi. Aku jatuh karena limbung. Aku bangkit, lalu terjatuh lagi. Kali ini ada yang menahan. Kedua bahuku dipegang. Erat, tapi nggak bikin sakit. Tangannya berpindah dari bahu ke pipi. Perlahan wajahku terangkat.

"Dengar! Waktu kita sempit. Apa pun yang menyebabkanmu keluar dari mobil, bisa diselesaikan nanti. Sekarang kita harus menemukan Don, dan membalas semua perbuatan Bara. Tolong jangan kacaukan semua rencana yang sudah kami buat. Andres akan menceritakannya padamu sambil jalan. Mengerti?" Marlon mengucapkan kata-katanya dengan pelan, tapi aku merasa terintimidasi dan tersihir olehnya.

Andres menghampiri kami. Dia meminta maaf. Benar yang diucapkan Marlon. Aku pun minta maaf pada Andres, karena memang bukan salahnya. Aku menurut untuk masuk mobil, tapi berkeras duduk di kursi depan. Untuk menagih cerita.

=================================

Ten parts left. Pekan ini bisa selesai gak yaaaa?!

Deg-degan. Mana diteror mulu tiap ari 😒

Chiara's Little Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang