"Hai Adik Kecil! Mau ke mana?" sapa Andres begitu melihatku keluar kamar. "Anak gadis nggak boleh keluar malam-malam. Pamali," katanya sok menasihati. Melihatku mengacuhkannya dengan ngeluyur begitu saja, Andres menyejajari langkahku. "Serius nih! Kamu mau ke mana? Kutemani, ya!"
Aku berhenti dan mendelik padanya. "Ngga ada orang lain buat diganggu, ya?" Andres hanya menggaruk-garuk kepala dan menyengir lebar. Kuacungkan telunjuk tepat di depan wajahnya, "Jangan coba-coba!" Andres mengangkat kedua tangan di depan dadanya, lalu mundur teratur.
"Pulang sebelum jam dua belas, kalau nggak nanti berubah jadi kodok," teriaknya dan langsung menyelinap dan membanting pintu.
Untung saja yang suka usil hanya Andres, jadi aku bisa menjaga moodku tetap bagus. Kupacu motor dalam kecepatan sedang, mengingat jalanan masih cukup ramai. Mungkin orangtua zaman dulu, bisa langsung kejang-kejang, kalau lihat fenomena saat ini. Bukan hanya karena belum tidur di jam segini, tapi malah banyak anak muda yang baru keluar.
Setelah memarkirkan motor, langsung kusambangi lokasi tempatku mendapatkan kotak. Sama seperti waktu itu. Sudah banyak penjual yang merapikan lapaknya dan tersisa sedikit sekali yang masih buka. Kuhampiri sekelompok manusia perak yang sedang berkerumun. Dua di antaranya masih bergeming, duduk dalam posisi yang tampak melayang. Kumasukkan selembar uang biru ke dalam kotak yang ada di dekat mereka, sambil berusaha mencari petunjuk.
Malam semakin larut dan tanda-tanda kehidupan di sekitarku mulai lenyap. Aku masih terpaku di tempat yang sama sejak tadi. Tak seorang pun ada yang mengaku sebagai Mr B atau suruhannya.
Sial! Orang itu mempermainkanku.
Tepat tengah malam, saat akan pulang, seseorang mendekat dan meneriakkan namaku. Aku yakin betul mendengarnya memanggilku. Dan rasanya aku familier dengan suara itu.
"Hei! Ngapain di sini sendirian?" katanya dengan terengah.
"Luna? Lo ngapain di sini?"
"Yeeh, ditanya malah nanya balik. Gue nyariin lo dari tadi. Marlon juga."
"Marlon? Nanyain gue? Ada apaan?" Luna mengedikkan bahu. "Lo tau dari siapa gue di sini?"
"Andres. Tadi gue nanya sama dia."
Andres?"Lo kenapa nyariin gue?" Luna hanya mangap-mangap kayak ikan mas koki.
“Handphone, katanya, handphone lo ketinggalan.
Handphone? Kuperiksa kantong jaket dan celana, benda itu memang nggak ada.
"Tadi gue telepon mau nanya, eh nggak taunya hape lo ketinggalan di kamar."
"Mau tanya apa sih? Ngomong aja sekarang?"
"Gue ... lupa." Luna langsung memasang muka innocent.
Aku mengajak Luna pulang, selain sudah sangat larut, orang yang ingin kutemui tak menunjukkan batang hidungnya. Kalau masih nongkrong di sini, bisa-bisa kami dikira penjaja kenikmatan.
*
Begitu sampai kamar, aku langsung memeriksa ponsel. Ada beberapa panggilan tak terjawab. Tiga kali dari nomor tanpa nama, yang aku yakin itu Mr B. Dia selalu menghubungiku dengan nomor yang berbeda-beda, dan aku nggak pernah berhasil melacaknya. Lalu ada satu kali dari Marlon, dan satu kali dari Luna.
Mataku masih sulit terpejam, meski jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Daripada pikiranku kusut, jadi kusatukan saja semua petunjuk yang diberikan Mr B dan Don dalam satu map. Kuperhatikan semua itu, berharap bisa menarik satu kesimpulan, tapi percuma. Beberapa nomor yang pernah dipakai Mr B untuk meneleponku, sudah tidak aktif lagi.
Dengan kelihaian yang ditunjukkan orang ini, aku yakin dia bukan orang sembarangan. Aku percaya dia memang berasal dari duniaku. Namun pertanyaan besarnya adalah, untuk apa dia melakukan semua ini? Apa yang diinginkannya dariku sebagai imbalan?
=================================
😭😭😭😭😭
Mampu berapa part ya untuk hari ini?!
Bobo dulu aaaah. Sapa tau ketemu si ilham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chiara's Little Secret [COMPLETED]
Literatura FemininaDemi mendapatkan sebuah petunjuk tentang jati dirinya, Chiara harus menyelesaikan sebuah misi. Tidak boleh ada kata gagal dalam melaksanakannya. Dalam menjalankan misinya, Chiara harus menjadi bayangan. Dia boleh terlihat, tapi tak boleh tertangkap...