"Sejak kapan lo nguntit gue?" tanya Hiro tanpa basa-basi saat aku tiba di tempat kami janjian.
Tak lama setelah kuhabiskan makanan, mobil Hiro terlihat meninggalkan gedung. Kuikuti dia dari jarak aman, yang biasanya nggak seorang pun akan sadar kalau sedang dibuntuti. Setelah menurunkan perempuan yang kuyakin itu Liza, Hiro meneleponku dan mengajak bertemu.
"Sejak gue lihat lo sama si Rambut Gulali di kafe tadi siang."
"Tau dari mana gue janjian sama Liza di situ?" Hiro mulai terlihat gusar.
Beberapa pasang mata mulai melirik ke arah kami. Mungkin mereka mengira kami pasangan yang sedang bertengkar karena kecemburuan. Kucondongkan tubuh ke Hiro agak tak menarik perhatian.
"Gue lagi meeting di situ. Si Rambut Merah itu asistennya klien gue."
"Liza. Namanya Liza," sela Hiro.
"Iya, Liza. Lo tahu siapa Liza? Lo tahu dia kerja buat siapa? Kusumo! Keluarga mafia yang anak buahnya ngejar lo waktu itu."
Hiro terdiam. Lalu tersenyum dengan senyuman khasnya saat tampil di media sosial. "Kita pindah ke tempat biasa, yuk!"
Bukan hanya mengajak pindah lokasi, Hiro pun meninggalkan kendaraannya di kafe, setelah menelepon ke rumah dan meminta seseorang untuk mengambil mobilnya. Usai menyebutkan sebuah tempat, Hiro membisu selama perjalanan, dan aku pun tak ingin memulainya lebih dulu.
Hiro membelokkan mobil ke kompleks perumahan yang jadi tujuan kami. Meski ini mobilku, dia memaksa untuk mengemudi. Manners, katanya. Kalau nggak kenal sejak lama, nggak akan kubiarkan orang lain duduk di kursi itu.Kami melewati gerbang dengan penjagaan yang bisa dibilang ketat. Setidaknya ada enam orang berseragam di pos jaga. Setelah Hiro menurunkan kaca jendela dan menunjukkan sebuah kartu, kami baru diperbolehkan masuk.
Aku merasa penjagaan tadi terlalu berlebihan, saat melihat bangunan yang ada di dalamnya. Ukuran rumah di sini nggak lebih besar dari rumah-rumah di kompleks elit lainnya. Aku mengenali beberapa kendaraan yang baru saja kami lalui, bahkan aku sampai memastikan platnya.
Mobil berhenti di sebuah rumah yang bercat merah. Rumah dan pemiliknya sama-sama nyentrik, batinku. Hiro mengajakku masuk. Sejauh ini, tak ada yang aneh."Ini rumah biasa," terang Hiro, "tapi lingkungan di sini aman. Paling nggak, aman dari bocornya rahasia." Aku terbengong-bengong mendengar penjelasannya. Setelah mengambilkan minuman, Hiro langsung menjelaskan beberapa hal. "Liza cuma cewek biasa yang ada di lingkungan yang salah, dengan orang yang salah."
"Jadi lo udah tahu? Dan gue yakin, lo udah kenal Liza lama, bukan malam saat lo dikejar-kejar."
Hiro mengangguk. "Malam itu harusnya gue berhasil bawa Liza pergi, tapi si Johan sialan itu berhasil menggagalkannya. Bukan hanya menyerang, gerak-gerik Liza pun sekarang diawasi dengan ketat. Parahnya, si Anak Mami itu menjadikan Liza asisten bapaknya.”
"Gue baru tau, orang yang gue temui beberapa kali adalah kepala mafia. Pantas gue ngerasa terintimidasi saat berhadapan dengannya.""Tunggu! Lo tadi meeting bareng Kusumo?"
"Sebelumnya gue nggak tau dia siapa. Dia klien lama di travel, dan gue taunya dari Pak Dasim. Mana gue kepikiran buat nyelidikin latar belakangnya? Apalagi selama ini dia nggak pernah menunjukkan gelagat aneh,” kilahku. Aku malu mengakui kelalaian ini. "Jadi, lo dan Liza?”
Setelah didesak, Hiro baru menceritakan hampir semuanya. Tentang awal pertemuan mereka, perkembangan hubungan, hingga rencananya untuk menolong Liza. "Gue udah periksa semuanya. Liza bersih."
"Lo meriksa badannya Liza? Gue nggak nyangka lo bejat!" hardikku.
“What?! Oh, come on! Gue periksa latar belakang dan kesesuaian cerita Liza, Chiara! Pikiran lo tuh. Makan apa sih tadi?”
=================================
Aduh, Chiara! Kalau lagi jalanin misi, terus otaknya konslet, gimana? Mamvus ente!
Buat kalian yang berpotensi eror kayak Chiara pas lavar, jangan suka nunda makan.
Btw, aku berhasil ngelarin 2 part hari ini. Yippy-yippy-yeaaay.
Jangan lupa voten n komen ya! Kasih masukan jug boleh banget lho.
Jaga kesehatan yaaa.
See yaaaa,
San Hanna
KAMU SEDANG MEMBACA
Chiara's Little Secret [COMPLETED]
ChickLitDemi mendapatkan sebuah petunjuk tentang jati dirinya, Chiara harus menyelesaikan sebuah misi. Tidak boleh ada kata gagal dalam melaksanakannya. Dalam menjalankan misinya, Chiara harus menjadi bayangan. Dia boleh terlihat, tapi tak boleh tertangkap...