(46)

423 59 8
                                    

Ruangan ini mengingatkanku dengan dapur Marlon. Liza memberikanku akses terbatas untuk masuk ke dalam sistem komputer Pak Yudhi. Setelah mendapati apa yang kubutuhkan, aku langsung berpamitan. Baru saja mau melangkahkan kaki, terdengar suara riuh di luar sana. Suara laki-laki berteriak marah.

Liza menarikku dan langsung menutup pintu rapat-rapat. "Itu suara Johan. Saya rasa dia tau kamu ada di sini. Saya akan antar kamu ke luar dari tempat ini. Di bawah sudah ada Hiro, biar dia yang akan membawamu pergi dari sini."

"Elo gimana?"

"Saya akan tetap bersembunyi di ruangan ini. Jika sudah aman, saya akan langsung ke rumah Hiro." Liza membuka sebuah pintu kayu. Di dalamnya ada ruang sempit, yang mungkin hanya cukup untuk tiga sampai empat orang. Hanya ada dua tombol di dalam sana, tombol naik dan turun. Dia menekan tombol panah ke bawah. Tidak sampai semenit, aku sudah berada di lantai bawah tanah, tempat Hiro memarkirkan kendaraan. Liza bilang, "Pak Yudhi tak seburuk apa yang digambarkan dari informasi yang kamu terima. Saya mohon, jangan biarkan dia celaka."

Hiro meneriakiku untuk segera masuk ke mobilnya. Dia memberiku masker beroksigen dan menyuruhku untuk memakainya saat ini juga. Reseknya lagi, dia memintaku telungkup di bagian belakang. Bukan di bangku, tapi di bawah. Kemudian dia melapisi tubuhku dengan karpet tebal, lalu menumpuk beberapa barang. Sumpah! Meski ada penyangga, hingga benda-benda aneh itu nggak menimpaku langsung, tetap saja aku nggak bisa berkutik.

Sambil terkikik, Hiro memintaku untuk bersabar. "Semua ini demi keselamatan lo, Chi. Begitu suasana aman, lo bebas." Berkat masker ini, setidaknya aku nggak perlu menghirup debu.

Dari dalam sini, aku masih bisa mendengar suara Hiro sayup-sayup. Dia sedang berbincang dengan seseorang. Laki-laki. Orang itu menyakan apa yang dibawa Hiro di dalam mobilnya. Hiro menyebutkan banyak barang, bahkan menawari untuk membongkarnya di tempat. Trik yang bagus. Itu adalah salah satu permainan psikologi, agar orang lain melakukan hal sebaliknya.

Tubuhku membeku begitu mendengar orang itu bilang, "Silakan diturunkan barang-barangnya. Kami punya banyak waktu untuk menunggu."

"Sabar ya, Pak. Ada berlapis-lapis nih barangnya. Ini baru dua lapis, tinggal selapis lagi." Aku tahu Hiro sengaja membesarkan suaranya. Itu adalah pesan untukku agar aku bersiap untuk kemungkinan terburuk. "Nanti Bapak bantuin saja angkutin semua ini lagi ya!"

"Cerewet! Bisa lebih cepat nggak?"

"Ya kalau mau cepat, dibantuin dong. ini tinggal ngeluarin karpet."

Aku menghela panjang. Senjataku sudah siap, saat ada cahaya mengintip dari sela-sela karpet yang diangkat. Cahayanya makin lama makin banyak, lalu terdengar teriakan. Karpet di atas tubuhku dibanting begitu saja. Seiring dengan gaungan suara sirene kebakaran.

"Kamu rapikan semua barang-barang itu sendiri saja. Dan cepat! Lalu keluar dari tempat ini segera. Cepat!" Perintah orang tadi dengan nada galak.

Tubuhku bergoyang mengikuti laju kendaraan. Reseknya, Hiro nggak langsung membongkar tumpukan sialan ini. Sekitar dua puluh menit kemudian, selebgram eror ini baru membebaskanku.

"Lain kali, gue bikin lo ngerasain apa yang gue rasain tadi. Dua kali lipat," ancamku. Aku butuh melemaskan otot-otot tubuhku, sebelum menyusul Mbak Tata. "Liza bilang akan langsung ke rumah lo, begitu aman." Hiro mengangguk, lalu melambaikan tangan.

Aku mengabari Mbak Tata dan mengatakan akan sampai sebentar lagi. Aku juga memberitakan ke Luna dan Marlon. Apa pun yang terjadi, rasanya aku akan membutuhkan kehadiran dan bantuan mereka. Andai Andres bisa ikutan juga, pasti seluruh keluarga jadi komplit.

Keluarga. Dadaku nyeri saat mengucapkan kata itu.

=================================

Chiara's Little Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang