(40)

454 55 8
                                    

Sekarang aku tahu dari mana Mr B bisa tahu tindak-tandukku selama ini. Dia menyusupkan mata-mata. Persoalannya, informan Mr B ini bukan cuman satu. Aku yakin. Sehebat apa pun suruhannya, orang itu nggak akan bisa dengan mudah masuk ke lingkunganku. Satu sudah terkuak, tinggal satu lagi. Yang kutakutkan, seorang lainnya berada di dalam keluargaku.

Sayup terdengar percakapan di dalam bilik toilet. Jika dugaanku tepat, sebentar lagi Mr B akan menghubungiku. Kurang dari dua menit setelah obrolan di bilik sebelah berhenti, sebuah pesan masuk. Aku mengulum senyum ketika melihat pengirimnya. Mr B.

"Chi, kita ke kantornya Pak Yudhi, buat meeting terakhir sebelum acara lusa," kata Mbak Tata begitu aku kembali ke meja. "Eh, kita naik apa? mobil lo?"

Aku menggeleng. "Mobil gue lagi di bengkel. Urusan kantor, ya pake mobil kantor lah. Kalau nggak ada, naik taksi." Mbak Tata terlihat bingung. Akhirnya dia memilih untuk naik taksi.

Ada dendam apa, antara Mr B dan Kusumo? Kenapa harus melibatkanku?

*

Orang yang menyambutku dan Mbak Tata, bukan si Rambut Gulali. Tapi masih perempuan muda dengan pakaian minim bahan. Katanya, Liza sudah dua hari tidak masuk tanpa kabar. Otakku langsung mengeluarkan satu nama. Hiro. Karyawan tadi mempersilakan kami menunggu di ruangan Pak Yudhi. Meski bukan kali pertama, ruangan ini selalu mengundang decak kagum.

Si empunya kantor belum juga muncul setelah sepuluh menit berlalu. Ini nih yang paling aku nggak suka, menunggu. Karena hal itu adalah pekerjaan paling membosankan. Mbak Tata sampai mondar-mandir saking jenuhnya. Dia memandangi barisan buku di lemari besar dengan tutup kaca.

Mr B mengirimiku pesan. Dia memintaku untuk mengkloning data dari komputer Pak Yudhi. Meski sudah kubilang butuh alat khusus untuk itu, Mr B tidak mau ambil pusing. Dia bilang akan menjawab satu pertanyaanku, jika bisa memberikan apa yang dia minta. Aku tak mau terjebak muslihatnya. Dia ingin memperalatku untuk kepentingan pribadinya.

Dia emang udah memperalat elo, Chiara! Sejak misi pertama, hasilnya juga untuk keuntungan pribadinya. Lupa sama berita pembobolan rekening target lo? Itu baru satu orang." Suara di kepalaku muncul lagi.

Maksudku, perjanjian kami untuk menyelesaikan tiga misi, sedangkan permintaannya kali ini tidak termasuk di dalamnya. Tapi tawarannya sulit ditolak.

Seperti orang bodoh, aku bicara dan bertengkar dengan diri sendiri.

"Chi! Lihat deh foto ini!" ucapan Mbak Tata kali ini menyelamatku dari diriku sendiri. "Pantesan Pak Yudhi milih tempat kemarin, kayaknya dia udah sering ke tempat itu deh."
Aku mendekat dan memperhatikan apa yang ditunjukkannya. Mataku membelalak melihat foto itu. Sama persis dengan foto dari dokumen yang diberikan Luna. Yang ini sangat jelas. Meski sudah dimakan usia, garis wajahnya masih sama. Dan yang satunya ....

“Maaf ya, Mbak Chiara dan Mbak Tata. Kata Pak Yudhi, setengah jam lagi kemungkinan baru selesai rapatnya. Ini silakan minumannya. Buku dan majalah yang ada di ruangan ini, bebas untuk dibaca.” Karyawan itu langsung berpamitan dan meninggalkan kami.

Kepalaku berdenyut dan rasanya ingin pecah. Aku nggak bisa menunggu lebih lama, jadi kumanfaatkan kesempatan ini. Kugunakan cara yang sama dengannya untuk menarikku ke tempat yang dia inginkan. Tempat ini adalah titik buta di mana kamera pengawas tidak bisa merekam.

"Siapa Mr B? Sejak kapan lo kerja buat dia? Dan ... kenapa lo mau terlibat?" Aku menangkap ketakutan dari sepasang mata itu. "Gue nggak tau sejauh apa yang lo tau tentang gue, tapi ...," kubuka kunci pengaman ponselku dan mengubah bentuknya, "lo pasti tau ini apa?"

=================================

Nah, lo! Makanya jangan macem-macem. Lagian bandelnya telat.

Siapa ya, kaki tangan Mr B yang satunya?

Chiara's Little Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang