(55)

512 68 8
                                    

Aku nggak mengerti dengan semua yang dikatakan Luna. “Gue salah apa?"

Luna baru akan membuka mulutnya, tapi teriakan Bara menghentikannya. "Ah! Dasar perempuan! Bisanya ngoceh melulu." Sekilas aku melihat air muka Luna berubah sebelum dia memalingkan wajah. "Tontonannya sudah tidak seru. Saya pikir, generasi sekarang jauh lebih tangguh dari generasi saya dulu. Ternyata, mereka semua lembek. Apa sih yang sudah kamu ajarkan pada mereka, Danu?”

Begitu Bara berbalik, Marlon bergerak cepat menarik Luna, dan mengunci kedua tangannya di belakang. "Lepaskan Don! Akan kulepaskan dia," ucap Marlon tegas.

Lagi-lagi Bara hanya tertawa jemawa. "Lakukan saja apa padanya. Saya tak peduli. Dia sudah tidak ada gunanya lagi. Apa yang saya inginkan, sudah saya dapatkan. Tinggal tunggu sebentar lagi."

Tubuh Luna terlihat lunglai. Jika ada di posisinya, pasti aku akan begitu. Papaku sendiri mengatakan hal yang terlalu kejam untuk dikatakan. "Papa macam apa kau?”

Tawanya kembali menggelegar. Dalam hati aku bersumpah, jika ada kesempatan, akan kumasukkan peluru dalam mulutnya saat terbuka lebar.

*Papa macam apa saya? Papa macam apa saya?" Bara mengulang-ulang pertanyaanku. "Pastinya saya lebih baik dari dia." Bara menepuk bahu Don. "Saya hanya meminta sedikit dari Luna dan dia melakukannya sebagai ucapan terima kasih dan tanda bakti. Sedangkan orang ini, dia membuat anaknya dalam bahaya. Menaruhnya dalam misi-misi berbahaya, memaksa menghadapi ketakutannya, dan yang paling parah, terus membohonginya.”

Kulihat wajah Don. Matanya memejam, seolah takut pandangannya berserobok denganku.

"Jangan bilang, kau belum memberitahunya, Danu."

"Beritahu apa?" tanyaku penasaran.

"Don itu papa lo. Dia orang yang lo cari selama ini," sahut Luna.

Mataku membesar. Jantungku berdebar cepat dan kencang. Tubuhku rasanya terbakar di dalam. Aku tak percaya dengan apa yang kudengar barusan. Aku terus melihat Don dengan tatapan penuh tanya dan harap dia akan menjawabnya. Aku berpaling pada Marlon. Reaksinya sama sepertiku.

"Anak sialan! Harusnya itu saya yang ngomong," hardik Bara geram. Dia menghela napas panjang, "Harus dia yang ngomong, tapi ... dia menyedihkan.” Bara menggeser kursi tinggi di dekat Don. "Mari kita ceritakan padanya, sobat!"

Hei! Apa yang terjadi di bawah sana?" tanya Hiro.

Jangan bikin kacau! Tugas kita hanya menunggu aba-aba Marlon," sahut Andres.

Gue gemes dari tadi. Bawaannya pengin langsung bantu.

Sama. Tapi kalau kita gegabah, rencana kita bakal berantakan.”

Ya ampun! Bisa-bisanya Hiro dan Andres bertengkar di saat begini.

“Akan saya ceritakan lagi akar permusuhan saya dengan Danu."
Bara mengulang informasi yang pernah diberikannya padaku. Tentang awal permulaan dia dan Don bertemu Mama, hingga akhirnya Don menemukanku setelah kecelakaan itu. Beberapa kali Don menggerung hebat, sampai-sampai urat di pelipisnya menyembul, di tengah-tengah cerita Bara. Kuperhatikan pola yang terjadi.

"Cerita yang bagus," sahutku begitu Bara selesai. "Harusnya kau jadi penulis, bukan penjahat. Meski terlambat, tapi aku sudah tahu kebenarannya. Terutama tentang kecelakaan itu."

"Kebenaran apa? Bukankah kamu sudah membuktikannya sendiri?" tanya Bara.

Aku tarik bibir ke atas. "Bukan cuman kalian yang bisa bermain peran, aku pun bisa."

"Apa maksud lo?" Luna meneleng dengan tangan yang masih terkunci.

"Lo jual, gue beli."

"Lo tau?" Aku mengangguk pelan. "Sejak kapan?"

"Baiknya mulai cerita dari mana, ya?" Aku merenggangkan otot-otot tubuh. Sesekali masih menahan nyeri di beberapa bagian. "Sialan lo, Lun! Bonyok muka gue."

"Banyak bacot! Sejak kapan lo tau gue bohong?"

=================================

Bukan cuman Chiara yang mukanya bonyok. Otot-otot lenganku juga kontraksi nih.

Masih lima part lagi, Cuuuuy. 🥴🥴🥴

Chiara's Little Secret [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang