Hayoung
Perlahan-lahan, aku mencoba membuka mataku dan rasanya berat sekali. Paru-paruku juga sakit. Napasku sedikit terengah karena berusaha menghirup udara sebanyak mungkin—seakan paru-paru ini baru saja bangkit setelah berhenti dari pekerjaannya. Kemudian mataku menerawang keadaan sekitar. Sepertinya, aku berada dalam sebuah kabin kapal sebab aku merasakan goyangan pelan. Aku pun mencoba bangkit sambil memegangi kepalaku yang masih sakit. Hal yang terakhir kali kuingat adalah pesta teh bersama ayah dan kakak.
" Ayah? " ucapku pelan saat keluar dari kabin dan melihat keadaan sekitar. Namun nyatanya tidak ada orang.
" Kakak? " panggilku lagi.
Setelah meyakini bahwa tidak ada orang yang menyahut, aku melangkahkan kaki untuk keluar. Kemudian aku sadar bahwa sekarang masih pagi—terlihat dari langit yang belum terang benderang. Perasaanku mulai cemas sebab aku ingat betul bahwa kapal milik istana tidak seperti ini. Mataku kembali menerawang suasana sekitar dengan jantung berdebar-debar. Saat itulah keberadaan seseorang yang tak jauh dari tempatku berdiri cukup mengejutkan aku.
" Jungkook? "
Cekrek! Pria itu memfoto diriku dengan kamera yang ada di tangannya lalu aku menatapnya bingung. Kenapa ada Jungkook? Apakah kapal ini merupakan kapal Bangtan? Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?
" Sunrise, laut, dan putri cantik—benar benar pemandangan yang sempurna. " ujar Jungkook sambil mendekatiku.
" Dimana aku? Kenapa aku ada disini? "
Jungkook menghela napas lalu menyandarkan tubuhnya pada pagar pelindung sementara aku berdiri di sampingnya—menghadap laut. Dia tidak menggubrisku. Pria itu lebih memilih membuka kameranya dan bersenandung kecil sambil melihat foto foto yang telah ia ambil. Aku menoleh dan menatapnya dengan alis mengerut antara marah dan bingung.
" Jungkook? "
" Kurasa kau tidak perlu bertanya, Nona Manis. Kurasa kau tidak menginginkan jawabannya. "
" Apa? Apa maksudmu? "
" Kau sudah tertidur selama tiga hari. Lebih baik kita makan sekarang. Seokjin dan SeoYoo sedang memasak untuk kita semua. "
" Dimana aku sekarang? " tanyaku, mengabaikan penjelasannya.
Jungkook tidak menjawab. Ia memilih menggenggam tanganku dan mengajakku untuk berjalan pergi. Namun, aku menepis tangannya dengan kasar.
" Jungkook, katakan. "
Jungkook menatapku sebentar kemudian mengarahkan pandangannya ke arah lain—menghindari tatapanku.
" Kita ada di Jepang. " ujarnya dengan datar. " Lebih baik kau ikut aku sekarang sebelum tubuhmu benar-benar ambruk. Kakimu saja sudah gemetar begitu. Ayo. "
Pria itu hendak meninggalkan aku namun ia berhenti setelah berjalan beberapa langkah. Tampaknya ia sadar bahwa aku tak segera beranjak. Manik mataku bergetar ketika melihat punggung Jungkook dan tanganku menggenggam erat teralis—berusaha menopang tubuhku yang kian lemas ditambah kenyataan yang tidak bisa kuterima.
" Seharusnya aku mengunci pintu kamarmu. " desah Jungkook.
Pria itu langsung berbalik, menghampiriku dan langsung mengangkat tubuhku dengan cekatan ala bridal style. Aku sempat tersentak sebelum akhirnya menggenggam kausnya dengan kuat—minta diturunkan. Namun, ia tidak menggubris. Saat hendak kembali, kami berpapasan dengan Hoseok yang langsung menyapa dengan ramah. Akan tetapi, aku sudah terlampau pusing untuk membalas sapaannya.
" Hai, Young! Wah, kau sudah sadar! Yoongi memasak daging yang enak sekali. Kau harus coba! "
" Aku akan membawa sarapan ke kamarnya. " jawab Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Bastard, Jeon ✓ [Book 1]
Hayran Kurgu[Completed] Melarikan diri dari istana karena memiliki tekanan batin, jelas menjadi kesempatan bagi Jeon Jungkook. Ia membawa Hayoung masuk ke dalam dunianya. Menculik dengan embel-embel kasih sayang namun berakhir dengan menyakiti lebih dalam. Kim...