Enam Belas

1.8K 118 37
                                    

Jam sudah menunjukkan jam 23.00 malam, aku memilih merayakannya tepat jam 00.00 hanya dengan keluarga dan besoknya akan diadakan birthday party ..

Aku dan semua nya sudah menyiapkan semua nya dengan sangat antusias, aku mulai menelpon Kevin..

Tutt.. tutt.. tutt..

Panggilan kedua belum juga ada jawaban dari Kevin aku belum sepenuhnya menyerah aku terus berusaha menghubunginya. Tumben-tumbenan merespons telat panggilan ku.

Ada sedikit rasa gelisah menyelimuti hatiku. Tapi aku berusaha tidak memperlihatkan sama semua.. aku terus menghubungi nya..

Ini sudah panggilan yang kesepuluh dariku semoga saja dia cepat mengangkat nya.

Tutt.. tutt.. tutt..

"Hallo.. kamu kemana aja sih" tanyaku.

"Hallo.."

Aku membeku, hatiku sakit, aku kecewa, aku hancur.. mataku serah mengabur aku tidak sanggup. Aku terlalu rapu..

"Hallo.."

Prang!!!

Handphone ku merosot mulus dari genggaman ke lantai. Kaki melemas seperti jelly, cairan bening yang menghalangi pandangan ku tadi sekarang sudah berani meluncur tanpa Permisi.

Baru aku mau ngasih sepenuhnya hatiku padanya, tapi sudah dia patahkan seketika. Aku bingung harus gimana, gak mungkin aku ngecewain orang tua Kevin dan juga kepercayaan mami..
Oh tuhan.. aku tidak tahu lagi harus bersikap bagaimana.

"Kenapa sayang?" Tanya Tante Nia.

Dengan segera ku hapus bekas cairan bening itu "eh, gpp kok Tante" jawab ku sambil tersenyum masam.

"Jangan bohong, Tante gak suka di bohongi" selidiknya lagi.

"Beneran gpp nih tan," jawabku sedikit ragu.

"Iya sudah kalau gak mau cerita serakang gpp" ucapnya lembut "kalau begitu Tante pergi dulu" lanjutnya lagi.

Aku hanya mengangguk, pikiran ku berkecamuk. Hatiku hancur, semua serasa kelabu. Langsung aku pergi menghentakkan kaki ke lantai atas, aku ingin menemui seseorang yang sudah aku abaikan seharian ini, mungkin saat ini dia bisa menjadi penawar semua rasa yang aku terima. Pengkhianatan? Bukan, bukan, ini bukan pengkhianatan. Mungkin benar kata Felly waktu itu dia pergi karena salah sendiri, aku mulai menyadari bahwa selama ini aku terlalu bodoh, terlalu naif, bodoh bodoh.

Aku mulai menaiki ranjang kecil milik wanita mungilku, ku rebahkan perlahan badanku dengan posisi menyamping menghadapnya wajahnya damai sekali. Sekilas apa yang menimpa padaku barusan hilang setelah melihat kedamaian itu. Tapi, cairan bening itu enggan untuk tidak meluncur dan aku pun menangis dalam diam.

Sebuah tangan mungil mengusap pipiku "Mom angis?" Tanya dengan serak.

"Loh, Naara kok bangun? Mommy ganggu yah?" Tanyaku sambil berusaha mengusap sisa cairan bening itu "mommy gak nangis kok, mommy cuma kangen sama Naara seharian kan mommy gak ketemu Naara" lanjutku berbohong.

"Iya yah, Naala uga kangen mommy" memeluk ku erat.

Aku semakin tidak bisa menahan cairan ini, aku terharu, aku aku.. gak tau harus bagaimana.

"Mom, Naala uga kangen unc" ucapnya berkaca-kaca.

"Astaga kenapa Naara menyebutnya, Naara gak tau apa kalau mommy lagi kecewa sama dia" batinku.

"Mom, yuk Naala ngen unc" ucapnya lagi berkaca-kaca.

Aku bingung harus ngapain, ya ampun Naara tolong ngertiin dong.

Dear MOMMY !! (Kevin & Wilona)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang