"Ayo buruan jalannya, Na!"
Ana mempercepat langkahnya hingga ke lari kecil. "Iya, ini lagi buru-buru," ucapnya.
Jam masuk kelas paginya sudah lewat sekitar lima menit yang lalu dan sekarang Ana beserta Christine sedang dalam perjalanan menuju ruang kelas mereka dengan tergesa. Memang praktis, tetapi mempunyai kebiasaan untuk masuk kelas pada menit terakhir juga membuat mereka kerepotan. Seperti halnya saat ini, mereka sungguh menyesal.
"Ini gara-gara kamu suka masuk saat last minute aku jadi ikut apes!" seru Christine kesal masih sambil berlarian menuju ke gedung satu lagi tempat kelas mereka pagi ini.
"Salahmu juga cerita terus sampai gak sadar kita salah jalan!" balas Ana tidak ingin mengalah. Kalau Christine sudah mulai bergosip akan melupakan keadaan sekitarnya, sampai-sampai Ana yang dipaksa untuk selalu mendengar pun terlibat dan menanggung akibatnya saking serius mendengar.
Christine cemberutan. "Tapi kamu kan bisa bantu peringatkan! Gak kayak kamu aja, padahal biasanya jeli."
"Akh, tak tahu lagi! Ayo, cepat!" Tidak ingin memperpanjang masalah, Ana menambahkan lagi kecepatannya.
Setelah berlari dengan segenap tenaga, akhirnya mereka tiba juga di gedung sebelah. Karena kelas mereka berada di lantai 4, daripada pingsan lari tangga mereka beralih untuk naik lift . Beruntungnya saat sampai, salah satu pintu lift masih terbuka dan mereka bisa lekas masuk tanpa harus menunggu. Namun siapa sangka, sebelum mereka ternyata di dalamnya sudah ada seseorang terlebih dahulu dan mereka langsung terkaget waktu saling tatap.
"Ri ... cky?!" seru Ana sambil mengatur napasnya dengan susah payah. Ada ratusan mahasiswa di sini, tetapi kenapa ia bisa begitu kebetulannya selalu berpapasan dengannya?
"Tumben telat. Kenapa? Jangan-jangan mau temani aku nih? cibir Ricky. Ia tidak bisa menyembunyikan seringaiannya.
"Sembarangan!" sembur Ana cepat. "Kami sebenarnya tidak telat, tapi ... ada sedikit kesalahan. Pokoknya ini hanya kebetulan!"
Ricky tertawa sekilas. "Ok, ok, gak usah marah, kan hanya bercanda."
"Hei, Ricky, kamu sudah sembuh ya? Kamu sakit apa?" tanya Christine setelah napasnya teratur. "Sorry ya, sebenarnya aku mau ikut jenguk kemarin. Tapi karena ada urusan aku batal."
Ricky tersenyum kecil. "Gak masalah kok. Bukan penyakit parah juga ampe harus dijenguk segala. Ana pun hanya masuk ke kamarku sebentar lalu pulang."
"Ke kamar?" Kedua mata bulat Christine yang sempat menatap Ricky kini mengarah ke Ana secepat kilat. "Kamu masuk ke kamarnya, Na? A-aku tidak salah dengar nih? Kamu kok— Apa yang telah terjadi?"
Begitu mendengar kata kamar, benak Ana seketika mengingat kembali kejadian waktu itu dimana Ricky memeluknya dengan erat, sehingga wajahnya kini memerah padam. Tepat saat itu, lift berbunyi tanda tiba di lantai 4 dan pintu terbuka. Tanpa ada niat untuk mengucapkan apa-apa, dalam detik itu juga Ana segera melarikan diri.
"Akh, Ana! Jangan kabur kamu!" Christine yang tentu tidak tinggal diam selama ia belum mendengar dengan jelas langsung mengejar Ana. Tersisalah Ricky sendiri yang tersenyum lalu berjalan dengan santai menuju ke kelas.
***
Beruntungnya untuk pelajaran kali ini dosennya aman-aman saja—bahkan lebih cocoknya disebut cuek, jadi ketika Ana, Christine, dan juga Ricky yang masuk kelas sudah telat hampir 10 menit lebih tetap diperbolehkan untuk mengikuti pelajaran tanpa hukuman.
Meskipun terlambat, awalnya Ana mengira hari ini ia akan lewati dengan normal bagai hari-hari biasanya. Tapi ternyata tidak. Alasan pertama tak lain tak bukan adalah Christine yang duduk di sampingnya. Bukannya menyimak penjelasan dosen, sepanjang pelajaran Christine hanya menatap lekat Ana bagai harimau yang tidak ingin membiarkan mangsanya lolos. Entah harus menyalahkan Ricky yang mulut ember atau dirinya yang bodoh, intinya Ana sungguh sial. Namun siapa sangka, kesialan Ana hari ini belum berakhir. Nasibnya masih berlanjut ketika dosen memberikan tugas kelompok.
"Grup empat orang ... kita mau ajak siapa, Chris? Si Elly dan Fatimah seperti biasa?" tanya Ana cepat setelah kelas bubar sebelum ia diwawancarai telak oleh Christine.
Bukannya angguk setuju seperti biasa, Christine justru terlihat murka. "Apa? Dengan si dua pengkhianat itu? Tidak mau!"
"Lho? Ada apa dengan mereka berdua?"
Christine mendengkus. "Mereka berdua diam-diam pergi nonton konsernya Red Ocean gak ngajak aku. Keterlaluan, kan? Padahal mereka tahu aku naksir sama vokalisnya. Geram aku!"
Diam-diam Ana mendesah pendek. Dia lupa kalau temannya satu ini suka hampir ke semua pria keren yang berkacamata. Mungkin inilah alasannya kenapa sampai saat ini Christine belum punya pacar. "Jadi kita bentuk kelompok dengan siapa?" tanya Ana kemudian.
Christine memainkan dagunya. "Bagaimana kalau dengan Nita dan Bella? Kita pernah satu kelompok dengan mereka kemarin."
"Sayang sekali kamu terlambat. Baru saja aku lihat mereka diajak sama Elly dan Fatimah," jawab Ana seraya menunjuk ke samping dengan dagunya. Ternyata empat orang yang disebut sudah berkumpul dan berjalan keluar dari kelas secara bersamaan.
Christine yang tidak bisa menyembunyikan kekesalannya langsung berteriak lantas mengacak rambutnya. "Ricky!" panggilnya mendadak.
Bukannya menjawab, pria yang namanya dipanggil dengan lantang barusan justru masih tertidur—seperti biasanya—dengan membenamkan wajahnya di dalam tas ransel. Christine melangkah ke tempatnya dan menggebrak mejanya kuat.
"Eh, ya, ada apa? Ada apa?" Ricky yang terkejut langsung bangun.
"Kamu sudah punya kelompok?"
Ricky tentu kebingungan. "Hah? Kelompok apa? Ada kerja kelompok ya?"
Ana menghampiri dengan tergesa. "Tunggu, Christine. Kamu mau mengajaknya?"
"Kenapa tidak?" Christine berkacak pinggang. "Mereka sengaja rebut anggota cewek terakhir jadi kita dipaksa untuk berkelompok dengan cowok. Ya sudah, siapa takut? Jadi kamu Ricky,"—Christine menunjuknya—"masuk ke kelompok kami."
"Aku? O—ok aja, gak masalah sih." Ricky yang setengah sadar hanya manggut-manggut.
"Tunggu, Chris—"
"Sudah, gitu aja. Untuk anggota yang satu lagi kita serahkan pada Ricky saja untuk ajak temannya. Yuk, pergi, perutku sudah lapar nih." Tak memberi Ana kesempatan untuk berkata apa-apa, dalam detik itu Christine langsung menarik sahabatnya keluar dan meninggalkan pula Ricky yang masih kebingungan terhadap apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukannya sekarang.
***
TBC ke part 2 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Fate (Complete)
Romance(Belum Revisi) Oleh sebuah kejadiaan naas yang tak terelak, sepasang kembar yang bernama Ricky dan Billy pun hidup terpisah. Terkadang merindu, tetapi mereka tidak bisa bertemu. Kehilangan ini membuat hidup mereka menjadi hampa. Tidak hanya begitu...