13. Kencan

21 5 3
                                    

Penasaran.

Mungkin hanya itulah kata yang cocok untuk menggambarkan keadaan Ina sekarang. Kertas yang kosong, pandangan yang kosong, tetapi pikirannya justru penuh dengan dugaan-dugaan. Ia tidak menyimak penjelasan dosen, hanya duduk termenung memikirkan Nancy dan juga Billy.

Untuk mengetahui lebih jelas kenapa Ina bisa berakhir seperti itu, kita kembali sejenak ke kejadian semalam, tepatnya setelah chatting-an terakhir dari Billy. Jujur saja, ia memilih untuk tidak menggubrisnya, sengaja tidak membalas dan ditinggal pergi tidur. Meskipun sempat kesusahan sejenak, ia berhasil tidur malam itu dan terbangun dengan natural. Ina menguap dengan lebar sembari melirik jam dinding. Sudah pukul delapan pagi.

"Kelas pertamaku jam berapa, ya?" gumamnya pelan sambil meraih ponsel untuk mengecek jadwal. Namun, baru saja ia menatap layar ponsel, rasa kantuknya seketika menghilang.

Kedua mata Ina membulat. Ada 100 missed calls dan 500 messages. Semuanya berasal dari satu nomor kontak yang sama, Billy.

"A-apa-apaan ini? Dia itu sengaja mau ganggu atau gimana, sih? Gila!"

Kesal dan juga penasaran, Ina membuka pesan dari Billy dan membacanya. Siapa sangka, dari 500 pesan tersebut kalimat yang diketik berbeda semua, tidak ada copas ataupun spam "P" sama sekali. Kemudian dari semua itu intinya hanya satu. Billy ingin meminta kontak Nancy.

Ina mendesah panjang. Untung saja sebelum tidur ia terbiasa menyetel silent. Ia kembali mengecek pesan terakhir yang dikirim oleh Billy dan terkejut lagi. Pesan tersebut dikirim pada pukul 05.45.

Apa dia tidak perlu tidur? Sepanjang malam Billy kerap mengirim pesan dan menelpon kepadanya semata-mata hanya untuk mendapatkan nomor Nancy. Kenapa ia tidak berhenti dulu dan lanjutkan besok? Lagipula itu memang jam orang tidur, mengesampingkan Ina sengaja abai apa tidak. Entah harus bilang dia pantang menyerah atau bodoh.

"Baiklah, aku akan membantunya. Untuk terakhir kali ini."

 Dalam satu tarikan napas, dengan secepat kilat Ina mengirim nomor kontak Nancy kepada Billy lalu menutup ponselnya. Ia tidak ingin tahu apa-apa lagi, anggap saja ini adalah sebuah kecerobohan atau ketidaksengajaan. Pokoknya Ina angkat tangan.

Sayang sekali, rasa keingintahuannya tidak bisa terbendung dan jadilah sekarang ia begitu cemas serta penasaran. Sampai-sampai Ina tidak memperhatikan pelajaran hingga kelas berakhir. Ia yang melamun pun disadarkan oleh salah satu teman sekelas yang baik hati. Usai berterima kasih dengan kaku, Ina segera keluar dari kelas.

***

"Ada apa kamu kemari?"

Ina, yang diam-diam membuntuti Nancy setelah melihatnya keluar dari kelas hingga latihan ngeband dengan temannya di studio musik, ketangkap basah sedang mengintip sahabatnya dari luar pintu. Ia panik, matanya jelalatan. “Ah, emm, selamat sore,” sapanya kikuk.

"Ada apa kemari?" ulangnya. "Bukannya aku sudah bilang kalau aku ingin sendirian?"

Ina semakin salah tingkah. "I-iya, aku tahu. Tapi aku hanya mau tanya soal Billy ...."

"Billy? Ada apa dengan Billy?"

"Apa dia ada mencarimu?"

Nancy menaikkan sebelah alisnya. "Mencariku? Sejak saat itu aku tidak pergi ke bar lagi dan dia juga tidak tahu rumahku, bagaimana bisa dia mencariku?"

Ina menggeleng dengan cepat. "Bukan, bukan soal itu. Maksudku, apa Billy ada ... chatting-an denganmu?"

"Apalagi itu? Kami belum pernah tukeran nomor, bagaimana kami bisa chatting-an?"

"Tapi dia—"

"Sudah, deh, jangan ngawur. Aku tidak tahu apa tujuanmu bertanya seperti itu, tapi aku sedang latihan manggung dengan temanku. Jadi sebaiknya kamu pergi dan jangan mengangguku atau mencariku lagi untuk sementara ini."

Usai berkata dengan dingin, tanpa memberi Ina kesempatan untuk sekadar menimpalinya, Nancy menutup pintu dengan cepat dan masuk kembali ke dalam ruangan studio.

Ina hanya melongo di tempat. Kenapa ... apa yang telah terjadi? Bukankah ia sudah mengirimkan nomor Nancy kepada Billy? Tidak ingin menduga, Ina segera mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi chatting. Kedua matanya langsung membelalak.

"Read doang?!" Ina tidak bisa percaya. Setelah spam ponselnya dari tengah malam hingga pagi untuk mendapatkan nomor Nancy, tapi begitu dapat hanya dilihat saja? Keterlaluan!

Kamu belum telepon Nancy?

Aku sudah berikan nomornya knp hnya diread aj?

Selesai mengetik, Ina langsung mengirim ke Billy. Tak terduga, dalam detik itu terkirim, dalam detik itu juga Billy langsung online dan membaca pesannya.

"Oh, langsung dibaca. Ok, mari kita lihat apa balasanmu."

Baru selesai berkata, kedua mata Ina seketika membulat. Bagaimana tidak? Baru saja tulisan "online" muncul di bawah nama Billy untuk sekejap, sekejap berikutnya sudah menghilang. Pertanda, Billy tidak membalasnya lagi setelah membacanya.

"Sepertinya dia memang sengaja mau ngajak ribut."

Ina mencoba untuk mengirimkan lagi beberapa pesan untuk meneror balik. Namun, ternyata usahanya tidak berhasil karena kali ini Billy sama sekali tidak membaca chatting-an lagi. Tak dihiraukan, kali ini Ina memutuskan untuk langsung menghubunginya. "Kalau Billy tidak angkat, aku beneran gak mau peduli—"

"Hei."

Ina sedikit terkejut. Siapa duga dalam dering kedua Billy akan mengangkat teleponnya?

"Hei, kenapa kamu read saja tidak balas pesanku? Kamu sudah menggangguku sepanjang malam, tapi begitu kukasih nomornya kamu malah abaikan aku?"

"... Aku baru ingin menelponnya."

"Apa kamu tidak bisa mengucapkan terima kasih dulu? Tidak pernah diajar tata krama?"

"... Terima kasih."

"Kenapa kamu tidak—"

"Aku akan menelponnya."

Kemudian sambungan telepon mereka pun terputus, ditutup oleh Billy secara sepihak sehingga Ina langsung melongo.

"Brengsek! Aku belum selesai ngomong dia sudah tutup duluan? Kurang ajar banget ini orang!" Dengan kasar Ina mematikan ponsel dan memasukkannya ke dalam saku. "Jadi katanya dia mau telepon, kan? Ya sudah, aku tidak peduli lagi! Lebih baik aku pulang saja!"

Tidak ingin memikirkan lebih lama—atau otaknya akan kehabisan oksigen, Ina memutuskan untuk beranjak pergi. Namun, tidak sampai lima langkah ia berjalan, tiba-tiba suara pintu yang didobrak dengan keras mengejutkannya. Nancy keluar lagi dari ruang studio.

"Kamu ... apa yang kamu lakukan dengan Billy?" tanya Nancy sambil membelalak.

"Aku? Aku tidak melakukan apa-apa dengan Billy kok, swear!" elak Ina yang tanpa sadar sudah keringat dingin. Apa yang telah Billy katakan pada Nancy?

Tidak menyadari wajah Ina yang mulai pucat karena takut serta khawatir, dalam seketika Nancy menghampiri Ina dan mencengkram erat kedua tangannya.

"Dia ... Billy ... Billy ajak aku dating, Na!”


***

TBC ke part 2 😘

Twisted Fate (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang