4. Part 2

40 6 7
                                    

Jam menunjukkan pukul 10.25 ketika mobil Pak Gilang, sopir sekaligus tukang kebun rumah, tiba di depan kampus Ricky. Mengabaikan beberapa pasang mata yang kerap curi pandang terhadapnya, Ricky berjalan dengan santai tanpa merasa bersalah ataupun dikejar waktu.

Saat tiba, Ricky membuka pintu dengan lantang. Berbeda dari kelas kemarin, hari ini tidak ada yang menoleh ke arahnya. Bahkan, sepertinya tidak ada yang menyadari kehadirannya karena saking ramainya suasana kelas hari ini. Kelasnya Asisten Dosen, Kevin.

“Kak Kevin, Kakak sudah punya pacar, belum?”

Entah kenapa dan bagaimana, mayoritas hampir semua mahasiswi yang mengambil posisi duduk di depan kelas sedang berebutan bertanya kepada asdos. Pertanyaan yang jelas-jelas tidak ada hubungannga dengan mata kuliah.

Come on, guys. Kita sedang dalam pelajaran. Untuk pertanyaan pribadi kita jawab di lain waktu saja, ya? Saya buka sesi tanya jawab hanya untuk soal pelajaran kita hari ini,” jawab si pemuda berkacamata yang menjadi sasaran massal para perempuan.

Yakin tidak akan disadari, Ricky pun dengan santai berjalan ke tempat duduk favoritnya—bangku ujung kanan paling belakang. Sesampainya di sana, ia pun menyenggol salah seorang yang duduk paling dekat dengannya.

“Eh, buset, ketekan!” seru si pria yang barusan disenggol Ricky. Ia yang nyatanya sedang sibuk main game pun merepet tidak jelas, lalu menoleh kepada Ricky. “Apaan, sih, kamu? Jadi kalah, kan, aku!”

“Itu cewek-cewek lagi ngapain di depan?”

Pria itu melengos lalu kembali fokus pada smartphone-nya. “Tahu, tuh. Asdos mulai sesi tanya jawab, lalu tiba-tiba saja para cewek gila seperti kerasukan rebutan bertanya.”

Ricky membentuk bibir O bulat lalu mengangguk paham. Namun, baru beberapa detik setelah menjawab, pria malang itu sekali lagi disenggol kuat oleh Ricky, sekali lagi mengumpat.

“Kalau itu cowok-cowok lagi ngapain?” tanyanya menunjuk ke arah yang berlawanan.

Pria yang kesal setengah mati itu melihat ke arah yang ditunjuk oleh Ricky. Jika di depan kelas dipenuhi oleh kaum hawa mengerbu seorang adam yang malang, di sisi bagian belakang ternyata juga mengalami hal yang serupa tapi kebalikannya. Seorang perempuan tengah dikerumuni oleh sekelompok pria yang bagai serigala liar.

“Kau buta, ya? Masa tidak tahu kalau mereka semua lagi pedekate?”

“Pedekate?” Kedua pupil Ricky membulat. “Seramai itu? Hanya sama satu cewek?”

Pria game hanya mengedikkan bahu lalu kembali ke permainannya, tidak ingin lagi peduli pada Ricky maupun kelas yang setengah hancur begini. Sementara Ricky mengerutkan kening kebingungan.

Memangnya secantik apa cewek itu sampai di kerumuni begitu?

Panjang umur. Perempuan yang membuatnya penasaran telah berdiri dengan tiba-tiba, menciptakan suara gesekan kursi yang sangat keras, mengagetkan semua orang termasuk Ricky, begitu pun dengan asdos.

“Dia si cewek paper clip kemarin? ... Ana?”

Wajah Ana yang telah Ricky kenali itu terlihat pucat. Sambil menenteng tas dan mengapit buku-bukunya dengan acak di lengan, gadis itu berlari ke depan kelas menghampiri Kevin. Ia mengatakan sesuatu kepada asisten dosen, yang tak lama setelah diberi anggukan setuju, lalu bergegas keluar dari kelas.

Ajaibnya, kelas yang baru saja seperti kapal pecah telah sunyi total. Tidak ada yang bersuara sama sekali, antara merasa canggung dan kaku, atau tidak tega dengan kepergian primadona kampus dengan mendadak. Kevin berdeham mengambil perhatian.

Twisted Fate (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang