Bab 6

30K 3K 152
                                    

"Mati saja kau Alfarazan!" desisku tertahan sambil menatap tajam ke ruangan yang pintunya sudah tertutup rapat. Aku menggeram kesal. Andai aku punya tanduk, sudah pasti tandukku keluar karena saking jengkelnya.

" Dell, are you oke?"

Reno menatapku dengan tatapan kasihan, begitu juga Bang Gani.

" Dell?" Suara Bang Gani melembut. "Tarik napas, hempuskan pelan-pelan. Yang sabar ya,"

Aku menghempaskan bokongku di kursi lalu memijit pelipisku beberapa kali. Jadi begini yang dia maksud mau membantuku melupakan mantan? Memberiku setumpuk pekerjaan yang berkali lipat dengan deadline yang singkat?

What the hell!

" Bilang Mas Doni gih! Suruh dia balik lagi."

Tidak ada yang menyahut. Ketika aku melirik sekeliling, Reno, Bang Gani, Juni, sama Leni langsung pura-pura sibuk. Bahkan saking amatirnya Juni yang sekedar ikut pura-pura, dia membaca jurnal keuangan dengan posisi terbalik.

" Kebalik keleus Jun! Ngggak usah sok ikutan sibuk!" Semburku penuh emosi.

" I-iya mbak." Juni udah macam kerupuk kecebur kuah soto, mlempem.

Aku memejamkan mata sejenak, lalu memijit pangkal hidungku pelan.

" Mas Doni, aku kangen kamu mas. Aku mau dijadiin istri keduamu, daripada kerja rodi disini."

Bukannya iba, aku justru mendengar Leni dan Reno terbahak. Sialan! Teman macam apa mereka?

Jadi gini pemrisa, aku mau ngasih tahu kalau Mas Doni sudah resmi Resign minggu lalu. Alasannya, dia ingin fokus merawat ibunya sekaligus mengembangkan usaha keluarganya. Jadilah posisi Mas Doni sebagai Manajer Devisi Keuangan digantikan oleh si kutil Alfarazan. Itu berarti, dia jadi boss langsungku. Heran juga aku, kenapa dia malah milih turun pangkat jadi manajer kalau dia sendiri harusnya bisa lebih dari itu? Ya secara, dia anak angkatnya Pak Romi gituloh!

" Ardella, bisa masuk ruangan saya sebentar?" Sebuah kepala menyembul keluar dan matanya menatap lurus ke mejaku.

Apalagi woy!

" Iya, pak." Aku mengangguk pasrah.

" Apa lihat-lihat?" Aku melotot sebal ke arah Reno dan Bang Gani yang sudah mengulum bibir menahan diri untuk tidak tertawa. Salah apa aku, sampai punya temen macam Reno dan Bang Gani. Eh Leni juga, dia malah sudah terkikik menertawakanku. Sahabat macam apa sih, si Leni itu? Kalau aku lelang, laku nggak ya?

Aku baru saja membuka ruangan Pak Razan ketika dia sudah bersuara, " Masuk, duduk sini."

Dulu ruangan ini sama sekali tidak terkesan menyeramkan waktu Mas Doni yang nempati. Secara, Mas Doni itu orangnya ramah, supel, juga jarang marah meski terkadang kerjaanku dan yang lain masih banyak kesalahan. Tapi berbeda dengan sekarang, rasanya aku sangat menghindari ruangan ini. Pemilik ruangan ini yang tadinya bak malaikat di siang bolong, berubah menjadi maung yang siap menerkam kapan saja.

Rawrrr!

" Duduk sini, bukan situ."

Oke, sabar. Aku berjalan menuju mejanya lalu menarik kursi dan duduk tepat di depannya.

" Ada apa ya pak?"

" Yang pembangunan gedung di Magelang, laporan pembiayaannya sudah jadi?"

Astaga orang ini!

" Bapak baru menanyakan hal ini tadi pagi dan sudah saya jawab kalau deadline-nya masih satu minggu lagi. Ini sudah ditentukan sama Mas Doni sejak awal." Aku menghembuskan napas pelan.

Entire Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang