" Dell, can i kiss you?"
Untuk sejenak, aku hanya bisa mengerjapkan mata. Aku beringsut mundur sampai mentok pinggiran kaca.
" Emm, belum sikat gigi." Aku mengunci bibirku rapat sampai membentuk garis, lalu menggeleng.
" Memangnya harus?"
Aku mengangguk beberapa kali sebagai jawaban. Selain karena aku belum sikat gigi, aku belum siap dapat serangan sepagi ini. Lagian aku nggak pede lah. Hih gimana ya ngomongnya?
" Nggak papa." Mas Razan mencondongkan badannya dan aku sudah tidak bisa mundur lagi karena punggungku sudah mentok.
Untuk sejenak aku berpikir. Gimana ya caranya nolak tapi nggak bikin Mas Razan tersinggung? Aduh plisss, aku nggak pede asli.
" Dell---"
Kalimat Mas Razan terputus ketika aku memeluknya dan kuletakkan daguku di bahu kirinya. Aku menarik napas panjang lalu berbisik.
" Setelah mandi, janji. Aku juga udah kebelet pipis. Nanti nanggung."
Aku memejamkan mata sejenak lalu perlahan mundur sambil menyingkirkan tangan Mas Razan kemudian ngacir ke kamar mandi. Berhasil.
Aku menghembuskan napas panjang setelah menutup pintu kamar mandi. Aku menyentuh dadaku beberapa kali untuk menenangkan diri.
" Dell, can i kiss you?" Wajahku langsung memanas begitu ingat itu. Ya ampun, pagi pertamaku jadi pengantin baru gini amat ya? Aku menepuk wajahku beberapa kali sabil berjalan ke arah wastafel. Aku bergegas sikat gigi lalu lanjut mandi.
Tidak ada dua puluh menit kemudian aku sudah selesai. Namun aku baru ingat kalau tadi waktu aku masuk kamar mandi aku tak membawa apapun. Aku membuka lemari kecil di samping wastafel dan bernapas lega ketika menemukan tumpukan handuk bersih di sana. Dan kabar baiknya lagi, di lemari itu juga ada jubah mandi. Ini jauh lebih baik daripada aku keluar hanya pakai handuk yang bahkan tidak akan menutupi setengah pahaku.
Persis seperti tadi malam, pelan-pelan aku membuka pintu kamar mandi lalu kepalaku menyembul keluar. Bedanya, kalau tadi malam Mas Razan ada di kamar, kali ini enggak. Entah dia pergi kemana. Eh tapi bagus sih, aku jadi bisa lebih leluasa ambil pakaian.
" Eh koperku mana?" Tanpa sadar aku menggumam ketika aku tak menmukan koperku. Aku yakin sekali koperku masih di sisi nakas tempat tidur karena aku belum sempat beresin semuanya.
" Disini." Aku berjengit ketika mendengar duara itu. "Aku bantu nata baju kamu di lemari." Aku menoleh dan ternyata Mas Razan sedang berdiri di depan lemari dengan pintu terbuka lebar. Pantesan nggak keliatan, orang dia ketutupan pintu lemari.
" Kirain dimana." Balasku sambil menghampiri Mas Razan. "Sisanya biar aku aja mas,"
" Tinggal dikit kok."
" Hngg jangan, biar aku aja. Apalagi yang koper kecil itu." Aku meringis sambil menggarup pelipisku.
" Emang isinya apa?"
" Isinya bisa bikin sakit mata. Udah Mas Razan duduk aja sana!"
Fyi, koper yang kecil isinya dalemanku sama keperluan pribadi yang lain. Maksudku keperluan perempuan. Ya, meskipun Mas Razan ini suamiku bukan berarti aku nggak malu kalau barang pribadiku terpapang gitu aja di depan matanya.
" Buruaaaan mas. Duduk aja. Aku mau ambil baju." Aku mendorong Mas Razan agar menjauh.
" Ganti bajunya ntar aja."
" Eeeeh---" Mas Razan menarikku ke meja rias persis seperti tadi. Dia lagi lagi mendudukkanku disana.
Jantungku mulai nggak karuan ketika Mas Razan hanya diam menatapku. Tatapannya seperti minta izin, tapi aku nggak ngerti juga. Ih pokoknya tatapnnya persis kaya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entire Love (END)
Ficción GeneralArdella Ayuning Putri (Della) dikhianati pacar sekaligus sahabatnya. Radit dan Rere, dua orang yang sangat dia sayangi, justru menghancurkan kepercayaannya hingga berkeping-keping. Di saat Della melampiaskan kekesalannya di atap hotel, dia bertemu...