Tarik napas, keluarkan. Tarik napas lagi, keluarkan lagi. Tarik napas lagi, tahan satu jam, oke, aku mati.
Apasihhh!
Sudah sekitar lima menitan aku berada di kamar mandi cuma berdiri sambil ngaca di kaca wastafel. Aku melirik arlojiku, masih jam delapan kurang sepuluh menit. Aku melongok ke arah lobi, berharap Pak Razan sudah pergi ke ruangannya. Aku tersenyum lega begitu tidak mendapati Pak Razan di sana. Pasalnya sekitar lima menit yang lalu, baru aja aku masuk lobi, aku melihat Pak Razan sedang berdiri di depan meja resepsionis dengan ponsel di telinganya. Begitu melihat dia ada di sana, aku langsung menutup wajahku dengan tas lalu ngacir ke kamar mandi.
" Udah pergi kan?" Gumamku sambil mengelus dada pelan. Lega rasanya.
Asli, rasanya aku udah nggak punya muka di depan Pak Razan gara-gara kejadian kemarin sore. Aku tahu, tidakannya itu menandakan kalau dia gentle, tapi tetap saja aku malu bukan main. Ketahuan tembus sama temen sendiri aja, kalau itu laki-laki, aku udah malu setengah mati. Lha ini kok sama Pak Boss, udah gitu dia pakai ngerelain jasnya buat nutupin rokku sekaligus aku dudukin sampai rumah. Mana jas itu pasti mahal banget. Keliatan dari bahannya waktu tadi malam aku cuci pakai tangan.
Ting!
Begitu lift terbuka, aku segera masuk dan menekan tombol menuju lantai tempat ruanganku berada. Sepanjang lift naik menuju ruanganku, aku terus merapalkan doa supaya hari ini aku dihindarkan dari Pak Razan. Kalau boleh, aku malah pengen menggantikan Juni survey lokasi ke Gunung Kidul agar hari ini aku nggak ada di kantor. Jadi dengan kata lain aku bisa aman. Please, setidaknya hari ini aku jangan ketemu dulu sama tuh pak boss satu.
" Pagi semuanya!" Sapaku begitu masuk ke ruangan.
" Hm,"
" Pagi,"
" Juga."
" Loh Juni mana?" Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.
" Kan Juni ke Gunung Kidul." Itu suara Bang Gani.
" Lah emang langsungan?"
" Habis finger print, anak itu langsung cus sama anak devisi sebelah."
Yah, aku kecewa pemirsa.
" Kemarin jadi ke Magelang, Dell? Gantiin Mas Doni?" Tanya Reno sambil berjalan ke arahku. Dia menyerahkan laporan mingguan yang kemarin sempat aku tagih karena Mas Doni yang memintanya.
" Iyap." Aku menerima map yang dibawa Reno terus menyatukan dengan laporan mingguanku.
" Hari ini berarti kamu juga yang nemenin Pak Razan ke Klaten buat ngecek gedung satunya?"
" Hah? Emang Mas Doni nggak masuk?"
" Mas Doni izin cuti tiga hari Dell, lusa dia baru berangkat."
Matilah aku, aku lupa kalau perusahaan lagi bangun dua gedung sekaligus. Satunya di Magelang, satunya lagi di Klaten.
"Kecelakaan yang menimpa ibuknya cukup parah soalnya. Dan kamu juga tahu kalau Mas Doni itu anak tunggal." Lanjut Reno kembali menuju mejanya.
" Eh Ren, gimana kalau kamu aja yang gantiin Mas Doni?" Aku menoleh ke arahnya sambil menunjukkan ekspresi memelas.
" Ogah! Kan yang itu emang tanggung jawab kamu dan Mas Doni. Kalau Mas Doninya nggak bisa, ya kamu berarti yang gantiin dia."
" Iya Dell, kan proyek gedung di Magelang sama Klaten emang tugasnya kamu." Timpal Bang Gani kemudian.
" Lagian kalau aku jadi kamu malah seneng lah, bisa berduaan sama Pak Boss ganteng." Timpal Leni dengan mata tetap fokus pada layar laptop di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entire Love (END)
General FictionArdella Ayuning Putri (Della) dikhianati pacar sekaligus sahabatnya. Radit dan Rere, dua orang yang sangat dia sayangi, justru menghancurkan kepercayaannya hingga berkeping-keping. Di saat Della melampiaskan kekesalannya di atap hotel, dia bertemu...