"Selamat pagi, pak." Sapaku ketika Pak Razan barusaja keluar dari kamarnya semetara aku sudah berdiri di depan pintu kamarnya kurang lebih sekitar lima menit. Kami baru bertemu kembali setelah tadi malam begitu sampai Bali kami langsung istirahat di kamar masing-masing.
" Hm. Kita naik, sarapan dulu."
" I-iya pak."
" Bawa laptopnya kan?"
" Ini." Aku menunjukkan tas hitam berisi laptop dan berkas yang Pak Razan minta.
" Bagus."
Aku mengekor di belakang sambil sesekali mengamati Pak Razan yang tampak lebih muda dengan pakaian santainya. Selama ini aku selalu melihatnya pakai kemeja atau baju semi formal lainnya. Baru kali ini aku lihat dia pakai celana bahan longgar dan kaos kedodoran, tapi terlihat bagus di badannya.
" Mau makan apa?"
" Apa saja pak."
" Samakan saja ya, biar cepet." Aku mengangguk.
Setelah memesan makanan, kami mencari meja paling ujung. Tak henti-hentinya aku tersenyum mengamati pemandangan kota Bali dari lantai sepuluh. Memang, restoran hotel ini terletak di lantai paling atas, jadinya pemandangan Pulau Bali terlihat sangat jelas dari sini. Aku bahkan bisa melihat Patung GWK dengan jelas.
" Pernah ke Bali sebelumnya?" Tanya Pak Razan membuka percakapan.
" Ya pernah lah, pak. Kan saya sama Mas Doni yang ngurus kontrak waktu itu."
" Maksud saya yang bukan urusan kerja."
" Pernah, dulu waktu SMA. Jadi ini ke Bali ketiga kalinya."
" Oh."
Hening. Kok jadi canggung ya? Rasanya kikuk sarapan di hotel, cuma berdua.
" Kalau bapak udah berapa kali?"
" Sepuluh kali, atau mungkin ini yang ke-sebelas. Saya lupa." Jawabnya sambil menyeruput air putih yang memang sudah tersedia sebelum pesanan datang.
" Hah? Serius? Udah hafal sama Bali dong!"
" Tidak juga."
" Saya saja baru tiga kali rasanya kaya udah banyak banget."
Tidak ada sahutan. Pak Razan malah membuka laptop yang aku bawa. Aku sendiri bisanya cuma diam tak tahu harus gimana.
" Dulu kamu sama Doni gimana ngerayunya sampai perusahaan ini mau kerjasama?"
" Hmmm, waktu itu mereka tertarik sama salah satu produk kita yang terbaru. Kata mereka itu menjanjikan makanya mereka tertarik. Saya nggak tahu pasti sih, gimana detailnya. Soalnya waktu diskusi serius, yang diskusi sama sana cuma Mas Doni saja. Saya kaya orang ilang nunggu di luar."
" Kamu tahu nggak, anak pemilik perusahaan itu perempuan?" Aku menggeleng. Mana aku tahu, aku tahunya cuma suruh gantiin Leni menemani Mas Doni ke Bali.
" Waktu itu Doni sudah menikah apa belum, Dell?"
" Belum. Tapi udah tunangan."
Pak Razan tampak mengangguk beberapa kali. Ini maksudnya gimana sih?"
" Hubungannya sama Mas Doni apa ya pak?"
" Ini hanya dugaan saya, tapi saya kira anak dari pemilik perusahaan menyukai Doni."
" Loh? Kok bisa?"
" Saya sudah meneliti berkali-kali Dell, bahkan kemarin lusa saya nggak bisa tidur. Tidak ada alasan jelas kenapa mereka tiba-tiba ingin memutuskan kontrak begitu saja. Penjualan produk kita kan masih stabil, bahkan cenderung meningkat tiap bulannya. Kalau kerja sama ini murni karena ingin sama-sama menguntungkan perusahaan, saya rasa mereka tidak ada alasan untuk tiba-tiba membatalkan kontrak begitu saja. Mereka jelas dapat keuntungan dari segi finansial."
KAMU SEDANG MEMBACA
Entire Love (END)
Fiksi UmumArdella Ayuning Putri (Della) dikhianati pacar sekaligus sahabatnya. Radit dan Rere, dua orang yang sangat dia sayangi, justru menghancurkan kepercayaannya hingga berkeping-keping. Di saat Della melampiaskan kekesalannya di atap hotel, dia bertemu...