" Della?"
" Ardella?"
" Mbak Dellaaaaaaa!"
Aku terlonjak kaget ketika mendengar teriakan itu. Bahkan karena saking kagetnya aku langsung berdiri. "Apa? Apa? Siapa yang manggil aku?" Aku celingukan dengan detak jantung berdegup kencang karena kaget.
" Mbak Della dipanggil Bang Gani tuh." Ucap Juni sambil menunjuk Bang Gani dengan dagu. "Ngelamun terus dari tadi, sampai nggak denger Bang Gani panggil berkali-kali."
" Ya maaf. Manggil aku bang?" Tanyaku bingung.
" Iya, dari tadi. Tapi nggak jadi."
" Lah kenapa?"
" Nggak papa Dell, nanti kamu tahu sendiri." Jawab Bang Gani sok misterius.
" Ya udah."
Aku kembali duduk, mataku kembali fokus ke arah ruangan yang pintunya tertutup rapat. Sudah tiga hari, pemilik ruangan itu tidak ada kabar sama sekali. Memang salahku, dengan tanpa pikir panjang langsung bertanya andai 'putus' gimana, padahal kami baru saja memulai. Aku memang bodoh, dan aku memang egois. Ya, kali ini aku sadar betul itu.
Jadi sejak malam itu, maksudku ketika aku mengangkat telfon dari Pak Razan dan bilang kata andai kami 'putus', tak berselang lama Pak Razan langsung menutup telfon setelah dia menanyakan alasan namun tak kunjung kujawab. Malam itu memang aku hanya diam dan menangis. Sebenarnya aku ingin kami bicara langsung, tapi keadaan tidak mendukung kareana keesokan harinya Pak Razan terbang ke Bali dan dia sama sekali tidak memberiku kabar. Bahkan ketika aku mengirim pesan whatsapp untuk bertemu di pagi harinya, Pak Razan tidak membacanya.
Aku tersenyum miris. Memang sekarang aku siapa? Apa aku masih bisa disebut sebagai calon istrinya?
" Mbak, nggak makan siang apa?" Juni menyenggol lenganku.
" Eh gimana Jun?"
" Aku lihat tiga hari ini kok Mbak Della kaya lemes banget. Ada apa? Mbak Della sakit?"
" Enggak kok, aku nggak papa. Lagi nggak bagus aja moodnya. Hehe."
" Ya udah ayo makan, aku yang traktir gimana?"
" Nggak usah Jun, beneran. Bekal sarapanku tadi masih, lagipula aku nggak terlalu lapar." Aku meringis.
" Apa Mbak Della kangen sama Mbak Leni?"
" Hmmm, mungkin. Rasanya kantor sepi aja nggak ada Leni. Reno juga, dua hari ini dia nggak masuk."
Oh iya, aku lupa memberi tahu kalian kalau Leni akan menikah, tepatnya dua hari mendatang. Jadi dia mengambil cuti sepuluh hari karena pernikahannya. Mungkin ini terlihat agak mengejutkan karena terlalu mendadak dan terlalu tiba-tiba. Aku saja sempet kaget dan nggak percaya. Tapi tenang, Leni menikah buru-buru bukan karena MBA, melainkan karena ibu dari mempelai laki-laki sedang sakit-sakitan dan meminta pernikahan anaknya segera dilangsungkan. Untuk detailnya bagaimana, aku belum tahu pasti, karena Leni baru cerita sedikit, itupun di telfon.
" Ya udah mbak, kalau gitu aku cari makan dulu ya, mumpung istirahatnya masih lama."
" Iya Jun, maaf ya."
" Nggak papa ih. Aku yang sedih lihat Mabk Della murung terus tiga hari ini. Mana nggak mau bilang juga kenapa." Juni menekuk bibirnya.
" Nggak papa kok. Buruan sana, beli makan."
" Oke mbak, duluan ya!"
Setelah Juni pergi, di ruangan tinggal aku dan Bang Gani. Evan entah kemana dia, sejak jarum panjang menunjukkan angka dua belas, dia langsung ngacir pergi keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entire Love (END)
Fiksi UmumArdella Ayuning Putri (Della) dikhianati pacar sekaligus sahabatnya. Radit dan Rere, dua orang yang sangat dia sayangi, justru menghancurkan kepercayaannya hingga berkeping-keping. Di saat Della melampiaskan kekesalannya di atap hotel, dia bertemu...