"Mbak Dell, buruan. Ayah sama Ibuk udah nunggu di mobil." Lagi-lagi Dimas menggedor pintu kamarku dengan brutal.
" Mbak Dell---"
" Berisik!" Aku membuka pintu dan Dimas lansung mingkem.
" Waw!"
" Ape lu?"
" Cantiknya mbakku," Dimas menatapku dari atas sampai bawah.
" Kepaksa aku kaya gini, tau nggak?" Aku mendengus.
" Nggak papa mbak, sekali-kali."
Jadi malam ini aku dan keluarga mau kondangan ke tempat saudara, lebih spesifiknya anak dari adiknya ayah. Karena acaranya di hotel dan bertema adat jawa, akhirnya kami yang kondangan juga menyesuaikan. Setidaknya untuk keluarga, semua yang hadir wajib memakai batik untuk laki-laki dan kebaya untuk perempuan. Jadilah kami berempat sarimbitan.
" Della, Dimas, buruan turun!" Itu suara ibuk.
" Iya buk,"
Dimas terkekeh ketika melihatku turun tangga pelan sekali karena tak biasa memakai kebaya. Apalagi bagian roknya sempit, makin susah jalan.
" Dandan gini aja lama banget. Acaranya jam tujuh ini udah jam setengah tujuh lebih."
" Masih lama kali buk, hotelnya deket kok,"
" Kan kita keluarga inti, jadi datangnya harus lebih awal. Nggak menghargai namanya, kalau datangnya aja telat."
" Iya buk, iya."
Akhirnya kami berempat masuk mobil dan kali ini Dimas yang jadi supirnya. Tidak memakan waktu lama, kami sudah berada di pelataran hotel. Aku melongo cukup lama melihat betapa banyaknya mobil tamu undangan. Aku lebih dibuat menganga lagi ketika hampir sampai di aula yang digunakan untuk respsi. Asli, ini super mewah pakai banget. Habis berapa ratus juta ya, buat gedung sama dekorasinya? Belum catering dan lain-lain. Wah, jangan-jangan suaminya Bian itu miliader.
" Hai Mbak Novi, Mas Surya. Selamat datang." Aku melihat Bulek Aul menyalami kedua orang tuaku.
" Selamat ya Dek, semoga Bian dan suami menjadi keluarga yang harmonis."
" Amin mbak, amin. Eh ada Della sama Dimas juga---"
Aku tidak begitu memperhatikan basa-basi ala Bulek Aul. Aku cuma pasang senyum seramah mungkin dan tidak terlalu menanggapi. Tak lupa, aku juga menyalami keluarga besarku yang lain. Sebenarnya ada beberapa yang tidak begitu aku kenal, tapi aku tahu kalau mereka-mereka ini keluarga besarku. Aku pernah lihat mereka waktu Dimas khitan, dulu banget.
...
" Della, kapan nyusul? Bian itu adik kamu loh. Dia aja udah, masak kamu belum?"
Nah ini nih, ini nih, yang aku nggak suka kalau keluarga besar kumpul.
" Pan kapan bulek, belum ketemu jodohnya, hehe."
" Dicari lah. Usaha. Bian aja bisa, masak kamu enggak? Bian lebih muda dari kamu dua tahun loh. Jangan sampai kalah sama Bian."
Seriously, aku pengen pulang saja rasanya. Baru juga sepuluh menit aku datang, rasanya udah nggak betah.
" Buk, aku mau ambil minum dulu di sana ya, haus." Ibuk mengangguk. Praktis aku menjauh dari kerumunan keluarga besarku. Apalagi waktu lihat Bulek Aini datang, bisa makin berabe nantinya. Dua bulekku itu kan paling nggak bisa diem kalau lihat aku. Nggak tau juga kenapa.
Aku mengedarkan pandangan ke deretan minuman di atas meja. Pilihanku jatuh pada minuman berwarna kuning yang aku yakini rasa jeruk.
" Ternyata bener kamu. Saya hampir pangling."
KAMU SEDANG MEMBACA
Entire Love (END)
Fiksi UmumArdella Ayuning Putri (Della) dikhianati pacar sekaligus sahabatnya. Radit dan Rere, dua orang yang sangat dia sayangi, justru menghancurkan kepercayaannya hingga berkeping-keping. Di saat Della melampiaskan kekesalannya di atap hotel, dia bertemu...