Aku berjalan gontai menuju kantor. Sesekali aku memainkan jariku lalu mulai kesal sendiri. Akhir-akhir ini aku udah nyaris seperti orang yang nggak mempunyai semangat hidup. Aku baru tahu kalau putus cinta bisa semenyesakkan ini. Padahal sudah jelas aku yang minta putus, tapi tetap saja aku merasa sakit hati. Bayangan Radit dan Rere sedang bermesraan membuatku ingin marah.
"Hai Dell, kok lemes?" Mas Doni menyapaku. Tampaknya dia juga barusaja datang.
"Biasa mas, laper belum sarapan." Mas Doni hanya tertawa lalu menunjukkan satu kotak bekal yang dia bawa.
"Ini aku tadi dibawain bekal sama istri. Kamu bisa makan ini"
"Eh jangan lah, masak aku yang makan. Kasian istrinya mas, udah buatin bekal masak aku yang makan." Padahal aku bilang lapar kan cuma bohong. Yakali aku berangkat kerja nggak sarapan, bisa dicincang ibuk kalau sampai magku kambuh.
Keningku berkerut samar ketika Mas Doni justru tertawa lagi.
"Santai Dell, nanti dimakan sama yang lain juga. Ini isinya sendwich ala ala istriku. Dia kan suka masak terus nyoba menu baru gitu, makanya dia sengaja bawain aku ini biar dicicipi sama teman-temanku."
" Kalau kaya gitu ya nggak bisa nolak aku." Mas Doni tertawa lebih keras. Atasanku satu ini memang terkenal baik, ramah dan tanggung jawab sama anak buahnya. Kalau nggak ingat dia udah punya istri, bisalah kuembat. Tapi sayang, aku nggak mau jadi perusak rumah tangga orang. Mending lambaikan tangan dari sekarang.
Aku dan Mas Doni masuk lift yang sama diikuti karyawan lain yang nggak aku kenal. Sesampainya di ruanganku, aku sudah mendapati Leni sedang sarapan, Juni lagi make up, Reno asik ngunyah cemilan dan terakhir ada Bang Gani yang sudah sibuk dengan laptop di depannya. Bukan, Bang Gani bukannya terlalu rajin, tapi dia lagi main game.
" Pageee semuanya." Sapaku sambil menjatuhkan bokongku di kursi kebesaran.
Kebesaran apa, kursi kacung lha iya.
" Hm, pagi." Balas mereka malas-malasan. Aku barusaja meletakkan tas dan menyalakan laptop ketika Mas Doni keluar lagi dari ruangannya.
" Hai teman-teman, nih istriku bawa bekal dikit. Dimakan ya." Mas Doni membuka kotak bekalnya. Tak ada dua detik, kami berlima langsung berkerubung seperti semut yang nemu gula. Si Leni yang tadi asik sarapan juga nggak mau kalah.
" Makasih Mas Doni!"
Mas doni hanya tersenyum sambil mengangguk lalu masuk lagi ke ruangannya.
" Busset Leni, nasi kamu belum habis udah nyomot dua potong sendwich. Ckckck, perut kuli memang can't relate." Leni hanya mencibir ketika Bang Gani mengomentari pola maknnya yang gila-gilaan. Leni memang gitu, makan terus tapi bodi tetep bagus.
" Eh Dell, tadi aku lihat Radit nganter Rere berangkat." Ucap Leni disela-sela kunyahannya.
" Uhuk-uhuk." Aku tersedak sendwich yang barusaja masuk mulutku.
" Udah aku tebak kamu bakal kaget. Emang mereka tebal muka banget. Nih minum." Leni menyodorkan minumannya untukku.
" Makasih Len."
" Hm. Pokoknya ya Dell, kamu harus bisa dapetin cowok yang lebih oke dari Radit. Manfaatin kek, wajah kinyismu itu. Sekali-kali bolehlah, nangkring di sarkem kalau malem."
" Mulutmu Len, lemes banget! Yang ada aku dapatnya om om perut buncit kurang belaian." Balasku agak sewot.
" Mau hotel mana dek? Om ikut kamu." Timpal Juni dengan suara ganjen. Sepertinya dari tadi Juni ikut menyimak pembicaraanku dan Leni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entire Love (END)
General FictionArdella Ayuning Putri (Della) dikhianati pacar sekaligus sahabatnya. Radit dan Rere, dua orang yang sangat dia sayangi, justru menghancurkan kepercayaannya hingga berkeping-keping. Di saat Della melampiaskan kekesalannya di atap hotel, dia bertemu...