"Mbak Della!" Aku menoleh ketika mendengar seseorang memanggilku. Air mataku kembali lolos ketika melihat Dimas berdiri sekitar beberapa meter dariku.
"Dimasss!" Aku berdiri lalu berlari kearah Dimas yang baru datang. Dimas lalu memelukku sambil terus menepuk pundakku mencoba untuk menenangkan.
" Mas Razan pasti baik-baik aja deh mbak, udah jangan nangis." Dimas menuntunku untuk duduk kembali sementara air mata yang sempat berhenti kembali membanjir.
" Gara-gara mbak, Dim. Pak Razan-"
" Sssst! Kaya gini namanya musibah. Ponselnya Mas Razan yang buat nelfon aku mana?"
Aku meraih tas kecilku lalu menyerahkan ponsel milik Pak Razan kepada Dimas. Keningku berkerut heran ketika Dimas dengan santainya menelfon nomor seseorang dengan ponsel itu.
" Hallo tante, aku Dimas. Iya, adiknya Mbak Della. Itu tante---"
Mataku mengerjap tak percaya ketika sadar Dimas ternyata sedang menelfon mamanya Pak Razan yang tinggal di Bandung. Astaga, sejak kapan Dimas kenal dengan orang tua kandung Pak Razan? Kenapa anak itu selama ini diam saja?
" Mbak, hapenya Mas Razan aku bawa ya, orang tuanya mau ke Jogja sekarang juga."
Aku masih belum bisa mengatakan apapun ketika ingat barusan Dimas bicara dengan orang tua Pak Razan dengan nada santai namun tetap santun.
"Dim, kamu barusan-"
"Nelfon calon mertua Mbak Della."
"Dim!"
"Mbak itu buta apa gimana sih, selama ini? Kurang apa Mas Razan ngebaikin Mbak Della? Kurang apa dia kasih perhatian? Kurang apa dia kasih kode? Mbak itu beneran nggak sadar atau pura-pura buta? Mas Razan itu ngasih kode dulu karena dia tahu, hatinya Mbak Della habis terluka. Mas Razan nggak mau kalau Mbak Della ngejauh semisal dia langsung berterus-terang!"
"Mbak itu-"
"Harus banget, nunggu Mas Razan terluka kaya gini dulu supaya Mbak Della sadar kalau Mas Razan itu suka sama Mbak Della, Iya? Buat apa dia rela dipukul dua kali dengan botol miras, bahkan sampai ditusuk pisau, kalau bukan karena ingin ngelindungin Mbak Dell? Mbak jangan keterlaluan gini, dong! Aku yakin, sekali saja pasti Mbak Della ngerasain bagaimana Mas Razan memperlakukan Mbak Della dengan sangat baik."
"Mbak Harus gimana, Dim? Mbak hanya takut kalau ternyata Pak Razan selama ini cuma main-main aja. Kamu tahu sendiri-" Aku tak sanggup melanjutkan kalimatku. Aku menangis tergugu sambil melihat ke arah pintu UGD yang masih tertutup rapat.
Semua perlakuan baik Pak Razan tiba-tiba terputar jelas di memori otakku. Tangisku semakin pecah ketika ingat bagaimana keadaannya tadi sebelum masuk ruang UGD.
" Mbak, Mbak Dell, Mbak? Kok gemeteran?" Dimas menghampiriku lalu memegangi kedua pundakku.
Aku merasa duniaku berputar hebat, telingaku juga tiba-tiba berdengung. Lamat-lamat suara Dimas mengecil dan mulai tak terdengar.
" Mbak Della!"
***
.
.
Kepalaku terasa sangat berat ketika pertama kali aku membuka mataku. Aku menyipit ketika sadar ruangan di sekelilingku semuanya serba putih.
" Della? Sudah sadar nduk?"
" Ibuk? Aku dimana Buk?" Aku langsung berusaha duduk dan Ibu membantuku.
" Di rumah sakit. Kata Dimas kamu tiba-tiba pingsan. Darah rendah kamu kambuh, ditambah lagi asam lambung kamu juga naik."

KAMU SEDANG MEMBACA
Entire Love (END)
Fiksi UmumArdella Ayuning Putri (Della) dikhianati pacar sekaligus sahabatnya. Radit dan Rere, dua orang yang sangat dia sayangi, justru menghancurkan kepercayaannya hingga berkeping-keping. Di saat Della melampiaskan kekesalannya di atap hotel, dia bertemu...