Bab 29

26.6K 2.4K 131
                                        

" Dell, aaa?"

" Hah?" Begitu menoleh ada satu buah tokoyaki nemplok di mulutku. Mau tak mau aku menerima suapan yang entah sudah keberapa, aku tak menghitungnya.

" Udah pak. Bentar, sedikit lagi saya selesai."

" Ini kencan pertama kita dan kamu malah sibuk main game cacing?!"

Aku menoleh lagi ketika mendengar suara Pak Razan agak meninggi.

" Satu menit. Janji."

Pak Razan akhirnya mengalah untuk kesekian kalinya.

Satu menit

dua menit

tiga menit

....

" Kalau nggak mau diajak keluar ya bilang Dell,"

Gerakan tanganku di layar sentuh ponsel berhenti ketika mendengar kalimat itu. Aku menoleh dan mendapati Pak Razan sedang sibuk makan tokoyaki tanpa sedikitpun menoleh ke arahku.

" Saya menghargai kamu yang ingin menyembunyikan hubungan kita di kantor karena kamu bilang kamu belum siap mereka semua tahu. Dan saya mengajakmu sampai sini, demi menghindari kemungkinan ada orang kantor melihat kita. Tapi sepertinya hanya saya yang antusias, kamu tidak."

Aku tertegun mendengar ucapan Pak Razan barusan. Sepertinya aku memang keterlaluan karena daritadi lebih sibuk dengan ponsel di tanganku daripada Pak Razan yang sudah mengajakku makan ke tempat makan yang jaraknya sejauh ini. Taukah kalian kalau saat ini kami sedang berada di Temanggung? TEMANGGUNG! Kami bahkan harus menempuh perjalanan kurang lebih dua jam. Untuk ukuran cari makan, bukankah perjalanan dua jam sudah sangat jauh?

" Habiskan makanan kamu, habis ini kita pulang." Lanjutnya masih tak sedikitpun menoleh kearahku.

" Marah ya?"

" Nggak. Nggak papa. Cepat dihabiskan makanan kamu, habis ini kita pulang."

" Saya masih pengen disini."

" Main game?"

" Saya minta maaf pak." Ucapku akhirnya.

" Kenapa minta maaf?"

" Bapak marah kan?"

" Nggak."

" Tapi bapak nggak mau lihat saya."

Pak Razan akhirnya menoleh kearahku, hanya satu detik. Berikutnya dia kembali sibuk dengan makanannya.

" Pak, ini hapenya sudah saya masukkan tas. Habis ini mau kemana?"

" Pulang." Jawabnya ogah-ogahan.

" Namanya bapak lagi marah kalau kaya gini."

" Enggak."

" Coba lihat saya,"

" Saya lagi makan, kamu bisa lihat sendiri."

Aku menghembuskan napas panjang. Oke, aku memang salah. Tapi bisakah Pak Razan nggak berubah jadi kekanakan begini?

Aku gemes liatnya, sumpah!

" Pak,"

" Sebentar, masih empat tusuk lagi, habis itu kita pulang."

" Lihat saya dulu,"

" Tiga tusuk lagi."

Aku menggeram sejenak.

" Pak—"

" Dua tusuk lagi."

" Mas Razan nyebelin banget sumpah!" Seruku kesal sambil berdiri.

Entire Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang