Bab 9

26.1K 2.8K 126
                                    

"Sambelnya dong, Dell." Evan menunjuk semangkuk kecil berisi sambel yang terletak di dekat minumanku.

" Nyoh!" Aku mendorong mangkuk sambal itu ke arah Evan.

" Thanks!"

Aku kembali menyeruput kuah bakso. Saat ini kami sedang makan di kantin perusahaan untuk makan siang. Yang aku suka dari kantin perusahaan, meski tempatnya tak terlalu lebar, namun menu yang tersedia cukup bervariasi. Jadi kalau lagi malas keluar, bisa makan siang di kantin karena menunya yang nggak itu-itu aja. Hari ini hari pertama Evan bekerja, jadi sekalian aku mengajaknya untuk lebih tahu tentang fasilitas kantor.

" Eh Dell, kamu tahu nggak, Irma sam Fatih mau nikah?"

" Irma sama Fatih? Seriussss?" Mataku mendelik tak percaya.

Irma sama Fatih itu temen satu KKN kami juga. Namun dari yang terakhir aku dengar dari Evi -teman KKN yang lain- mereka putus.

" Iya, Fatih whatsapp aku beberapa waktu lalu."

" Kok belum rame di grup?"

" Belum berani bilang, kali." Evan mengedikkan bahu.

" Ya bagus lah, kita bisa kondangan sekaligus reunian. Udah kangen banget sama mereka."

" Kita kondangan bareng ya, Dell?"

" Ntar menimbulkan 'polemik' lagi, gimana?"

" Siapa yang peduli? Sama mereka ini." Aku dan Evan tertawa.

Kalian yang pernah ngerasain KKN pasti tahu bagaiamana kedekatan anggota satu kelompok, tapi dengan catatan kalau kelompoknya akur-akur aja. Dan kelompokku termasuk yang harmmonis. Kami bersepuluh sangat dekat dan sudah berasa seperti keluarga. Bayangkan, dari bangun tidur sampai tidur lagi kami habiskan bersama di posko. Meski cek-cok kecil pernah terjadi, tapi itu tidak membuat kami jadi saling membenci satu sama lain. Justru setelah KKN selesai, kami menjadi lebih dekat. Hanya saja, satu tahun terakhir ini kami agak kurang komunikasi karena masing-masing dari kami mulai sibuk.

" Gigimu Dell, ada cabenya."

" Eh masak?" Aku reflek meraih ponselku lalu meringis. Begitu tak menemukan apapun di gigiku, aku melirik Evan tajam.

" Ngerjain ya?"

" Kangen tau Dell, liat kamu marah-marah sambil ngomel nggak jelas. Apalagi dulu kalau kamu tahu kami anak cowok lupa nyuci piring."

Aku diam.

Please Van, jangan bikin aku oleng lagi!

" Paan sih!"

" Buruan habisin baksonya."Evan mengusap kepalaku.

" Rambutku berantakan Van!" Evan hanya tersenyum dan mengedikkan bahu.

Sekitar lima menit kemudian, aku dan Evan menuju kasir untuk membayar makan.

" Aku yang traktir." Evan menahan tanganku dan menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan ke petugas kasir.

" Nggak usah Van,"

" Nggak usah lebay Dell, aku cuma mau nraktir senior."

" Preeet!"

Evan mengacak rambutku lagi.

" Van! Ramburku rusak!" Aku menggeram sementara Evan malah tertawa.

Setelah menerima kembalian, Aku dan Evan berjalan beriringan kembali menuju ruangan kami.

" Ciaelaaaah! Kencan teroooosss!" goda Reno tepat ketika aku dan Evan masuk ruangan.

" Della teman saya mas, jangan salah paham." Balas Evan.

Entire Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang