Chanyeol berdiri di depan jendela kamar sambil menatap bintang-bintang di langit. Selain ilmu ramuan, Chanyeol juga menyukai bulan, bintang, dan segala hal yang berhubungan dengan astronomi serta astrologi. Dia merasa sangat tenang dan damai ketika melihat langit malam yang bertabur bintang—meskipun sekarang kedamaian itu sulit untuk dirasakan, mengingat di mana ia berada saat ini.
Bagaimana keadaan rakyat Fealla sekarang? Apa mereka menderita? Jika mereka masih merasa ketakutan dan ketegangan, untuk apa ia berada di sini? Dia melakukan semua ini untuk rakyatnya, setidaknya semua ini tidak boleh berakhir sia-sia.
"Yang Mulia."
Pikiran Chanyeol teralih ketika mendengar pintu kamar diketuk. "Ada apa?" tanyanya.
"Utusan Fealla yang akan menjadi pelayan pribadi Anda telah tiba."
Ekspresi Chanyeol yang tadi sendu kini mencerah. Jaehyun sudah tiba? Kalau begitu Kris benar-benar menepati janjinya bahwa Jaehyun akan berada di Neradia hari ini juga.
Chanyeol berjalan tergesa-gesa menuju pintu dan membukanya dengan semangat. "Di mana dia?"
"Di ruang pertemuan, Yang Mulia."
Chanyeol mengikuti kemana pelayan itu berjalan. Padahal baru tadi dia ditunjukkan tentang ruang-ruang yang ada di istana, tetapi ia sudah melupakannya.
"Apa dia baru saja datang?"
"Lebih tepatnya satu jam yang lalu."
"Mengapa kau tidak memberitahuku lebih cepat?"
"Maaf, Yang Mulia. Tapi kami harus mempersiapkannya terlebih dahulu sebelum menemui Anda."
Chanyeol mendengus ketika mendengar alasan itu. "Apa Kris ada di sana?"
"Yang Mulia Raja sedang memiliki urusan lain, mungkin beliau baru akan kembali esok pagi."
Chanyeol bukannya mempedulikan Kris. Dia malah bersyukur pria itu tidak ada, karena kalau Kris berada di ruangan yang sama dengannya dan Jaehyun, mereka akan kesulitan untuk berbicara.
Ruangan pertemuan ini adalah satu dari sekian banyak ruang pertemuan yang ada di Istana Neradia. Istana Fealla juga memiliki hal yang sama. Biasanya satu ruangan dikhususkan untuk satu anggota kerajaan, sehingga tamu-tamu mereka tidak akan bercampur. Di sofa yang ada di sana, Chanyeol melihat seseorang yang familiar sedang duduk sendirian.
"Jaehyun!"
Merasa namanya dipanggil, Jaehyun pun menoleh. Ekspresinya ketika melihat Chanyeol sangat tidak ternilai. Beragam emosi bersatu di dalam tatapannya—senang, sedih, tidak percaya.
Chanyeol memeluk erat temannya itu. Hanya itu yang mereka lakukan, memeluk satu sama lain. Setelah belasan tahun mengenal, Chanyeol tidak ingat dia pernah memeluk Jaehyun seperti ini. Mungkin saat mereka masih kecil, tapi tetap saja itu berbeda. Meskipun begitu, pelukan itu sama sekali tidak terasa canggung. Mungkin semua karena mereka merasa bahwa masih ada harapan setelah apa yang mereka lalui.
Tanpa sadar air mata Chanyeol mengalir deras. Melihat Jaehyun tidak pernah semembahagiakan ini. Akhirnya, setelah seminggu berada di tempat yang asing, dia kembali melihat sosok yang mengingatkannya akan rumah, akan tempat dari mana ia berasal.
"Kau baik-baik saja?" tanya Chanyeol saat melepas pelukannya. Dia kemudian sadar bahwa bukan hanya ia yang menangis saat ini.
Jaehyun mengangguk. "Kami semua baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Mereka tidak memperlakukanmu dengan buruk, kan?"
"Tidak perlu mengkhawatirkanku." katanya sambil tersenyum kecil, berusaha untuk meyakinkan, meskipun usahanya itu terlihat menyedihkan dengan bekas-bekas air mata di pipinya. "Apa surat dariku waktu itu sudah diterima?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[Karyakarsa] The Queen Consort
Poetry"Ya, kau benar. Aku bukan lagi seorang pangeran. Aku adalah seorang raja sekarang." "Tidak ada raja sepertimu. Kulit halus dan wajah cantik ini. Aku berani bertaruh kau bahkan tak pernah berjemur di arena tarung untuk melatih ototmu." . . "Aku mengi...