Hanya memandangi Difal dari jarak begitu dekat saja, sudah cukup membuat Alanda bahagia. Bagaimana wajah itu merenggut saat mendapati Alanda tengah menatapnya, bagaimana kerutan di antara kedua alisnya terbentuk saat sedang berpikir keras, bagaimana ia mengangguk singkat saat seorang pramusaji membawakan pesanannya, serta bagaimana ia melirik tajam ke arah Alanda, jika perempuan itu mengomentari gambar-gambarnya.
Menggemaskan.
Itu pula yang terlintas di benak Alanda saat pertama kali menemukan Difal di kafe ini. Tanpa rencana, tanpa berharap apa-apa.
Saat itu semesta sedang tidak berbaik hati kepadanya. Bahkan, mungkin Tuhan sudah mengatur sedemikian rupa hingga ban mobilnya kempes di tengah perjalanan, dan dia harus menelepon orang bengkel untuk membantunya. Tak jauh dari tempatnya yang sedang mengutuki kesialan, Alanda melihat kafe ini. Di papan namanya tertulis Trees House Cafe. Berdiri di antara pepohonan rindang, satu-satunya. Seperti rumah tua di tengah hutan. Bukan main, pikirnya. Sebagai seseorang yang menyukai tempat-tempat keren dan Instagramable banget, baru kali ini Alanda dibuat takjub. Tidak mudah menemukan tempat sebagus ini di tengah-tengah padat dan riuhnya kota Jakarta.
Penasaran dengan tampilan dalamnya, Alanda memutuskan untuk masuk. Tatapannya langsung jatuh pada meja bar yang dibuat melingkar dan rak-rak berisi botol minuman. Sisanya beberapa meja yang beri taplak putih dan sepasang kursi. Kemudian ia menunduk, menatap lantai kayu yang dicat mengkilap tanpa menghilangkan warna aslinya. Di atasnya tergantung lampu kuning yang menjadi satu-satunya penerang. Samar-samar ia mendengar lagu yang sedang diputar dari pengeras suara. Suasana menjadi terasa lebih intim. Bodohnya, ia datang seorang diri. Sementara beberapa pengunjung lainnya, masing-masing berpasangan.
Setelah memendarkan pandangannya mencari meja kosong, Alanda menemukan satu kursi yang ternyata kosong di meja bar. Di sana hanya terisi beberapa pria berdasi yang mungkin sedang berkumpul setelah lelah bekerja seharian. Di sebelah kirinya seorang wanita yang sibuk berbicara di telepon. Dan di sebelah wanita itu, berjarak satu kursi, ada seorang pria yang tengah menunduk sambil mencoret-coret di atas kertas. Alanda memilih duduk di antara pria dan wanita itu. Tidak menyangka bahwa sejak itu ia betah berjam-jam duduk hanya dengan menatap pria di sampingnya. Bukan. Bukan itu. Melainkan apa yang pria itu lakukan dengan wajah bersungut-sungut. Benar-benar menggemaskan.
"Mau pesan apa?" seorang bartender menyapanya saat itu. Belakangan Alanda tahu ia bernama Kanta.
Alanda mengamati puluhan botol minuman yang ia yakini adalah alkohol. Dengan senyum ragu, ia bertanya. "Alkoholnya rendah, kan?"
Kanta mengangguk, tersenyum lebar. "Tentu saja. Kami sudah punya hak izin. Mau coba salah satu menu spesial kami?"
"Apa?"
"Cocktail Soju. Cocok untuk kamu."
Alanda kembali tersenyum. "Sepertinya enak. Tapi, saya pesan jus jeruk aja. Oh iya, ada kentang goreng?"
Mengingat kesan pertamanya di kafe ini membuat Alanda tertawa. Tanpa sadar ia sudah mengganggu Difal yang sedang fokus menggambar. Pria itu mendesis, meminta Alanda untuk diam.
"Maaf, Dif, aku cuma teringat saat pertama kali kamu ajakin dinner ke sini," serunya. Tak ingin kepalang tanggung, sekalian saja ia berbohong.
Kerutan di antara alis Difal semakin bertambah. Ia menegakkan kepala dan menatap Alanda. Satu fakta lagi tentang mereka. "Dinner pertama kita di sini?"
"Iya, waktu itu kamu bilang, kalau ini tempat favorit kamu. Nggak heran, karena tempatnya jauh dari jalan raya, dekat dari galeri, dan suasananya terasa jauh lebih intim. Aku suka di kali pertama menginjakkan kaki di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
sweetless lies | (Completed)
Romance[revisi judul dari (re)calling] Suatu malam, seorang polisi mengabarkan bahwa tunangan Difal baru saja mengalami kecelakaan. Difal mengira itu adalah sebuah kedok penipuan, pasalnya ia sama sekali tidak memiliki tunangan. Polisi menyebutkan bahwa n...