EPILOG

11.4K 537 29
                                    

"Nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan..."

Alanda menggigit kuku seraya terus menempelkan ponselnya ke telinga. Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Difal dan hasilnya nihil. Pria itu tidak bisa dihubungi.

"Gimana, Al?" tanya Ibra yang berdiri tak jauh darinya.

Alanda menggeleng. "Nggak bisa. Difal nggak bisa dihubungi," tutur gadis itu khawatir.

"Kalian nggak lagi berantem, kan?"

"Nggak kok, tadi malam kami masih teleponan. Dia juga udah janji nggak bakalan telat." Lagi pula Difal bukan tipe pria yang jika sedang bertengkar dengan pasangannya memilih untuk melarikan diri dari masalah. Difal justru berusaha untuk memperbaiki keadaan. Terlebih lagi mereka sangat jarang berselisih paham. Dan tentu saja, ini hari yang penting untuknya.

"Acaranya sudah mau dimulai," ucap Ibra lagi. "Kita nggak bisa menunda terlalu lama lagi, Al."

Alanda mengerang.

"Eh, itu dia!"

Gadis itu mengikuti telunjuk Ibra yang sedang mengarah ke pintu utama galeri. Difal berjalan cepat sementara matanya mencari. Setelah menemukan Alanda yang berdiri di tengah-tengah ruangan bersama dengan Ibra, pria itu tersenyum lebar dan berlari ke arahnya.

"Kamu ke mana aja, sih?" Alanda langsung menyuarakan pertanyaannya begitu pria itu tiba di hadapannya. "Dari tadi aku coba telepon kamu, tapi nggak bisa-bisa," cerocosnya tanpa memberi Difal kesempatan untuk menghela napas.

"Maaf," ucap Difal terengah-engah. Ia mengatakan hal yang sama terhadap Ibra yang dibalas dengan anggukan. "Tadi aku ada urusan sebentar di luar."

"Urusan apa?" tanya Ibra sebelum mendapat tatapan tajam dari Difal. Begitu memahaminya, pria itu langsung mengulum senyum tipis.

"Iya, urusan apa yang lebih penting daripada ini?" tuntut Alanda.

"Nanti aku cerita, ya, Sayang? Waktunya nggak banyak," kilah Difal seraya meremas lengan Alanda pelan, pertanda harus undur diri sebelum tampil ke atas panggung. Ibra mengikutinya dengan lambaian tangan untuk gadis itu.

Beberapa menit kemudian, acara dimulai. Alanda menanti dengan tidak sabar sekaligus berbangga hati untuk Difal. Dua lukisannya berhasil ditampilkan untuk acara lelang, di mana hasil dari penjualannya akan disumbangkan langsung untuk orang-orang berkebutuhan khusus. Salah satunya untuk sekolah Alya, adik Difal yang pernah menimba ilmu di sana sebelum pindah ke luar negeri.

"Alanda!"

Gadis itu menoleh demi mendapati dokter Alga beserta adiknya, Nana, yang juga datang untuk mendukung Difal. "Dokter, Mbak Nana," seru Alanda riang.

"Acaranya baru dimulai kan, Al?" tanya Nana.

Alanda mengangguk, kemudian memberi tempat untuk mereka berdua di sampingnya.

Acara berlangsung lancar. Saat salah satu dari lukisan Difal ditampilkan, seseorang langsung menawarnya dengan harga tinggi. Tak tanggung-tanggung, ia juga menawar lukisan yang satunya lagi dengan harga yang sama. Alanda dibuat takjub berkali-kali. Selain itu dokter Alga juga menawar lukisan lain yang tidak kalah tinggi. "Percuma saja kalau saya datang tapi nggak beli," ucap pria itu saat Nana dan Alanda menatapnya terkejut.

Usai acara, Difal bergabung bersama mereka. Senyuman tak pernah memudar dari wajahnya. Dokter Alga, Nana, dan juga Ibra memberinya selamat. Alanda yang berdiri di sampingnya juga tak bisa menyembunyikan suka citanya untuk pria itu. Betapa bangga dirinya memiliki Difal di sisinya.

"Bagaimana kalau kita merayakan hari ini dengan makan-makan?" usul Ibra.

"Setuju!" timpal Nana.

sweetless lies | (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang