2. YANG HALU SIAPA?

22.9K 1.6K 21
                                    

❝ᴷᵃᵘ ᵃᵈᵃˡᵃʰ ᵏᵉᵏᵃˢⁱʰ ʸᵃⁿᵍ ᵏᵘᵗᵃⁿᵍᵏᵃᵖ ᵐᵉˡᵃˡᵘⁱ ᵐᵃᵗᵃ, ˡᵃˡᵘ ᵏᵘˢⁱᵐᵖᵃⁿ ᵈⁱ ᵈᵃˡᵃᵐ ʰᵃᵗⁱ.❞


Hal pertama yang Difal ingat pagi ini adalah ia sedang berada di rumah sakit. Aroma desinfektan menguar tajam di penciumannya. Orang-orang berlalu-lalang terdengar di balik pintu, brankar yang didorong cepat, suara para perawat yang menyapa pasien, dan ucapan selamat pagi dari seseorang yang kini terbaring di sampingnya.

Difal melompat dari kursinya.

"Aku kira aku tidak akan menemukan kamu ada sini."

Suara itu dalam tapi menyeramkan di telinga Difal. Ia sendiri tak menyangka akan bertahan sejauh ini untuk ukuran orang yang merasa tidak memiliki tanggung jawab atas apa yang telah terjadi.

Perempuan itu tersenyum. Senyumnya serupa mentari yang bersiap tenggelam di ufuk barat. Tidak cemerlang, tapi anehnya menenangkan. Hangat. Ia tak tampak seperti seseorang yang baru saja mengalami kejadian buruk. Kecelakaan yang mungkin saja bisa merenggut nyawanya saat itu juga. Tatapannya dipenuhi kelembutan. Perpaduan antara senja, angin, dan pantai. Difal takut sebentar lagi dia akan tenggelam di dalam sana.

Difal menggeleng keras. Menghalau pikiran paling bodoh yang ada di kepalanya. Bagaimana pun ia tidak mengenalnya. Perempuan ini bukan siapa-siapa dalam hidupnya.

"Kamu berutang penjelasan pada saya," ucap Difal serak.

Tatapan itu redup. Sayang sekali. "Maaf, aku salah."

"Kalau begitu jelaskan. Kenapa saya bisa jadi tunangan kamu?"

"Difal, maksud kamu apa? Kita memang sudah tunangan, sampai malam itu...."

"Malam itu?"

Perempuan itu mengangguk, bibir tipisnya yang pucat bergetar. "Kamu nggak ingat? Pertengkaran kita?"

Difal memijat pelipisnya dan memejamkan mata sejenak. Kegilaan ini nyaris membuatnya gila. "Dengar, sejak kapan kita bertunangan?" tanyanya. Ia kembali mendekat dengan kedua tangan di pinggang.

Alanda, perempuan itu mengernyit dalam. "Kamu ngomong apaan, sih?"

"Iya, aku tanya sejak kapan saya jadi tunangan kamu?"

"Sejak setahun lalu, Dif. Kamu nggak ingat atau memang pura-pura nggak ingat supaya kamu bisa lupain aku?"

"Hah?!"

Alanda berusaha untuk bangun semampu yang ia bisa. "Tolong ambilin minum, dong. Aku haus banget," pintanya.

Di antara kebingungan dan kekesalannya, Difal tetap melakukan apa yang Alanda minta. Ia meraih gelas yang sudah diisi air, lalu menyerahkannya pada perempuan itu. Tangan mereka bersentuhan. Dan Difal mampu merasakan tangan Alanda bergetar dan dingin.

"Biar saya bantu," seru Difal sambil mengarahkan mulut gelas ke bibir Alanda.

"Makasih."

Difal kembali duduk dan mencoba membujuk dirinya sendiri untuk tidak berkata kasar. Meskipun rasanya ia sudah hampir meledak. Digenggamnya kedua tangannya di samping tangan Alanda. Tatapannya jatuh pada cincin platina hitam di jari tengah perempuan itu.

sweetless lies | (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang