Pukul sebelas malam, lampu dipadamkan setelah tirai-tirai jendela ditutup, meja-meja dirapikan kembali, dan para pengunjung yang tersisa akhirnya pergi.
Kanta keluar dari dapur dengan menanggalkan apron putihnya. Kelelahan, ia mendekati meja bar, menyalakan lampu yang hanya menerangi tempatnya berada, lalu meracik minuman untuk dirinya sendiri. Hari ini ia cukup kewalahan melayani pengunjung yang terus berdatangan. Dengan sedikit minum akan membuat tubuhnya terasa lebih hangat.
Suara pintu yang didorong terbuka membuat pria itu mendongak. Ia langsung mengenali siluet perempuan mungil yang berdiri canggung di depan sana.
"Alanda?"
Alanda mengangguk seraya mendekat. Sesaat ia menatap gelas anggur di tangan pria itu. "Buatin minuman yang sama dong, Mas!"
Alih-alih melakukan apa yang diminta oleh gadis itu, ia justru menembaknya dengan satu pertanyaan penting. "Dari mana aja kamu?" Setelah menghilang beberapa pekan, puluhan pesan yang tidak terbalas, dan panggilan telepon yang tidak diangkat. Kanta dibuat gemas bukan main. Apalagi setiap kali ia memergoki Difal datang seorang diri tanpa Alanda.
Alanda merentangkan kedua tangannya, seolah-olah ia telah melepaskan sesuatu yang amat penting dari hidupnya. "I'm done, Mas. Tamat," ujarnya, tanpa repot-repot menjawab pertanyaan Kanta.
"Kenapa?" Kanta meraih gelas lagi dan menuangkan jus jeruk untuk Alanda. Bukan jenis minuman yang dibutuhkan oleh gadis itu. "Bukannya selama ini kalian baik-baik aja?"
Pertanyaan itu lagi. Alanda mendecap heran dengan satu gelengan tegas. "Sejak awal nggak ada yang baik-baik aja, Mas," ucapnya. Ia kemudian menunjuk meja di hadapannya dengan jari telunjuk. "Di sini, di tempat ini, di meja ini. Seharusnya saya nggak boleh duduk di sini!"
Kanta bersedekap dengan posisi tegap. "Ceritakan!" perintahnya.
"It's over, Mas. Apa lagi yang mau diceritakan?"
"Ceritakan bagaimana bisa dia dicampakkan!"
"Tidak ada yang dicampakkan, Mas."
Pria itu menggeleng tak percaya. "Secara garis besar, dia dicampakkan. Saya sudah melihat itu sejak dia menginjakkan kaki di tempat ini tanpa kamu. Selain itu, saya tahu bagaimana tampang seorang pria yang dicampakkan. Mengenaskan."
"Memangnya Mas Kanta pernah dicampakkan?"
Kanta mendadak diam. Ia mengutuki apa yang sudah ia ucapkan barusan. Demi harga diri, ia mengibaskan sebelah tangan, berusaha mengelak. "Itu lain soal."
"Ceritakan!" Alanda meminum jus jeruknya, lalu balas bersedekap dengan posisi tubuh yang sama.
"Yang butuh cerita itu kamu. Kamu ke sini bukan untuk mendengarkan cerita saya, kan?"
"Tapi, sepertinya cerita Mas Kanta jauh lebih menarik."
"Dicampakkan bukan cerita yang menarik."
"Nah," Alanda menjentikkan jari dan tersenyum. Senyuman pertama yang ia lakukan tanpa terpaksa. "Ayo, Mas, diceritakan aja! Kayaknya saya memang lagi butuh hiburan."
Kanta menatapnya kesal. "Tapi janji, setelah ini kamu yang cerita!"
"Siap!"
Sebelum memulai bercerita, Kanta meneguk habis minumannya. Rasa hangat menjalari sekujur tubuhnya. Sesuatu yang sudah lama tidak melingkupi kehidupannya.
"Saya menyebutnya 'My Weakness'. Seseorang yang membuat saya lemah jika berhadapan dengannya. Perempuan yang membuat saya jatuh bertekuk lutut. Saya mencintainya. Dulu. Mungkin juga sampai saat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
sweetless lies | (Completed)
Romance[revisi judul dari (re)calling] Suatu malam, seorang polisi mengabarkan bahwa tunangan Difal baru saja mengalami kecelakaan. Difal mengira itu adalah sebuah kedok penipuan, pasalnya ia sama sekali tidak memiliki tunangan. Polisi menyebutkan bahwa n...