26. AWAL MULA

4.9K 480 15
                                    

I'm not okay for this. But, here we go. Setelah berperang dengan rasa malas, akhirnya nambah satu chapter lagi. Happy reading and be healthy, guys.❣️

***

Beberapa bulan yang lalu, Kanta tak ingat kapan tepatnya. Yang ia ketahui, sejak Alanda mulai tertarik pada Difal, sejak saat itu pula ia tertarik pada gadis itu. Bukan dalam konteks romantis atau perasaan menggebu-gebu seperti seorang pria terhadap seorang wanita. Setiap kali ia menemukan Alanda sedang memperhatikan Difal, ia melihat ada harapan di mata Alanda. Gadis itu seperti memiliki lampu di kepalanya. Wajahnya menjadi cerah begitu menemukan Difal duduk di kafe ini. Sementara gadis itu diam-diam mendekat tanpa ingin diketahui keberadaannya.

Hampir setiap hari, pada waktu yang sama, gadis itu selalu ada di samping Difal. Menariknya, pria itu bahkan tidak pernah menyadarinya. Kanta belum pernah menyaksikan hal seperti itu terjadi semenjak ia mendirikan kafe di tempat ini. Sebaliknya ia sudah menyaksikan beragam kisah romantis di sini. Banyak orang yang menjadikan kafenya sebagai tempat acara lamaran dilangsungkan, pertemuan pertama, kencan buta, pernyataan cinta, perayaan ulang tahun pernikahan, hingga tempat pelarian bagi yang sedang patah hati. Tetapi belum ada hal romantis yang terjadi antara Alanda dan Difal. Hal itulah yang mendorongnya untuk melakukan permainan itu. Tercetus begitu saja, tanpa rencana dan pemikiran matang, hingga yang awalnya dia anggap sebagai permainan, menjadi sebuah kebohongan.

Difal masih di sana. Tertawa bersama perempuan lain yang anehnya terlihat menjemukan. Jika tahu bahwa pria itu amat mudah didekati seperti itu, Kanta tidak akan meminta Alanda berbohong. Ia tidak akan pernah lupa bagaimana ekspresi Alanda ketika ia membeberkan data pribadi Difal padanya. Gadis manis itu bahkan menatapnya penuh takjub.

"Dia Difal Pramuda. Kerja di Cilpa Art Gallery. Salah satu galeri seni yang cukup terkenal di kota ini. Jaraknya nggak jauh dari sini. Kemungkinan besar dia salah satu pekerja seni di sana," pungkasnya pada hari itu.

"Bagaimana Mas Kanta bisa tahu semuanya?" tanya Alanda tanpa sungkan menyembunyikan rasa senangnya.

"Tempo hari dia meninggalkan tasnya di sini. Kemungkinan dia lupa karena terburu-buru. Ada dompet dan ID card di dalam tasnya."

Kanta menceritakan bagaimana dompet itu berakhir di tangannya dan akhirnya mendapatkan nomor ponsel Difal melalui karyawannya. Sebelum Difal datang kembali untuk mencari tasnya, ia sengaja menyembunyikannya dan menyuruh karyawannya untuk meminta nomor ponsel Difal. Sebuah alasan logis jika tas itu akhirnya ditemukan.

"Tapi, ini sudah melanggar privasi seseorang, Mas," tutur Alanda dengan lesu setelah menyimpan nomor telepon Difal di ponselnya.

"Melanggar privasi bagaimana? Tasnya kan,  ketinggalan di sini. Sebagaimana barang yang hilang, kita perlu tahu identitas pemiliknya. Kalau soal nomor telepon, itu cuma improvisasi, taktik yang nggak merugikan siapa pun. Jadi, kamu nggak usah protes. Toh, kamu simpan juga di hapemu."

Mendengar itu Alanda tersenyum malu diikuti kekehan Kanta yang mengejek. "Thank you, Mas," ucapnya.

"Ucapan thank you-nya kamu simpan dulu. Sebagai imbalan karena saya sudah membantu kamu, kamu juga harus membantu saya!"

"Membantu apa, Mas?" Alanda mencodongkan tubuhnya ke depan, merasa tertarik.

Sebelum bicara lagi, Kanta mengamati seisi kafe, menengok ke kiri dan kanan, menunggu beberapa karyawannya selesai merapikan meja, memadamkan lampu depan, dan mengganti papan open menjadi closed di balik pintu. Ruangan menjadi semi gelap ketika tidak ada orang lagi selain mereka berdua di sana. Di balik meja pantry, pria itu ikut mencondongkan tubuhnya ke depan. "Ini hanya di antara kita berdua saja yang tahu. Anggap saja ini permainan yang sedang kita mainkan bersama," pria itu berbisik seolah-olah terdengar seperti percakapan rahasia.

sweetless lies | (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang