4. CAMPUR TANGAN SEMESTA

14.3K 1.2K 7
                                    

❝ᴾᵉʳʲᵘᵐᵖᵃᵃⁿ ᵈᵉⁿᵍᵃⁿᵐᵘ ᵃᵈᵃˡᵃʰ ˢᵉˢᵘᵃᵗᵘ ʸᵃⁿᵍ ˢᵃⁿᵍᵃᵗ ᵏᵘⁿᵃⁿᵗⁱᵏᵃⁿ.❞

Empat puluh hari kemudian...

Cilpa Art Gallery sudah hampir tutup saat seseorang baru saja menyelinap ke dalam. Langkahnya sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara. Bahkan ia harus berjinjit untuk berjaga-jaga. Seperti seorang pencuri, ia berhasil memasuki ruangan staf.

Sementara para karyawan sudah berhamburan pulang sejak beberapa saat yang lalu, termasuk Difal yang baru saja keluar menuju parkiran motor. Hari ini pekerjaannya sudah tuntas, persiapan pameran untuk besok pagi sudah rampung, dan ia sedang dalam keadaan yang sangat baik. Ia sudah tidak sabar menantikan hari esok. Pameran pertamanya. Karya seninya yang akhirnya bisa ia pamerkan dengan bangga. Pria itu bersenandung kecil sambil merogoh saku jaket kulitnya untuk mencari kunci.

Kemudian pria itu melarikan motornya menuju kafe langganannya. Selain sudah lama tidak mengunjunginya, ia juga butuh sedikit kafein.

Begitu Difal tiba, seorang pramusaji langsung menyambutnya. "Selamat datang, pesan yang biasa?"

Difal mengangguk, sedikit tersenyum. Biasanya ia hanya mengangguk singkat dan berlalu, lalu mengambil tempat biasa di depan pantry bar. Mengeluarkan buku sketsanya sambil menunggu pesanannya datang. Tapi hari ini ia bahkan sampai menepuk pundak pramusaji tersebut dan mengucapkan terima kasih.

Kebetulan sekali, atau memang karena hari ini adalah hari keberuntungannya, tempat yang biasa ia duduki sedang tidak isi oleh siapa pun. Bahkan deretan kursi di sebelahnya kosong. Hanya seorang bartender yang asyik menggoyangkan kepalanya sambil mendengarkan musik yang sedang diputar. Bartender itu menoleh saat mendengar gesekan kursi yang di dorong ke belakang.

"Welcome, man. Baru muncul lagi?" sapa si bartender. Ia sudah hapal betul wajah pelanggannya yang satu ini.

"Thanks. Kebetulan beberapa minggu ini gue lagi sibuk kerja." Difal mengambil posisi duduk dan menyilangkan tangan di atas meja. "Sepi, bro?"

Tanpa menjawab, si bartender justru menunjuk jam dinding di belakang Difal. Pukul 23.45. Kafe sudah hampir tutup.

Difal mengangguk mengerti dan tersenyum. Sudah dua kali dia tersenyum malam ini.

"Sudah pesan?" tanya si bartender.

"Sudah."

Sambil menunggu pesanannya, tanpa sadar Difal ikut melantunkan lagu yang sedang diputar. Ia mungkin sedang tidak jatuh cinta, tapi lagu I Knew I Loved You milik Savage Garden terdengar sangat manis di telinganya.

"Tiap hari dia ke sini," seru si bartender tiba-tiba. Difal mengira ia berbicara dengan orang lain. Tapi tidak ada orang lain yang ikut bergabung bersama mereka.

Difal bahkan menengok ke kanan dan kirinya. "Lo bicara sama gue?"

"Nggak, sama jam dinding di belakang lo."

"Jam dinding bisa dengar, emangnya?"

Bartender itu terkekeh, lalu mengulurkan tangannya. "Kanta," sebutnya memperkenalkan diri.

Difal meraih tangan Kanta dan menjabatnya erat. "Difal."

"Oke, Difal. Lo resmi jadi langganan tetap kafe ini."

sweetless lies | (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang