03.

6.3K 736 7
                                    

Merapikan celananya lalu mengambil tas yang berada di kabin atas, Chandra bergegas mempersiapkan dirinya untuk turun dari gerbong ketika kereta yang ditumpanginya perlahan-lahan mengurangi kecepatannya karena sudah memasuki stasiun terakhir.

Terlalu terburu-buru, Chandra tak sengaja menabrak pria yang berjalan tenang di depannya. Belum sempat meminta maaf, Chandra sudah lebih dulu ditatap dengan sorot mata tajam.

"Pecicilan banget sih." hardiknya, membuat Chandra balik menatap pria bersurai hitam legam yang baru saja ditabraknya. Ganteng. Tapi kok galak, batin Chandra. Ditatap dengan intens sedikit membuatnya salah tingkah, nyatanya tidak mengurangi tingkat kegalakannya. "Bukannya minta maaf." lanjutnya, mengerutkan alisnya karena wanita di depannya justru terdiam menatapnya.

"Eh... Iyaa, maaf Mas. Gak sengaja. Saya buru-buru." sahut Chandra, tergagap karena baru tersadar dari lamunannya.

"Lain kali hati-hati Mbak." sarannya sambil berlalu meninggalkan perempuan yang masih setia menatapnya pergi hingga hilang dari pandangan.

"Yaa ampun, sampe lupa." menepuk dahinya pelan, Chandra lalu buru-buru mengambil ponsel di sakunya, mengabari kakaknya bahwa dia sudah sampai di stasiun, menunggu jemputan.

"Opo Ndra?" sahut pria di ujung sana begitu saluran telepon tersambung.

"Katanya mau jemput adikmu yang cantik jelita manis mempesona ini? Piye toh Mas?" ( Gimana sih Mas? ) omel Chandra.

"Duh lupa. Bentar aku jemput. Kamu tunggu luar aja, cari kafe atau apa. Aku males parkir stasiun."  jelasnya panjang lebar, memberi wejangan kepada adik perempuannya itu.

"Gak usah pakai mandi. Langsung aja, kamu cuma jemput adikmu, bukan pacarmu. Ehh yaa gak punya sih. Hahaha" Chandra buru-buru menutup panggilan telepon di antara mereka sebelum kakaknya ribut yang berakhir dengan pertengkaran.

Menghela nafas pelan, Chandra melangkahkan kakinya perlahan menuju sebuah kafe kecil di seberang stasiun. Menikmati secangkir coklat hangat, Chandra mengarahkan pandangannya jauh ke luar. Memicingkan matanya, menemukan pemandangan pria yang tadi ditabraknya. Ya Allah, ganteng begitu kok ya galak banget sih. Pengen tak rabi tapi. Kikik Chandra perlahan, tertawa geli pada pemikirannya sendiri. Kenal saja tidak, kok bisa-bisanya mempunyai pemikiran seperti itu.

Mengenyahkan pikiran gilanya tentang pria yang baru saja ditemuinya, Chandra mengecek ponselnya, mendapati chat dari Mas Reza yang memberitahu bahwa dia sudah tiba di depan kafe tempatnya berada. Bergegas keluar, Chandra melihat kakaknya sedang merengut jengkel menunggunya.

"Ngambek ah elah." goda Chandra, melongokkan kepalanya ke dalam mobil melalui jendela supir.

"Heh tak kiro setan." ( Heh aku kira setan ) serunya sambil mencubit pipi gembil adik kesayangannya itu.

"Setan gak cantik kayak aku mas." berjalan memutari mobil, Chandra masuk lalu duduk manis di samping Reza. "Baru bangun tidur nih pasti." tunjuknya ke arah Reza yang hanya mengenakan celana pendek selutut dan kaus tanpa lengan.

"Iya, tadi malem ngerjain proyekan. Jadi ini baru bangun. Kelupaan kalau kudu jemput bidadari. Hehe" jelasnya.

"Halah ngerayu. Reuni SMA kapan sih Mas?" tanya Chandra saat Reza mulai melajukan mobilnya.

"Besok sabtu. Nyalon dulu kamu, buluk banget. Ngono kok jare pengen rabi wae." (Gitu kok katanya pengen nikah aja) ejek Reza yang melihat adiknya hanya menggunakan celana pendek dan kaus lusuh yang sebenernya adalah miliknya. Rambutnya yang halus hanya dikuncir cepol berantakan sehingga tidak mengganggu pandangan.

"Halah. Gak serius Mas. Males nglangkahin Mas Reza, harus nyiapin pelangkah dulu." balas Chandra sambil tertawa.

"Lagian gak bakal dikasih pak Pratama kamu, lulus kuliah aja belum, udah kepengen nikah aja."

"Iyooo Mas, iyooo. Cepetan sih. Capek aku, ngelih sisan." ( laper pula ) gerutu Chandra yang dibalas dengan tangan Reza mencopot kuncir rambut adiknya, membuatnya terurai berantakan.

***

Perfect LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang