52.

3.9K 526 60
                                    

Mark hanya bisa mendengus kesal ketika ibunya membawa kekasihnya berkeliling di acara pernikahan Donny, karena berbeda dengan Jerry yang terbilang awet dengan Jemima, ini memang kali pertama Mark mengenalkan kekasihnya ke keluarganya sejak dirinya berpisah dengan Henny. Kepribadian Chandra yang mudah bergaul membuat segalanya lebih mudah. Lihat saja, Chandra sudah berbincang dengan Yangti, Pakde, Budhe serta ditempeli oleh keponakan-keponakannya. Baik dari yang masih bayi hingga keponakan tertuanya yang sudah duduk di bangku kelas 5 SD. Dan sekarang Chandra sudah berjalan ke arahnya sambil membawa Ujin di gendongannya, membuat Mark keheranan bagaimana gadis dengan rok panjang dan sepatu high heels bertinggi sekitar 9 cm itu masih sanggup berjalan lurus. Lengkap dengan bayi yang merangkul leher kekasihnya erat. Membuat Mark semakin kesal karena ada saja yang menempeli Chandra.

"Wahhhh Oom Mark-nya marah nih Jin. Kita cari makan aja lah." Tertawa melihat ekspresi di wajah Mark, Chandra memilih berbalik begitu tiba di depan Mark yang menatap Ujin kesal dan mengajak bayi di gendongannya untuk menikmati hidangan. "Bakso apa kambing guling ya Jin? Apa zuppa soup aja?" Tawar Chandra bertanya ke bayi yang bahkan belum bisa makan makanan tersebut. Ujin sendiri lalu heboh menunjuk booth es krim dan puding yang tadi dilewatinya saat Chandra berjalan ke arah Mark, pertanda meminta orang yang menggendongnya mengambilkannya makanan itu.

"Sini aja. Mas yang ambilin. Kambing guling dulu ya?" Tangan Mark menahan lengan Chandra yang sudah bersiap meninggalkannya. Tersenyum lebar, Chandra lalu menyebutkan satu makanan lagi untuk diambilkan kekasihnya itu dan duduk di kursi terdekat, membiarkan Mark pergi sejenak mengambilkan makanan mereka. Datang dengan kedua tangan berisi makanan, Ujin sudah berteriak heboh melihat oomnya yang meletakkan kedua makanan di tangannya ke kursi di sebelah kanan Chandra sebelum kemudian mengambil Ujin dari gendongan Chandra, menggantikan Chandra, yang justru dibalas dengan teriakan heboh bayi itu karena berpindah gendongan. Tertawa, Mark menggigit main-main pipi Ujin lalu ikut duduk di sebelah Chandra, sebelah tangannya memegang gelas es krim permintaan Ujin.

"Berisik ah. Biarin dulu Tantenya makan, habis ini baru digendong Tante lagi. Tadi katanya mau es krim kan? Disuapin Oom dulu." Bujuk Mark ke arah Ujin yang meskipun masih cemberut tetapi sudah duduk diam di pangkuannya, menunggu Mark menyuapinya. Mark lalu mengalihkan perhatiannya ke arah Chandra yang sibuk mengunyah. "Perutnya masih sakit?"

"Hah?" Tengoknya ke Mark yang sibuk menyuapi dan menenangkan Woojin.

"Hah mulu. Ditanyain masnya, perutnya masih sakit apa enggak." Chandra tertawa mendengar kalimat Mark yang mengkhawatirkan dirinya.

"Udah enggak. Kan udah selesai bulanannya." Lapornya, meletakkan piringnya ke bawah kursi, bersiap mengambil makanan selanjutnya. Bingung memilih zuppa soup atau bakso.

"Oom. Oom." Rengek Woojin di pangkuan Mark, merasa terabaikan setelah suapan pertama. Kesal karena tantenya tidak buru-buru menggendongnya setelah selesai makan, tidak seperti yang dijanjikan oomnya. Menggerung kesal karena sosok tantenya yang perlahan menjauh, Mark lalu kembali menyuapkan es krim ke mulut si bayi. Mencegahnya dari tangisan lagi.

"Nangis Mark?" Tanya seorang wanita yang tiba-tiba berdiri di depan Mark, tangannya mengelus surai halus bayinya.

"Itu Mbak. Ditinggalin nyari bakso, ngambek kayaknya Woojin." Balas Mark. Sedikit menyunggingkan senyumnya membalas pertanyaan istri dari kakak sepupunya. Arah pandang wanita itu menuju ke tempat yang dituju Mark dan menemukan seorang gadis dengan baju bermotif senada dengan Mark masih sibuk mengantri mengambil makanan.

"Pacarmu Mark?" Tanyanya lagi yang diangguki Mark. "Udah lulus sekolah?" Mark lagi-lagi tertawa karena kekasihnya yang dikira lebih muda dari usianya. Padahal Chandra tidak semungil itu, justru tergolong cukup tinggi untuk gadis Indonesia. Tapi wajahnya dan tingkahnya yang kadang kekanakan memang membuat orang mengira dia masihlah anak sekolah.

"Udah lulus kuliah malah Mbak. Sekarang udah kerja." Mark lanjut menyuapi Woojin karena bayi itu kembali merengek.

"Lah, imut amat? Kirain kamu kecantol maba di kampus." Kekehnya ringan, tidak berniat mengambil anaknya yang masih duduk di pangkuan Mark.

"Bukan lah Mbak. Kayak gak ada cewek lain aja." Beralih ke arah kekasihnya, Mark lagi-lagi heran karena kekasihnya kembali sambil menggandeng keponakannya yang lain. "Yaelah Dek, udah bawa yang lain aja. Mana baksonya?" Tanyanya saat tidak melihat gadisnya tidak membawa makanan apapun.

"Dimakan di sana lah, biar gak ketauan kalau mau nambah." Balasnya singkat, lalu berbincang sejenak dengan wanita di hadapan Mark yang diperkenalkan Mark sebagai ibu dari bayi di pangkuan Mark.

"Te... Te" rengekan Woojin menginterupsi obrolan 3 orang dewasa itu, membuat Chandra kembali menggendong Woojin. Disambut senyuman sumringahnya serta ciuman pelan di pipi kirinya. Sang ibu tertawa pelan saat melihat Mark mendengus karena kelakuan anaknya.

"Udah pantes Chan. Disegerakan aja." Goda wanita itu ke arah kekasih Mark, menghasilkan semburat kemerahan di wajah cantiknya.

"Huhuu pantes aja gak cukup nih mbak. Masih butuh ini itu." Balasnya, pura-pura menangis, membuat si penanya semakin tergelak. Perbincangan mereka berlanjut hingga Woojin yang tertidur di gendongan Chandra. Ibunya lalu mengambilnya dan membiarkan Mark dan Chandra berpamitan untuk pulang. Berpisah dengan ibu dan ayahnya, Mark lalu membawa Chandra pulang.

"Chat-an sama siapa sih? Masnya dicuekin dari tadi?" Cibir Mark ke arah kekasihnya yang sepanjang perjalanan tidak mengajaknya berbicara dan justru sibuk memegang ponselnya, entah sedang berbalasan pesan dengan siapa.

"Temen doang yaa ampun si ganteng mah cemburuan." Jawabnya singkat, tangannya mengelus perlahan pipi kekasihnya. Ibu jarinya lalu menuju ke sudut bibir Mark, menarik dan mengubahnya menjadi senyuman. Menoleh perlahan, Mark menatap tajam ke Chandra yang tersenyum ke arahnya, mendekatkan dirinya ke arah sang kekasih. Mengecup pipinya perlahan. Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Mark lalu ganti mengecup bibir sang kekasih, menagih janji yang tidak diiyakan tempo hari. Chandra tanpa sadar melenguh ketika lidah Mark memasuki mulutnya, juga tangan besar yang mengelus pinggangnya. Beruntung dirinya menggunakan dress terusan yang cukup ketat sehingga Mark kesulitan menyentuh kulitnya secara langsung. Memindahkan bibirnya ke bahu terbuka sang kekasih, Mark merasakan tangan Chandra menjambak rambutnya, membuatnya sedikit berjengit kaget. Ditambah dengan desahan yang tiba-tiba melingkupi mereka, Mark segera tersadar tindakannya yang sudah kelewat batas.

"Astaga maaf. Maaf Yang. Aku gak maksud kelepasan. I'm so sorry." Tersadar, Mark memperhatikan penampilan kekasihnya yang cukup berantakan. Mukanya memerah dengan mata yang meredup sayu. Chandra menghela napas panjang, menyadari bahwa ini bukan sepenuhnya kesalahan Mark. Ia juga cukup andil karena terbawa arus permainan Mark. Bahkan dia yang memulai ciuman di antara mereka, meski hanya di pipi.

Tuk tuk.

Chandra belum sempat menjawab kalimat Mark ketika kekasihny itu menurunkan kaca jendela di sebelahnya, mendapati Jagat yang sudah menatap mereka sambil tersenyum miring

"Mbak, turun. Ngapain dari tadi sampe gak turun-turun? Mesum ya?" Goda pria itu sambil tertawa melihat ekspresi dsalah tingkah di wajah kakak perempuannya yang mengomel panjang pendek, sibuk membantah kalimat adiknya. Berpamitan dengan kekasihnya,  Chandra lalu buru-buru mengejar Jagat yang sudah lebih dulu masuk rumah.

"Aku gak mesum ya."

"Dibilang sama orang yang lipstick-nya nempel di bibir pacarnya."

Mark tertawa mendengar Chandra yang masih ribut mengomel kepada adiknya, mengusap bibirnya perlahan untuk menghapus lipstick kekasihnya yang menempel lalu melajukan mobilnya untuk meninggalkan kediaman sang kekasih.

***

Menjelang akhir tahun, ngejar cuti natal, kerjaan melimpah.


Jadi sementara work-nya agak terbengkalai dulu :")

Perfect LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang