"Chandra." sapa Tyas pelan saat Chandra memasuki rumah. Berdiri menyambutnya serta memeluknya erat saat melihat gadis itu mulai menitikkan airmatanya. Setelah selesai berbicara dengan Jemima, Chandra memang memutuskan untuk berkunjung ke rumah Mark, dengan larangan Mark untuk Chandra berada berdua saja dengan Jeno karena Mark takut adegan pertengkaran semalam akan kembali terjadi lagi. Iya, Bapak dosen kita memang seposesif itu.
"Maafin Chandra Bu. Chandra gak bermaksud bikin Mas Mark sama Jerry berantem." adunya dengan air mata menggenangi pipinya yang sudah memerah. Tangisnya masih tersisa akibat rasa bersalah menyebabkan Sandjaya bersaudara bertengkar. Tyas tersenyum sambil mengelus perlahan punggung gadis yang enggan melepas pelukannya itu, hingga akhirnya Tyas mengarahkan Chandra untuk mengikutinya duduk di sofa.
"Chandra, gapapa kalau mereka berantem. Mereka sudah dewasa, punya cara sendiri buat menyelesaikan masalah mereka. Chandra jangan nangis ya?" bujuk Tyas sambil mencoba melepaskan pelukan calon menantunya itu.
"Tapi Bu..."
"Beneran gapapa Chan. Ibu kenal anak-anak Ibu, mereka gak bakal marah lama-lama. Tenang aja. Chandra sendiri sekarang gimana? Maunya sama Mas Mark atau Jerry?" tanya Tyas pelan tapi justru membuat Chandra semakin merasa sesak di dadanya.
"Bu, kan Ibu tau kalau Jerry sudah sama Jemima. Jadi Chandra gak mungkin sama Jerry kan Bu? Lagipula kemarin Mas Mark sudah bilang sama Chandra kalau udah mau serius kok." memaksakan senyum terpatri di wajah manisnya, Chandra memperlihatkan tangan kirinya yang di jari manisnya terdapat cincin dari Mark.
"Bukan terpaksa kan? Chandra kan tau dari awal Ibu seneng sama Chandra, Ibu mau Chandra jadi mantu Ibu. Sayang aja anak Ibu pinter banget sampai bisa ngelepasin kamu." ujarnya membuat Chandra tertawa. Karena cinta gak cuma masalah restu Bu, tapi juga waktu dan pengakuan. Anak Ibu sih gak pernah ngomong. "Untung anak Ibu satunya lebih pinter. Ibu seneng kalau Mas Mark buru-buru ngiket kamu. Kamu mau nikah kapan Chan?" tanyanya lagi.
"Ibu ih, nanti dulu dong. Chandra kan mau pacaran dulu sama Mas Mark." rajuknya sambil kembali memeluk wanita di sampingnya, menyembunyikan wajahnya yang sudah merona merah, membuat Tyas tersenyum lebar.
"Padahal baru mau Ibu ajakin cari kain. Dasar anak muda, maunya pacaran terus." canda Tyas sambil mencubit pipi gembil calon menantunya itu, menghasilkan gerutuan protes dari yang lebih muda. "Udah makan belum Nduk? Itu Ibu masak rawon."
"Mau nunggu Mas Mark dulu Bu, katanya sebentar lagi pulang." sahutnya pelan, malu apabila calon mertuanya itu mengejeknya lagi.
"Ibuuuuuuu, masak apa hari ini?" terdengar teriakan dari luar rumah, sebelum kemudian sesosok gadis berseragam abu-abu memasuki ruang keluarga tempat Chandra dan Tyas berada. "Eh ada mbak Chandra." serunya sambil menubrukkan tubuhnya ke arah gadis yang otomatis memeluk Claudya, menahan diri supaya keduanya tidak ambruk. "Kok matanya merah? Habis nangis ya?"
"Berisik banget sih anak cewek. Sana ganti baju, cuci kaki. Ibu masak rawon." tegur Tyas ke arah anak perempuannya yang sedari tadi berteriak-teriak.
"Ayooo Mbak, maem dulu sama Claudya." ajaknya sambil menggenggam tangan kanan Chandra erat dan sedikit menariknya. Chandra tertawa melihat tingkah gadis remaja itu.
"Chandra nungguin Mas Mark. Kamu makan duluan sana." potong Tyas, membuat Claudya sedikit melotot ke arah ibunya.
"Gapapa Bu, Chandra temenin Claudya makan. Yuk Claud." ajaknya sambil mengajak Claudya berdiri untuk mengikutinya. "Jagat gimana Claud?" lanjut Chandra sambil beranjak ke arah ruang makan.
"Jangan kenceng-kenceng mbak, nanti Ibu denger." bisiknya memperingatkan, membuat Chandra terkekeh geli.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Lies
FanfictionSetelah kehilangan cinta pertamanya - yang ternyata lebih memilih sahabatnya -, Haera Chandra Pratama tidak pernah kembali berusaha memiliki hubungan dengan siapapun. Hingga ketika akhirnya sang sahabat menanyakan mengenai statusnya, Chandra terpak...