26.

4.3K 579 5
                                    

"Chandra." panggil Johnny siang itu, tepat setelah Chandra selesai mencuci piring mereka selepas makan siang. Chandra mendekat ke arah ayahnya yang menunggunya sambil menonton acara televisi entah apa, sambil membawakan dua gelas minuman serta cemilan. Mendudukkan dirinya di bawah sofa tepat di samping ayahnya, Chandra menunggu ayahnya melanjutkan kalimatnya. "Gimana sama Mark?"

"Gimana apanya Pak?" Chandra justru balik bertanya kepada ayahnya. Mendongakkan kepalanya sehingga tergeletak di kursi sofa, Chandra memiringkan sedikit kepalanya ke arah kiri sehingga menghadap ke pria yang sudah 21 tahun membesarkannya itu. Tersenyum sejenak, Johnny mengelus perlahan kepala putrinya sebelum mulai menjawab.

"Ya gimana? Kamu udah yakin sama Mark? Kok Tyas beberapa kali nanya jadinya kapan, sejak kamu lulus kemarin itu." tanya Johnny, tangannya masih setia membelai rambut anaknya, seakan mengerti jika anak gadisnya sebenarnya tidak seyakin itu untuk segera berumah tangga.

"Kalau menurut Bapak, gimana?"

"Nduk, Bapak itu bakal setuju kamu sama siapapun, selama kamu bahagia. Nikah itu gak cukup cinta aja lho Nduk. Jangan buru-buru, kenali dulu calonmu itu. Yaa meskipun kemaren Bapak liat dia lumayan sih, bisa ngadepin macan." ujar Johnny pelan.

"Hobinya Bapak tu lho, njelekin anak sendiri." gerutu Chandra sewot, membuat Johnny terkekeh pelan. "Bapak kan tau semua, gak ada yang Chandra tutupin. Chandra juga udah cerita sama Bapak gimana mas Mark ke Chandra. Gimana Chandra juga mau nyoba sama orang baru. Makanya Chandra juga tanya ke Bapak, Bapak liatnya Mas Mark itu gimana kalau sama Chandra? Karena Chandra percaya penilaian Bapak itu juga baik." jelas Chandra sama pelannya, air mata mulai menggenang di kedua matanya. Sejak kepergian ibunya karena penyakit kanker rahim 3 tahun lalu, Chandra memang tidak pernah absen menceritakan semua hal ke ayahnya itu. Termasuk lelaki yang sedang mendekatinya, karena gadis itu beranggapan orang-orang terdekatnya juga harus menyukai siapapun lelaki yang akan bersamanya.

"Dia masih sanggup ngadepin kamu setelah 6 bulan aja bagus." kalimat Johnny membuat Chandra memutar bola matanya malas. "Sejauh ini sih Bapak liat dia baik kalau sama kamu. Kita juga kenal keluarganya, jadi ya Bapak percaya-percaya aja. Dia juga beberapa kali ke sini kan, biasanya buat anter Jagat, bareng sama adiknya itu juga, siapa namanya Chan? Itu pacaran sama adikmu po?" tanya Johnny mengalihkan topik. Sedikit penasaran dengan kisah cinta anak bungsunya.

"Si Claudya? Kemarin-kemarin Claudya sih ceritanya deket doang Pak. Anak Bapak tuh lho, sukanya diem-diem, gak cerita apa-apa." gerutu Chandra sambil memindahkan tubuhnya ke arah sofa, lalu memeluk ayahnya. "Mas Mark mau serius Pak, nanti malem mau ngajak Chandra keluar buat ngomongin." suara Chandra teredam di dada Johnny, membuat Johnny mengelus pelan punggung anaknya itu.

"Yaudah gapapa. Yang penting kamu yakin aja Nduk. Bapak tugasnya cuma tinggal ngrestuin aja." jawabnya ringan. Menolehkan kepalanya sedikit ketika terdengar suara pintu yang terbuka dan suara berat adik bungsunya berteriak ke arah ayah dan anak yang masih setia berpelukan.

"Ngapain tuh mbak Chandra? Ngerayu Bapak biar dikasih duit kan?" tuduhnya sambil tertawa-tawa.

"Enak aja, emangnya kamu?" gerutunya tidak terima, melepaskan pelukannya dari sang ayah, Chandra lalu menarik Jagat yang masih berseragam lengkap untuk ikut duduk di antar mereka. "Nih pak, mumpung anaknya udah pulang. Tanyain udah. Kamu pacaran sama adiknya Jerry kan Gat?"

"Dih kepo." elak Jagat cepat sambil mencoba pergi dari kakaknya, yang tentu saja tidak dilepas dengan mudah oleh Chandra.

"Tuh Pak, kabur kan? Ada apa-apa sama Claudya tuh pasti. Ngakuuuuu kamu." seru Chandra sambil melingkarkan kakinya ke betis adiknya dan tangannya melingkar di perut.

"Bapaaaakk, mbak Chandra nih." protes si bungsu yang justru diabaikan oleh sang ayah dan lebih memilih untuk menyeruput kopi yang sudah dibawakan anak gadisnya.

***

Perfect LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang