63.

3.9K 510 28
                                    

Reza berjalan pelan menuju ke arah belakang gereja, tempat adiknya sedang menanti waktunya memasuki gereja. Sorot khawatirnya tidak bisa disembunyikan ketika gadis itu justru menatapnya dengan ekspresi ingin menangis. Seperti yang bisa diduganya, adik perempuannya itu sedang gugup setengah mati menjelang pernikahannya.

"Gak jadi nikah aja Mas, nanti kalau aku gak bisa jadi istri yang baik gimana? Aku tuh gak sebaik itu buat Mas Mark." Rengek Chandra, sudah hampir mengeluarkan air mata jika tidak didatangi oleh kakak lelakinya itu. Reza menahan diri untuk tidak mengumpat ataupun memukul kepala adiknya, mengembalikannya ke kewarasannya. Tapi tetap membiarkan gadis di hadapannya mengoceh mengenai kekhawatirannya, yang dianggap Reza tidak berdasar.

"Duh bentar ya Pak." pinta Reza ke arah pendeta yang menatapnya maklum. "Ojo nangis dong Ndra. Eman make up mu, waterproof po? Lagian ada-ada aja, acara kurang 10 menit." Chandra menghela napas kesal mendengar kalimat kakak semata wayangnya itu. Bahkan di kala dirinya sudah panik dan siap menangis, Reza justru masih sempat mencandainya. Meringis, Reza lalu menggenggam tangan adik perempuannya, juga berusaha melakukan kontak mata untuk meyakinkan gadis itu. "Liat Mas. Dengerin baik-baik ya adiknya Mas yang paling cantik. You. Are. Good. Enough." ujarnya meyakinkan Chandra yang mulai bisa bernapas dengan teratur. Memandang kakaknya  dengan mata berkaca-kaca. Menit demi berlalu dalam keheningan dengan Reza sibuk meyakinkan adiknya tanpa kata-kata.

"Makasih Mas. Gak usah bilang siapa-siapa tapi." desisnya ketus setelah beberapa saat. Kembali ke mode-nya yang biasa, membuatnya dicibir oleh yang lebih tua.

"Iya. Yaelah masih aja galak. Kutinggal ke depan ya." pamitnya sambil buru-buru berjalan ke gedung gereja.

Reza menghela napas lega ketika akhirnya prosesi pernikahan sang adik berjalan lancar setelah sempat terjadi insiden kepanikan sebelumnya. Juga tidak menyangka Chandra justru lebih tegar, dan tidak meneteskan air mata hingga tiba waktunya sungkem kepada orangtua. Berkebalikan dengan Mark yang justru sudah menitikkan satu dua air mata sejak pengucapan janji nikah, terlihat luar biasa lega. Juga resepsi pernikahan yang berlangsung sederhana dengan senyum lebar yang tidak lepas dari kedua wajah pengantin baru itu. Reza tidak menyangka bahwa adiknya akan bersikukuh mengadakan pernikahan dengan mengundang teman-teman terdekatnya saja, meski Mark sanggup membiayai lebih dari yang diinginkan gadis itu.

Chandra keluar dari kamar mandi, mendapati suaminya sudah sama segarnya dengan dirinya. Terlentang di kasur dengan kaus tanpa lengan dan celana pendek selutut, menatap lurus ke arahnya yang baru selesai mandi. Dapat ditebak, Mark membersihkan diri di kamar mandi luar, agar tidak perlu menunggu Chandra selesai. Ikut merebahkan diri di samping pak dosen, Chandra sudah akan menjaga jarak dan memberi guling di antara mereka berdua ketika Mark menarik lengan Chandra untuk mendekat.

"Sini. Perutnya masih sakit kan pasti?" Tanya Mark lembut, tahu pasti wanita di sampingnya jaga jarak dengannya karena masih kesal akibat pertengkaran mereka seminggu sebelumnya. Pertengkaran yang akan berakhir dengan perpisahan jika mereka berdua tidak memilih menurunkan egonya.

"Masih." Balasnya pelan. Sedikit bersyukur suaminya mau memulai pembicaraannya, karena dirinya bingung ingin meminta maaf kepada pria itu.

"Ya udah sini. Mas usapin perutnya biar gak sakit trus kamunya juga bisa tidur enak." Chandra menyipitkan matanya curiga ke arah pria yang lebih tua. Tidak percaya begitu saja dengan rayuannya. Yakin dengan sangat kalau pria itu akan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mencibir karena biasanya mantan kekasihnya itu bahkan kelepasan saat menciumnya.

"Diusap doang perutnya. Gak diapa-apain lagi wes. Tenang." Janjinya sambil menarik pinggang Chandra. Berdempetan, tangan Mark lalu masuk ke dalam tanktop Chandra untuk mengusapinya pelan. Membantu mengurangi rasa sakit yang dialami sang istri akibat periode bulanannya.

"Mas." Panggil Chandra pelan, mata sayunya perlahan menutup akibat rasa nyaman usapan Mark di perutnya.

"Apa?"

"Pakai ini." Pintanya sambil mengulurkan sebotol minyak kayu putih, meminta suaminya membalurkannya ke perut dan juga punggungnya. Mark mengernyit, dirinya memang tidak terlalu suka bau minyak yang disodorkan Chandra.

"Gak ada yang lain?" Sahutnya, memilih menyuarakan ketidaksukaannya ke arah wanita yang sudah menaikkan tanktopnya sebatas bawah dadanya, memudahkan Mark mengoleskan minyak.

"Mas gak suka baunya ya? Yang kebawa itu doang tadi, biasanya pakai minyak telon. Pakai itu dulu deh, besok baru beli minyak telon." Jawab Chandra. Melihat suaminya tidak juga segera melaksanakan permintaannya dan justru tetap mengusapi perutnya dengan tangan kosong, Chandra lalu berusaha merebut botol yang hanya dipegang erat.

"Gak usah marah. Bentar ini baru mau dibuka." Elak Mark buru-buru saat melihat Chandra sudah akan memuntahkan lahar kalimat kepadanya.

"Ya kan kirain Mas gak suka." gerutunya pelan namun tetap terdengar oleh pria yang akhirnya membantunya mengoleskan minyak ke sekujur perut dan punggung bagian belakangnya. Mengurangi nyeri haidnya. "Mas... " panggilnya setelah beberapa saat mereka berada dalam keheningan.

"Hmmm."

"Princess mau cerita, tapi Mas ganteng gak boleh marah?"

"Ya tergantung."

"Gak jadi aja berarti."

"Heh!" Chandra terbahak ketika Mark mencubit perutnya gemas karena gadis itu tidak jadi bercerita. Menghapus airmata yang timbul karena terlalu banyak tertawa, Chandra lalu menatap mata suaminya, bertanya lewat tatapan matanya. "Iya-iya, buruan."

"Jadi to Mas. Kemaren sebelum adek cuti, adek bikin laporan kerjaan. Nah trus, adek ngobrol-ngobrol sama tuuuuut. " tangan Chandra berpindah ke dagu suaminya, mengelusnya perlahan. Memberi afeksi ringan supaya pria itu tidak meledak marah.

"Siapa tuh tuut?" tanyanya curiga karena tangan istrinya ikut berekspresi di depan  bibirnya.

"Katanya gak boleh nyebut namanya. Ya kusensor aja kan?" Mark tertawa geli saat Chandra yang masih mengingat ketidaksukaannya pada pria yang jelas-jelas diyakininya menyukai Chandra. "Janji dulu gak marah tapi."

"Halah iya. Gak marah deh."

"Dia bilang kalau dia suka sama aku."

"Oh."

"Oh doang?"

"Ya tadi katanya Mas gak boleh marah? Lelaki yang dipegang kan ucapannya." cibirnya pelan.

"Oh iya."

"Lagian kan Mas dah bilang dia tuh suka sama kamu. Mas itu bukannya gak percaya sama kamu. Tapi Mas itu tau kalau kamu itu gampang dimanfaatin." Chandra mendengus mendengar kalimat lelaki yang sudah berstatus sebagai suaminya. Tidak bisa membantah karena tuduhan suaminya memang benar. Bahkan beberapa orang juga pernah mengatainya demikian. "Kamu itu suka gak ngeh kalau dideketin orang, tau gak? Suka gak ngeh kalau orang ada niat lebih sama kamu. Mungkin kamu nganggepnya biasa aja, tapi dianya nganggep lebih. Itu kenapa Mas minta kamu jaga jarak sama. Karena kamu sering gak sadar, omongan kamu yang mana, tingkah kamu yang mana yang dianggap ngasih harapan sama dia." jelasnya panjang lebar. Meski awalnya Mark kesal dan cemburu, tapi dirinya juga menyadari bahwa gadis itu tidak pernah berniat berpaling dari dirinya.

"Iya maaf. Gak lagi-lagi deh ngeyel sama Mas ganteng." balas Chandra, sedikit merasa bersalah karena menyangkal kalimat pria di sampingnya. Chandra mendekatkan dirinya lagi ke arah suaminya, sebelum berbisik di telinga pria itu. "Ngusapnya jangan berhenti dong Mas suami. Ehehehe"

"Injih Ndoro." balas Mark setengah kecewa karena mengira istrinya akan memberinya, minimal sebuah kecupan di pipi.

"Nih cium. Gak usah ngambek." ucapnya, peka dengan ekspresi suaminya yang membuatnya gemas, akhirnya menghadiahkan kecupan ringan di bibir pria itu.

***

Perfect LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang