50.

4.2K 521 21
                                    

"Mas ada tanggal bagus tuh taun depan." Lapor Chandra ke arah pria di sampingnya yang asik menonton acara gosip.

"Kapan?" Tanyanya tanpa mengalihkan perhatiannya. Chandra lalu merebut camilan di pangkuan masnya untuk ikut menyimak acara gosip di depannya.

"Sepuluh sepuluh dua puluh dua puluh." balasnya. Mata keduanya sama-sama menatap acara televisi di hadapan mereka, tidak terlalu ambil pusing dengan topik mereka.

"Emang kamu udah dilamar pacarmu?"

"Kok jadi aku sih? Aku kan cuma yang dulu itu doang, pas gara-gara marahan sama Jerry itu. Lagian katanya aku gak boleh ngelangkahin Mas Reza. Makanya aku bilang Mas Reza biar nikah duluan." cibirnya ke arah kakak laki-lakinya yang justru tertawa dengan kalimatnya.

"Bukannya Bu Tyas minta kalian nikah sebelum lebaran? Tanggal segitu kan udah lewat lebaran." Reza lalu mengalihkan pandangannya ke arah adiknya. Masih sibuk mengunyah kacang bawang di pangkuannya.

"Makasih, tapi kayaknya enggak. Kontrak kerjaku kan gak ngebolehin nikah sampe setahun pertama." Jelas Chandra ke kakaknya.

"Lah trus?" Sahut Johnny, tiba-tiba ikut andil dalam obrolan kedua anaknya. Sedangkan si bungsu memilih tidak ambil peduli dengan obrolan ketiga orang dewasa itu dan mengambil ponsel kakak perempuannya untuk memesan camilan lewat ojol.

"Ya gak gimana-gimana. Dari awal kan Chandra udah bilang mau kerja dulu. Kalau Bu Tyas mau Chandra jadi mantu ya nunggu, kalau enggak ya udah, biar anaknya cari yang lain." Jawabnya ringan, memasukkan camilan ke dalam mulutnya. Membuat Reza menoyor kepalanya pelan.

"Serius Ndra. Yakin mau ngelepas Mark?" kata Reza, mencoba meyakinkan kalimat adik perempuan satu-satunya itu.

"Serius Mas, habis gimana lagi ya kan? Atau kalau Mas mau duluan gapapa. Eh atau malah Bapak tuh." ujarnya melemparkan tanggung jawab ke ayahnya, yang langsung melotot ke arahnya.

"Kok Bapak?" Tanyanya tidak terima.

"Apaan yang kok Bapak. Kemarin aja bapak pergi lagi sama Bu Tania. Jangan Anda pikir saya tidak tahu yaa." Chandra ganti mencibir ke arah ayahnya yang terlihat salah tingkah.

"Nemenin Juno beli keperluan sekolah Ndra." belanya. Tanpa sadar mukanya memerah, malu ketahuan oleh anak gadisnya.

"Ya ya ya, saya percaya aja. Gapapa Pak, gapapa. Aku seneng kok kalau Bapak seneng." Reza kembali berusaha menoyor kepala adiknya yang dihindarinya dengan mudah. "Apa sih kepalaku mulu yang kena." Katanya sewot. Reza dan Jagat tertawa mendengar gerutuan Chandra. Mengalihkan perhatiannya ke arah si bungsu yang memegang ponselnya, Chandra mengernyit curiga. "Ngapain kamu pegang hape Mbak?"

"Hehehe mau jajan camilan. Laper." Jagat cengengesan ketika mbaknya mengomel. Dan semakin mengomel panjang pendek ketika Reza ikut campur pembelian jajan si bungsu.

"Saldoku..." ratap Chandra sambil mengarahkan tangannya ke ponsel yang dipegang adiknya, berpura-pura menangisi saldonya yang pasti akan habis karena dipakai oleh adik dan kakaknya.

"Drama. Nanti Mas isiin lagi." Reza mendengus kasar, untuk kali ini menahan diri untuk tidak menganiaya gadis itu.

"Bilang dong dari tadi hehehe. Kalau gitu kan jadi enak." seru Chandra, membiarkan adiknya memesan apapun yang diinginkannya. Toh nanti Mas Reza akan menggantinya. Dan pasti dengan nominal yang lebih banyak. Ihi.

"Eh Ndra, beneran kamu gak jadi nikah?" Reza kembali menanyai adik perempuannya itu, masih tidak percaya dengan keputusan sebelumnya, karena seingatnya calon mertua adiknya itu tergolong menginginkan adiknya buru-buru menikah dengan anak sulungnya.

"Nyebut Mas yaelah. Bukan gak jadi, tapi belum. Digarisbawahi, belum. Mas duluan aja sana ih." keluh Chandra tidak terima, justru menyuruh kakaknya untuk mendahuluinya. Kakinya menoel betis kakaknya yang berdekatan dengannya. Toh dirinya memang terikat kontrak kerja yang tidak memperbolehkannya menikah dalam waktu dekat.

"Sama aja, Wulan belum mau nikah kok, santai dia. Temen-temennya udah pada nikah padahal."

"Lahh, bukannya tuaan Mbak Wulan dari Mas Reza?" Reza tertawa mendengar pertanyaan keheranan dari Chandra.

"Iya, 2 tahun. Tapi emang dia juga belum mau nikah, Mas juga." jawabnya ringan. Merendahkan suaranya, Reza lalu berbisik ke telinga adiknya. "Bapakmu aja suruh duluan, kayaknya udah serius sama ibunya Juno."

"Mas setuju?" Chandra menyunggingkan senyumnya. Niat kongkalikongnya ternyata berhasil. Kakaknya sudah setuju, anak Bu Tania juga sudah berhasil digenggam restunya. Jadi sepertinya Pak Pratama bisa diumpankan untuk menikah terlebih dahulu.

"Gapapa sih, kamu juga setuju kan?" Chandra mengangguk-anggukkan kepalanya setuju mendengar pertanyaan Reza. Hingga suara Jagat menginterupsi obrolan mereka, karena adanya telepon dari pacar kakak perempuannya itu. Menerima ponsel yang disodorkan adiknya, Chandra lalu memisahkan diri dari ketiga laki-laki itu sebelum menerima panggilan video dari Mark.

"Kenapa?" Tanya Chandra begitu layar ponsel menampilkan wajah sang kekasih.

"Kangen." jawab Mark singkat, mukanya terlihat lusuh dan lelah. Proses persiapan akreditasi yang belum selesai memang menuntut Mark untuk menghabiskan waktunya untuk lembur. Dan Chandra yang hari itu memilih berangkat dan pulang sendiri, membuat Mark tidak sempat bertemu dengan kekasihnya.

"Semangat Mas gantengku. " Seru Chandra memberi semangat untuk kekasihnya, sambil menyamankan dirinya, tidur menelungkup di kasur kamarnya. "Minggu depan udah mau beres kan? Tinggal dikit lagi berarti."

"Besok minggu ada acara gak?" Tanya Mark tiba-tiba. Membuat Chandra bingung dengan perubahan arah pembicaraan.

"Enggak sih kayaknya. Kenapa?"

"Diajakin ibu cari sarimbit tuh. Buat kondangan ke Mas Donny." Suara dengungan menggoda terdengar dari belakang Mark. Rekan kerja Mark jelas tidak akan melewatkan kesempatan menggoda Mark yang sedang menghubungi kekasihnya.

"Hoooo, emang Adek diajak?"

"Kondangannya Mas Donny kan? Diajak lah. Kamu tau si ibu, mau pamer itu, makanya kita diajak cari baju. Kalau Jerry pasti udah diseret dari kemarin tuh dia." Dengusnya. Bukan karena kesal, tetapi karena mengetahui rencana ibunya yang jelas ingin memamerkan kekasihnya di hadapan keluarga besarnya.

"Ya udah gapapa. Besok Mas jemput Adek aja. Ini jangan lupa makan. Jangan lupa minum. Jangan lupa pulang. Adek mau maem dulu, udah dateng pesenannya Jagat." Pamit Chandra saat mendengar teriakan adiknya dari ruang tengah.

"Jam segini makan, katanya takut gendut?" Ejek Mark, belum rela menutup panggilan videonya. Menatap gadis yang justru tertawa di ujung sana.

"Gapapa. Soalnya pacarku lebih seneng kalau aku gendutan. Lebih enak dipeluk gitu." Chandra terkekeh karena pembicaraan mereka yang seolah membicarakan orang lain.

"Pinter. Ya udah sana. Mas lanjut ngerjain dulu, biar bisa buru-buru pulang."

"Bye Mas. Muah." Pamit Chandra sebelum benar-benar mengakhiri panggilan mereka.

***

P.s
Di dalam setiap work, memang harus banget ada curhatan. Dasar aku :'

P.s.s
Me to my self : Katanya mau end di chap 50. Hilih. 😑😑😑

Perfect LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang