"Mas, kamu jadi mau bayarin aku kuliah S2 gak?" Chandra membuka percakapan di sarapan pagi mereka. Reza menoleh kaget mendengar pertanyaan adiknya. Karena seingatnya gadis itu tidak mau melanjutkan kuliah. Dan mengingat adiknya adalah tipikal orang yang mudah-tidak-mudah terpengaruh, Reza yakin ada hal besar yang membuat adiknya tiba-tiba berubah pikiran.
"Kemarin katanya gak mau. Yaudah duitnya Mas tabung, buat biaya nikah sama Wulan." Jawabnya tak acuh, mencebikkan bibirnya ke arah sang adik.
"Halahhhh." Keluh Chandra. "Bayarin dulu kuliahku Mas. Kamu nikahnya besok-besok aja lah. Bapak belum tentu setuju juga."
"Enak aja." Sergah Reza cepat, tidak terima dengan kalimat adiknya. Gak tau aja dia si Wulan udah kuajak ke rumah.
"Bapak udah kenalan sama pacarnya masmu nduk. Manis gitu anaknya. Jagat juga udah kenal kok." Sela Johnny sambil menatap anak gadis satu-satunya. Mencari alasan perubahan mood yang begitu mendadak. Apalagi dilihatnya semalam Chandra kembali dengan muka sembab, tanpa penjelasan apapun dan langsung masuk ke dalam kamar.
"Curiga aku sama kamu. Bilang sama Mas deh Ndra. Marahan kan kamu sama Mark?" Cecarnya lagi. Masih yakin kalau Mark adalah biang masalah perubahan keputusan adiknya.
"Chan Mas. Ya ampun, kayak cowok aku nanti. Dan lagi itu kesimpulan dari mana aku marahan sama Mas Mark?" Gerutunya kesal. Bercampur antara cara masnya memanggilnya juga tuduhan benar masnya mengenai gonjang-ganjing hubungannya.
"Kirain marahan karena Mas Mark jalan sama cewek cakep kapan itu." Sahut Jagat kalem. Menyelesaikan sarapannya dan mengakhirinya dengan meminum segelas air putih. Ikut menatap kakaknya ingin tahu meskipun disambut dengan desisan kesal karena terbongkar rahasianya.
"Tuh kan. Kuliah bukan buat pengalih perhatian Ndra. Bilang sama Mas, diapain kamu sama Mark, sampe jadi kayak gini?" Desaknya
"Mas. Aku tuh mau kuliah yaa karena mau kuliah. Cewek selain berduit juga harus pinter kan? Emang besok siapa yang ngajarin anak-anak kalau bukan ibunya? Biar gak gampang digoblokin juga sama cowok." Elaknya cepat. Sama cepatnya dengan reaksinya saat mendengar bunyi bel terdengar. Membuatnya melonjak kaget dan buru-buru mengambil tas kerjanya. "Tuh aku dijemput Mas Mark. Kalau lagi marahan, mana mungkin dia mau jemput aku?" Serunya sambil mendekat ke arah ayahnya. Mengecup pipinya perlahan sebelum berpamitan. "Anak wedokmu sing ayu dewe berangkat dulu ya Pak. Muah. Piringnya gak usah dicuci, biar Mas Reza aja." Johnny mengibaskan tangannya malas. Reza sendiri memutuskan untuk mengikuti langkah kaki adiknya, tidak semudah itu percaya dengan tipu muslihat adik perempuannya.
Mark terperangah tidak percaya ketika Chandra membukakan pintu, sudah berpakaian kerja lengkap. Juga senyum manis yang menghiasi wajah cantiknya. Tersenyum canggung, Mark mengerti alasannya sejurus kemudian ketika melihat Reza ada di belakangnya, menatap mereka curiga. Mark memilih menganggukkan kepalanya dan berpamitan untuk mengantarkan gadisnya berangkat bekerja.
"Diem. Diem. Gak usah dibahas. Aku cuma gak mau orang rumah curiga. Apalagi si curut satu itu." Ancam Chandra begitu Mark menutup pintu mobil tapi tidak segera menjalankannya, pura-pura tersenyum dan melambai ke arah Reza yang masih setia berdiri di depan pintu rumah. Mengantar kepergian adiknya.
Mark menuruti kemauan Chandra dengan tidak membahas apapun sepanjang perjalanan. Mark juga memilih membiarkan gadis itu fokus bekerja hari itu. Terkecuali Mark mengirim sebuah buket bunga ke kantor si gadis saat makan siang. Disertai dengan sebuah kotak makan siang dan sebuah notes permintaan maaf. Mencoba menaikkan mood sang kekasih yang sudah terlanjur anjlok.
Chandra melambaikan tangan ke arah teman-teman sekerjanya dan sudah akan bersiap memesan ojek online ketika dilihatnya mobil yang cukup familiar mendekat ke arahnya. Mengerang tertahan, Chandra kesal karena dia pasti tidak akan bisa menolak untuk pulang dengan si penjemput.
"Mas anter pulang." Paksa Mark, memandang lurus kekasihnya dari pintu penumpang yang terbuka. Menanti kekasihnya masuk ke dalam. Chandra mendengus kesal tapi melangkahkan kakinya ke dalam mobil, mengedarkan pandangannya ke arah luar, membuat rambut bob sebahunya mengibas. Mark memilih tidak melajukan mobilnya terlebih dahulu, dan menggenggam tangan wanita di sampingnya.
"Jangan..."
"Mas minta maaf."
"Jangan bilang apapun."
"Henny itu kena KDRT sama suaminya."
"Mas, jujur aja ya. Aku tuh tau aku gak cantik. Aku gak pinter. Aku gak manis kayak mbak Henny. Aku gak bisa ngurus anak kecil dan ngurus rumah tangga. Aku gak bisa ngelepas kerjaanku. Aku takut kalau semua itu bikin Mas lebih milih mbak Henny dari aku. Mas gak cerita apa-apa tentang mbak Henny, aku harus tau tentang mbak Henny dari orang lain. Aku tuh takut Mas, takut banget." Chandra membenci dirinya sendiri yang justru berurai air mata saat mengungkapkan isi hatinya. Bukannya marah sesuai dengan emosi yang dirasanya menyesak di dalam dadanya.
"Chan... "
"Tapi tenang Mas. Tenang." Sanggahnya cepat sambil mengusap airmata yang tidak bisa berhenti mengaliri pipi tembamnya. "Aku udah gapapa." Mark menghela nafas lega mendengar kalimat kekasihnya. "Aku gapapa kalau Mas Mark lebih milih mbak Henny daripada aku. Mungkin restu ibumu juga bakal lebih gampang didapetin. Kamu juga lebih percaya sama dia kan, daripada sama aku? Dia tau tentang kamu. Lebih daripada aku."
"Gak gitu Chandra, saya gak maksud gitu...."
"Aku mau pulang. Aku mau mandi. Aku mau tidur. Capek." Ucapnya final. Dan Mark tidak bisa melakukan apapun selain menuruti kemauan gadis yang terlihat sangat kecewa padanya.
***
Habis ini ngilang lagi sebulan, biar ada yang nyariin ehehehehe:3
Btw ada yang masih kesel sama Mark? Atau Herin? Please drop your reason.
Here 👉Atau malah sama Haechan? 😄😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Lies
FanfictionSetelah kehilangan cinta pertamanya - yang ternyata lebih memilih sahabatnya -, Haera Chandra Pratama tidak pernah kembali berusaha memiliki hubungan dengan siapapun. Hingga ketika akhirnya sang sahabat menanyakan mengenai statusnya, Chandra terpak...