Pada akhirnya wisuda Chandra benar-benar dihadiri 2 keluarga besar. Entah bagaimana keluarga Mark akhirnya tau dan memutuskan untuk mengikuti prosesi kelulusan gadis itu. Chandra bahkan terkejut ketika Bu Tyas datang 3 hari sebelum hari-H dan memintanya untuk menemani berjalan-jalan serta mengakrabkan diri dengan calon menantu.
Selesai acara wisuda, Chandra bahkan langsung disoraki teman-temannya, karena Mark tidak segan membawakannya buket bunga yang terbilang besar dan memeluknya serta mengecup pipinya - jangan lupakan bisikan selamat di telinga kanannya - di hadapan teman-teman serta keluarganya membuat pipi gadis itu merona, juga kehebohan yang menjadi-jadi di antara mereka.
Pulang tidak berbarengan dengan keluarganya, Chandra harus berdrama dengan teman-temannya yang masih berjuang - mengingat Chandra memang mengejar kelulusan lebih cepat dari teman-temannya, 3,5 tahun dan cumlaude - terlebih dahulu. Membiarkan mereka menangisi kepulangannya ke kampung halaman, dan memberikannya beberapa oleh-oleh untuk dibawa.
"Dek?" panggil Mark pelan, mencoba mengalihkan perhatian Chandra yang memandang keluar jendela mobil. Mark memang menjemput Chandra di hari kepulangannya dari perantauan serta bersikeras mengantarkannya pulang, tanpa perlu diantar sopir, seperti yang disarankan ibunya.
"Hah?" jawab Chandra sambil menatap Mark. Mark tertawa melihat reaksi yang menatapnya dengan mata bulatnya dan pipi bersemu cantik.
"Masih sedih karna harus balik?" tanya Mark.
"Gak gak gak. Tadi Mas Mark manggil aku apa?" Chandra balik bertanya, sedikit tidak percaya dengan pendengarannya. Sejak kapan Mark memanggilnya dengan panggilan Dek.
"Gak salah denger kok, Dek Chandra." ulang Mark sambil tersenyum, masih geli dengan ekspresi gadis di sampingnya yang justru semakin merona merah hingga ke telinga.
"Kok Dek Chandra sih?" Chandra memalingkan mukanya yang dia yakin sudah semerah kepiting rebus, tidak berani bertatapan dengan pria yang masih santai membawa laju mobil mereka.
"Maunya Mas panggil apa? Sayang?" kalimat Mark dihadiahi pukulan ringan dari gadis itu dan Mark yang semakin terpingkal dengan reaksinya. "Itu di belakang ada hadiah kelulusan buat kamu dari saya. Kemarin baru Ibu aja kan yang kasih?" tanyanya sambil menunjuk sambil lalu arah belakang jok mobilnya. Chandra menengok ke arah jok belakang mobil Mark hanya untuk mendapati beberapa tas belanja dengan berbagai merk. Tanpa membuka, Chandra bisa mengira beberapa barang yang ada di dalamnya. Baju, sepatu serta - sepertinya - jam tangan.
"Banyak amat sih Mas? Buat siapa aja itu?" gerutu Chandra sewot. "Ibu kemarin juga kasih banyak banget lho, sekarang Mas. Boros banget sih sama Chandra. Pacar juga bukan."
"Ya gapapa, kan buat calonnya. Ibu seneng kan sama kamu." jawab Mark singkat sambil membelokkan mobilnya ke arah pekarangan rumah Chandra.
"Itu Mas juga kasih banyak. Bermerek semua lagi. Ngapain sih beli mahal-mahal." lanjutnya lagi. Mark mulai memberhentikan mobilnya. Memiringkan tubuhnya untuk berhadapan dengan Chandra, Mark memulai kalimatnya.
"Kapan itu saya pernah bilang, saya gak suka kamu pakai baju kurang bahan. Besok lagi, pakai bajunya kayak yang saya beliin itu ya Dek. Kalau kurang bilang, nanti kamu ajak Claudya gapapa buat beli lagi."
"Astaga ya ampun Mas. Yang bener aja lho." keluh Chandra yang langsung disela oleh Mark.
"Besok ada acara gak? Jalan sama saya?" tawarnya ke arah Chandra yang mengerutkan alisnya heran.
"Mau ke mana?" tanyanya.
"Kamu gak punya pacar kan?" tanyanya tanpa menghiraukan pertanyaan Chandra.
"Mas bercanda? Mas kan tau alesanku pura-pura ngakuin Mas jadi suamiku. Kalau udah punya pacar, aku pasti gak bakal bohong lah." jawabnya judes, kesal karena pertanyaannya dijawab dengan pertanyaan lain.
"Lagi suka sama cowok gak?" tanyanya lagi. Mark melihat sekilas keraguan ketika gadis itu akan menjawab pertanyaannya. Mark lalu memutuskan keluar dari mobil dan membukakan pintu di samping Chandra, membuat gadis itu memandang sosok tegap yang berdiri di sampingnya itu.
"Enggak." jawabnya singkat. "Kenapa?" Mark membantu gadis itu keluar dari mobil dan mengeluarkan beberapa barang bawaan dari bagasi serta jok belakang.
"Ya udah. Besok pergi sama saya, buat ngomongin kita. Kalau kamu masih mau sih, soalnya kalau saya, udah jelas masih mau." jawab Mark, membuat Chandra menoleh kaget ke arah pria yang justru masih santai menutup pintu mobil, tangannya sibuk membawa beberapa tas belanjaan yang diperuntukkan bagi Chandra.
"Hah?"
"Hah mulu, ayo masuk. Biar saya sekalian pamit sama Pak Pratama dulu." dengan sebelah lengannya, Mark menyenggol bahu gadis yang masih berdiri kaku di samping mobilnya, memberinya isyarat untuk segera masuk ke dalam rumah. Merasa gadis itu tidak mengikutinya, Mark menolehkan kepalanya dan sedikit berteriak. "Heh ayo! Malah ngelamun di tengah jalan."
"Ehh Mas... Mas... MASSSS!" teriak Chandra sambil berlari mengejar Mark yang justru tertawa meninggalkannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Lies
FanfictionSetelah kehilangan cinta pertamanya - yang ternyata lebih memilih sahabatnya -, Haera Chandra Pratama tidak pernah kembali berusaha memiliki hubungan dengan siapapun. Hingga ketika akhirnya sang sahabat menanyakan mengenai statusnya, Chandra terpak...