"Ndra, ngapain di sini?" tanya Reza, mendekati adiknya yang terlihat sibuk membantu ibunya berkutat di dapur. Baru hari ketiga setelah pernikahannya, Reza sudah mendapati adiknya berada kembali di rumah. Chandra mengedikkan bahunya tak acuh sambil meneruskan kegiatannya. Memperhatikan Chandra dalam diam, tiba-tiba Reza menceploskan kalimatnya. "Kok jalannya biasa aja. Gak sakit?"
Chandra terdiam sejenak, tidak paham maksud kakaknya untuk sementara waktu. Hingga akhirnya menjerit dan memukul lengan kakaknya itu. Matanya melirik tajam ke arah pria yang terkikik.
"Jorok banget. Sumpah." dumalnya kesal begitu mengerti arah pembicaraan yang dimaksud.
"Belum diapa-apain tuh sama Masnya." timpal Tania menggodai Chandra yang sudah merona merah. Malu setengah mati karena godaan ibu dan kakak laki-lakinya.
"Ibuuuuu." Rengeknya. Beruntung kedua piyik belum pulang dari sekolah, sehingga mereka tidak perlu mendengar obrolan tidak senonoh mereka.
"Wahhh dua hari kamu gak diapa-apain Chan? Dianya gak kuat?" tanyanya sambil tertawa puas karena ekspresi kesal Chandra. Dirinya memang menyukai momen di mana adiknya itu jengkel kepadanya. "Kok ibu tau sih?" mencondongkan tubuhnya ke arah wanita yang lebih tua, Reza lagi-lagi mendapatkan gebukan dari adiknya karena terlalu dianggap penasaran. Terbahak, Reza sedikit menjaga jarak dari adiknya agar tidak menjadi korban pemukulan oleh adik perempuan satu-satunya. Bertekad mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.
"Kan kemarin pas nikah tuh adikmu dapet Mas." jelas Tania, ikut malu dengan obrolan dua muda mudi di hadapannya itu tapi tetap menanggapinya. Meski dihadiahi dengusan kesal oleh si gadis muda.
"Oalah, pantesan drama nangis-nangis mau gak jadi nikah aja." Kata Reza sambil lalu. Tangannya mengambil risol yang sudah tidak terlalu panas, menikmati makanan buatan adiknya itu.
"Iya Chan?"
"MAS REZA I LHO. JANJINYA GAK BILANG SIAPA-SIAPA?" Serunya kencang. Kesal dengan kenyataan kakaknya membongkar hal yang seharusnya menjadi rahasia mereka berdua.
"Hahaha"
"Ganggu ih. Sana kerja." Usirnya saat masih melihat sosok kakaknya berkeliaran. Lupa pada kenyataan kakaknya itu lebih banyak mengerjakan pekerjaannya dari rumah.
"Badmood karna udah ditinggal kerja mas bojo ya?" teriak Reza sambil berlari ke ruang tengah, menghindari serbet yang dilemparkan adiknya itu. Tania tersenyum maklum, mengelus perlahan lengan gadis yang terlihat akan menangis. Gadis itu memang mendapat jatah cuti yang lebih panjang dari sang suami sehingga Mark sudah mulai masuk kerja sedangkan dirinya masih memiliki 1 hari lebih dibandingkan dengan pria itu.
"Sensitif banget pengantin baru." Tania mendekat ke arah putrinya, mendekapnya dari samping untuk menenangkannya. "Bercanda itu masnya. Gak usah diambil hati ya." Tania kembali mengelus-elus lengan gadis di dekapannya.
Aura badmood Chandra masih terasa hingga Mark menjemput gadis itu di rumah sang mertua. Chandra memilih lebih banyak diam selepasnya makan malam di rumah. Bahkan perjalanan pulang yang biasanya diisi dengan celotehan ringan gadis itu, berganti dengan pertanyaan singkat mengenai hari Mark di kampus. Menaikkan alisnya, Mark lalu membiarkan sang istri terdiam dalam lamunannya sambil sesekali menusukkan jarinya ke punggung tangan Chandra, mencoba menarik perhatian gadis itu.
"Dih. Sembarangan banget naroh baju kotor. Udah dikasih keranjang, bukannya ditaroh sana." dumalnya kesal sambil memunguti baju suaminya yang berserakan di sekitar ranjang mereka, lalu meletakkannya di keranjang cucian. Langsung terburu ke kamar mandi, Mark memang melemparkan baju kotornya ke sembarang arah. Membuat sang istri membereskannya. Mark baru saja keluar dari kamar mandi mengernyit heran mendengar gerutuan tidak jelas wanita yang sibuk mondar mandir di sisinya.
"Kenapa?" tanyanya heran, alisnya mengerut melihat ekspresi Chandra yang seperti akan mengeluarkan kalimat panjang.
"Gapapa." jawabnya singkat lalu masuk ke kamar mandi, bergantian dengan suaminya itu. Mendengus kesal ketika lagi-lagi hal tidak sesuai dengan kebiasaannya. Membuatnya kembali menggerutu pelan, tidak menyuarakan kekesalannya terlalu kencang.
"Bojonya Mas kenapa sih? Kok kayaknya badmood? Tadi dari rumah Bapak juga udah kucel kayaknya?" Mark mendekat ke arah istrinya yang terlihat segar. Cantik meskipun dengan rambut berantakan yang diikat ke atas. Menghadiahi pipi yang sudah tidak bulat lagi itu dengan sebuah kecupan.
"Mas nih ya, make pasta giginya gak dari bawah. Aneh bentuknya kan. Baju kotornya juga ditaruh ke keranjang dong, udah disiapin di situ, malah ditaruh sembarangan." gerutunya. Pipinya menggembung menahan kesal, Chandra sedikit mendorong badan di hadapannya dan melewati pria yang langsung mengikuti langkahnya menuju ke ranjang. Mark terkekeh ringan, lalu memeluk tubuh istrinya dari belakang, membawanya terduduk di atas kasur besar mereka.
"Gitu dong. Kalau gak suka tuh ngomong, jangan ngomel-ngomel yang masnya gak denger." Chandra mencibir pelan kalimat suaminya. "Maaf ya sayangku. Besok gak lagi-lagi. Tadi buru-buru." rayunya, menciumi tengkuk Chandra dari belakang. Membiarkan tengkuknya merinding karena hembusan napas pria itu.
"Ngapain ini?" sentaknya ketika tangan Mark berada di perutnya. Sudah sama-sama siap merebahkan tubuh mereka, dan Mark justru merangkul pinggangnya mendekat. Mengganggu kegiatannya menepuk bantal agar sesuai dengan bentuk yang diinginkannya dan membuatnya nyaman.
"Tidur lah. Emang kamu gak mau tidur?" Mark tertawa melihat rona merah di pipi tirus Chandra. "Mikir jorok nih pasti." godanya renyah. Chandra buru-buru memukulkan bantal yang dipegangnya ke muka pria itu. Malu setengah mati karena mengira pria itu menggodanya dan ingin meminta jatah darinya.
"Ya kan kirain Mas mau." Bisiknya pelan, menutupi mukanya dengan bantal yang di pelukannya. Mark kembali tertawa karena raut malu-malu gadis di sampingnya. Terlihat begitu menggemaskan layaknya anak remaja yang sedang jatuh cinta.
"Emang kamu sudah siap?"
"Sakit gak?" Tanyanya polos, mengangkat wajahnya untuk menghadap pria di hadapannya dengan mata yang membulat sempurna. Sorot matanya sedikit mengguratkan kekhawatiran. Membuat Mark tidak tega menjawabnya.
"Ya gak tau, Mas kan belum pernah. Malah aneh kalau Mas tau sakit apa enggak." Balasnya ringan, mengedikkan bahunya tak acuh. Tidak ambil peduli kapan mereka akan melakukan itu. Toh dirinya sudah menunggu Chandra sejauh ini, tidak masalah jika harus menunggu hingga gadis itu benar-benar siap.
"Adek udah selesai kok. Kalau Mas mau." Chandra menggigit bibirnya selepas mengatakan hal itu. Lagi-lagi menyesali dirinya yang mempermalukan diri sendiri. Membuatnya terkesan ingin memulai terlebih dahulu.
"Tapi kan besok kamu kerja." Mark lalu mendekap istrinya, menciumi pucuk kepalanya ringan. Chandra lalu meletakkan kepalanya di dada bidang suaminya, dengan tangan bergerilya di balik kaos pria itu, menyentuh perut Mark dengan sedikit sensual. "Nakal nih ya, tidur gak kamu." Serunya sambil menggoyang-goyangkan tubuh gadis di pelukannya, yang tertawa-tawa ringan karena tindakannya.
***
Gak tega mau bikin nananinu wkwkk
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Lies
FanfictionSetelah kehilangan cinta pertamanya - yang ternyata lebih memilih sahabatnya -, Haera Chandra Pratama tidak pernah kembali berusaha memiliki hubungan dengan siapapun. Hingga ketika akhirnya sang sahabat menanyakan mengenai statusnya, Chandra terpak...