55.

3.7K 495 36
                                    

"Bangun." Reza membuka selimut yang dipakai Chandra, membuat gadis itu merengek, kesal karena hawa dingin yang menerpanya. Bahkan jam belum menunjukkan pukul 8 tapi kakaknya sudah merecoki hari liburnya. "Libur sampai kapan kamu?"

"Apaan libur sampai kapan, cuma hari ini doang." Sahutnya, tangannya meraih kunciran lalu mulai merapikan rambutnya yang berantakan sehabis bangun tidur. Menatap kakak laki-lakinya curiga karena ajakannya yang tiba-tiba. Sangat bukan masnya sekali.

"Mandi buruan. Jalan kita. Pakai baju yang cukup bahan." Ujarnya cepat. Chandra mencebik kesal sebelum menuruti perkataan Reza. Chandra lalu menghampiri Reza segera setelah dirinya selesai berdandan dan mengikuti arah Reza yang mengajaknya keluar. Setengah jam kemudian, Chandra sedikit terkejut ketika tiba di tempat yang dituju. Masih dalam diam, Reza lalu mengajak Chandra turun dan mendatangi makam ibu mereka, tidak lupa membawa bunga yang sudah lebih dulu ditaruhnya di jok belakang mobil, benda yang tidak disadari Chandra ada di sana. Berjalan berdampingan, Chandra membiarkan sang kakak terlebih dahulu berjongkok di depan makam sang ibu, meletakkan bunga yang dibawanya. Bergantian dengan sang kakak, Chandra kemudian berjongkok di depan makam sang ibu, mengelus nisannya perlahan sebelum memulai obrolannya seperti biasa. Membiarkan air mata mengaliri pipi tembamnya, Chandra menghela nafasnya sambil membersit hidungnya, menerima tisu yang disodorkan kakaknya.

"Katanya kangen." Ejek Reza saat adiknya sudah selesai berbincang dengan ibunya, mukanya sedikit sembab akibat tangis. Meski tidak banyak yang adiknya itu ucapkan, Reza cukup tau kalau adiknya itu merindukan sang ibu. Alasan yang akhirnya membuat Reza mengajak adiknya itu ke makam sang ibu.

"Huhuhuuu Mas Reza" Chandra berdiri dan pura-pura menangis sambil menghambur ke pelukan kakaknya, yang langsung meraup muka Chandra, menahannya dari tubuhnya. "Jahat banget. EYELINERRR-KU." Teriaknya, disambut tawa terbahak sang kakak, yang berbalik untuk meninggalkannya ke arah parkiran. Menggerutu, Chandra lalu menyusul Reza dan buru-buru dan masuk ke mobil.

"Makan gak?" Tanya Reza sambil perlahan melajukan mobilnya keluar dari area pemakaman. Membiarkan Chandra memilih lagu untuk mereka dengarkan sepanjang perjalanan mereka.

"Ehehehe iya dong Mas ganteng. Jajanin tapi ya." Rayunya, menolehkan separuh tubuhnya ke samping, tangannya mengatup di depan dadanya dengan mata yang dikedip-kedipkan manja supaya sang kakak mengiyakan permohonannya.

"Gitu aja masnya dikatain ganteng. Es teh sama gorengan 2 ya." Tawarnya dengan tega, melirik adiknya yang mendengus. Tidak terima jika hanya dibelikan segelas es teh dan 2 buah gorengan sebagai sogokan. Harga dirinya tidak menyetujui itu. BK dong minimal.

"Pelit amat sih, gaji udah 2 digit elah." Reza tertawa karena kalimat adiknya yang mengejeknya, lalu membawa kendaraan mereka menuju ke sebuah restoran yang diminta adiknya. Hari ini Reza memilih berbaik hati menuruti keinginan Chandra yang sedang gloomy. Hal yang kemudian disesali Reza karena nafsu makan adiknya yang tergolong baik akhirnya cukup membuatnya merogoh kantongnya dalam-dalam.

"Habis dari mana?" Tanya Pak Pratama begitu anaknya masuk ke dalam rumah, raut wajahnya sedikit sembab, tapi senyuman lebar tercetak di wajah cantiknya. Membuat siapa saja curiga dengan tingkah anehnya.

"Makan. Ehehe" jawab Chandra sambil kemudian menghampiri pria yang sudah membesarkannya itu, menempatkan kepalanya di dada bidang sang ayah. Dipeluk dengan erat oleh anak gadisnya. Pak Pratama mengernyitkan alisnya heran dan memberi pandangan bertanya kepada anak sulungnya, yang berjalan di belakang adiknya, hanya dibalas cebikan, tidak mau memberi tahu sang ayah alasan adiknya berubah mellow. Tapi tangannya bergerak untuk menoyor kepala adiknya pelan.

"Kenapa sih?" kekeh Pak Pratama, melihat pertengkaran kedua anaknya seperti biasa. Mengelus perlahan surai hitam anak gadisnya, yang justru ikut tertawa di dalam pelukan ayahnya.

"Sayang Bapak. Gak boleh emang?" Jawabnya, melepaskan pelukannya dan menatap sang ayah, berkacak pinggang, pura-pura menggerutu karena kalimat ayahnya.

"Mau minta duit itu pasti Pak. Buat biaya kawin sama pacarnya." Adu Reza sambil berlalu, mendahului sang adik untuk masuk ke kamar mandi dan membasuh tangan serta kakinya. Ritual sehabis mengunjungi makam. Pak Pratama tertawa mendengar anak gadisnya mengomeli Reza yang sudah berlalu, tidak bisa dicubiti karena kalimat asalnya, ganti mencubit pipi Chandra yang sudah hampir mengumpati kakak sulungnya

Malamnya, Chandra tersenyum melihat senyuman lebar di wajah ayahnya. Sejak kepergian ibunya bertahun silam, gadis itu tidak menyangka mereka akan menyambut orang baru di kehidupan mereka. Padahal sebenarnya dirinya sendiri yang mendekatkan mereka berdua. Dan malam itu akhirnya sang ayah memperkenalkan calonnya kepada ketiga anaknya dalam acara makan bersama. Mumpung tahun baru juga katanya.

"Ndra, gak nyesel diduluin Bapak?" Sebuah suara dari samping Chandra yang masih sibuk menyantap sate, hidangan yang dipilih Pak Pratama untuk melengkapi pertemuan mereka malam itu. Chandra merotasikan matanya malas, lalu melangkahkan kakinya ke sofa ruang tengah, duduk sambil mendekati Juno yang sudah terlebih dahulu ada di sana, dengan Reza yang masih setia mengekor di belakangnya, persis seperti Jumi, kucing depan rumah yang hobi mengikuti Chandra jika dirinya sedang berada di rumah.

"Mbak, nyuwun." Kata bocah SMP yang duduk di karpet, bukannya di sofa, membuka mulutnya untuk menerima sepotong sate dan lontong dari gadis yang ikut duduk di sampingnya. Sebelah tangannya memegang seporsi sate yang masih utuh.

"Enggak Mas. Kamu kali nyesel dilangkahin Pak Pratama." Seloroh Chandra sambil menyuapi Juno, membuat Juno bingung dengan pembicaraan kedua calon kakak tirinya itu, Sebentar kemudian, ganti Jagat yang ikut merusuhi mereka, meminta kakak perempuannya untuk meluruskan kakinya untuk kemudian berbaring di paha sang kakak. Juga mulut yang membuka lebar meminta disuapi. "TADI GAK PADA AMBIL SENDIRI. HERAN GANGGUIN MBAKNYA." Seru Chandra, tangannya tetap menyuapi Jagat yang sibuk mengganti saluran televisi untuk ditonton dan berhenti di sebuah tayangan ajang pencarian bakat.

"Orang Mbak juga udah piring ketiga kan itu?" sergah Jagat tidak terima, tetap menginginkan makanan yang dipegang oleh Chandra. Bodo amat dimarahin juga.

"Bukan 4?" Tanya Reza heran, seingatnya Chandra sudah beberapa kali menambah porsi makannya. Padahal tadi siang adiknya bahkan sudah menguras kantongnya untuk makanan, sekarang sudah kembali menghabiskan porsi makan yang cukup banyak. Membuatnya tidak habis pikir dengan kemampuan lambung sang adik.

"4 deh kayaknya Mas." Sahut Juno mengonfirmasi jumlah piring yang makanannya sudah dihabiskan Chandra. Memberikan pandangan tidak percaya ketiga lelaki itu bersekutu untuk melawannya, Chandra menyentakkan kakinya, membuat Jagat terguling dari pangkuannya dan berteriak mengadu.

"IBUUU, AKU DINAKALIN MBAK CHANDRA." Teriak Jagat, mengadu kepada calon ibu barunya yang sedang berjalan ke arah mereka. Bergabung dengan keriuhan yang sedang berlangsung.

"BERISIK." Umpat Chandra sambil menyuapkan sepotong sate lagi ke arahnya, yang langsung disambut Jagat tanpa banyak komplain, dengan Pak Pratama dan Tania yang menggeleng-gelengkan kepalanya heran karena tingkah anak-anak mereka.

***

Perfect LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang