-; fête

465 73 4
                                    

Sekarang malam sabtu. Setelah melakukan siaran langsung di rumah Zach tadi, aku langsung diantar pulang olehnya.

Cklek.

"Wake up, dumbass. Kita bakal telat kalo lo males-malesan," ucap Ashley yang tiba tiba saja masuk ke kamarku tanpa izin.

"Hah, mau kemana?" Tanyaku kebingungan.

"Lo lupa? Pesta Amanda!" Serunya padaku.

"Gamau ah. Ga suka pesta." Aku menutup wajahku dengan bantal.

Namun, seorang lelaki menggoyang-goyangkan kakiku. "Hey, Haz. Wake up, stupid."

"Shut up, Coben. Leave me alone!"

"I'm not Coben and i don't want to leave you alone!" Balasnya sambil menirukan nada bicaraku tadi.

Aku menjauhkan bantalku dari wajahku. "What. Do. You. Want."

"Ayo ikut pesta!" Corbyn menarik tangan kiriku.

"Ya! Sekali-kali seneng-seneng bareng lah!" Ashley menarik tangan kananku.

"Lepasin dulu baru aku setuju."

Mereka melepaskan tarikan mereka.

"Okay. I'm in."

Kami bertiga berhenti di depan rumah Amanda. Disana sudah banyak orang yang hadir di halaman rumahnya. Kami pun melangkahkan kaki untuk masuk kesana.

"Ah, Hazel! Akhirnya lo dateng juga!" Sambut Amanda sambil menyodorkan segelas bir pong kepada kami bertiga.

"Hahahah! Bessons memaksaku, Amy," Aku melirik ke arah Ashley dan Corbyn.

"Okay, then. Nikmati pestanya!" Ia mengedipkan matanya dan berjalan pergi.

Aku menoleh ke arah Corbyn. "Habis ini lo mau ngapain, Bean?"

"Gue mau ngumpul sama teman basket gue. Bye, girls!" Serunya dan melangkah ke halaman belakang rumah Amanda.

"Kalo lo gimana, Ash?"

"Oh, gue mau seneng-seneng sama temen cheers gue. Bye, Haz! Bersosialisasilah!" Ashley melambaikan tangannya padaku dan melenggang pergi.

Percuma saja mereka mengajakku kalau ujung-ujungnya aku ditinggal sendirian.

Aku berjalan menuju basement di rumah Amanda. Ada Jonah disana. Aku menghampirinya dan menepuk pundaknya.

"Oh, hey, Hazel! What's up? Tumben ke pesta?"

"Dipaksa dateng sama Bessons. Anyway, gue ga punya temen disini. Gue boleh ngikut lo?"

"Sure, gue juga belum ada temen ngobrol," Jonah duduk di sofa terdekat dan menepuk bagian sofa lainnya. Memberiku isyarat untuk duduk disana.

Aku duduk di sebelahnya dan menyandarkan punggungku pada sandaran sofa ini.

"Bir nya ga diminum?" Tanyanya mengisi kekosongan di antara kita berdua.

"Iya. Minum aja punyaku, Jo. Nanti aku ambil sendiri," ujarku menyerahkan gelas plastik merah berisi bir tersebut.

"Well, thanks." Ia mengambil gelasku dan meminumnya sampai habis.

"So, udah tau berita terbaru?" Tanyanya setelah meminum bir tersebut.

"Tentang Daniel?"

"Yep. Aku senang mereka putus."

"Really?"

"Gue tau kalo Lexie emang suka main belakang diliat dari sifatnya."

"Jadi lo udah tau ini dari lama?"

"Right. Gue cuma pengen dia nyadar sendiri biar pemikirannya lebih dewasa. Gue yakin, lo juga udah tau kalo tentang Lexie dari lama."

"Yaa gitu." Aku menundukkan kepalaku.

"What's wrong, Haz?" Tanya Jonah sambil merangkulku.

"Boleh cerita, Jo?" Aku mengalihkan pandanganku padanya.

"Jangan bilang kalo ini tentang dia."

Aku mengangguk perlahan dan mulai menitikkan air mata. Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Menangis terisak-isak disana.

"Jangan nangis. Bakal gue habisin dia." He's like a brother to me.

Saat Jonah ingin merangkulku untuk membuatku tenang, seorang laki-laki datang dari lantai atas untuk menghampiri Jonah dan memukul rahangnya secara tiba-tiba.

Lelaki tersebut menarik kerah baju Jonah dan berseru hingga menarik perhatian semua orang di ruangan ini. "What the f*ck, man. Lo apain dia sampe dia nangis? Hah? Jawab gue!"

Suara ini...

Aku mengenali suara ini.

Ini suara miliknya.

Suara milik seseorang yang telah membuatku bersedih selama beberapa hari terakhir ini.

Ya.

Suara ini milik Daniel.

2019 ©️ jal0ux

𝐟𝐨𝐫𝐠𝐨𝐭𝐭𝐞𝐧 | djsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang