-; ne pas

370 60 6
                                    

"Paru-parunya lemah, Zel. Gue gatau harus gimana lagi." Tangisannya semakin deras di pundakku.

Dia emang dari kecil udah punya gangguan pernapasan. ya, gue tau. tapi kalo paru-parunya lemah? ga mungkin ah. kecuali kalo dia ... ga melakukan pola hidup sehat akhir-akhir ini.

"Gue yakin dia bakal sembuh kok, Na," Aku mengusap pundaknya untuk membuatnya tenang.

"Gue juga yakin meskipun dia belum siuman sekarang, Haz. Tapi pikiran gue yang ga tenang sekarang. Siapa yang mau donorin paru-parunya?"

Aku terus mengusap pundaknya dan berpura-pura tak mendengarkan apa yang Anna katakan barusan.

Perlahan aku mulai menitikkan air mataku.

Apa ini saatnya gue buat berkorban?

Zach datang membawa ketiga sisanya. Mereka berempat lari terengah engah untuk sampai kesini.

Aku menegapkan posisi dudukku agar dapat menghadap ke arah mereka.

"What happened?" Tanya Jack.

Aku menaruh jari telunjukku di depan mulutku. Aku akan menjelaskan ini nanti kepada mereka.

Setelah situasi mulai mereda, Anna angkat bicara. "Tadi pagi, Daniel tergeletak di dapur pas gue mau ambil sarapan. Gue ga ngira kalo dia ngeprank, soalnya semalem dia bilanh sama gue kalo minta izinin buat ga berangkat pas besoknya. Setelah kejadian tadi, gue langsung telpon rumah sakit buat dibawa kesini dan hubungin Hazel. Dokter diagnosa kalo paru-paru dia lemah. Ga bakal kuat buat ngelakuin aktivitas biasa."

Dengan hati yang lumayan berat, aku bertanya kepadanya, "Ada batas waktu donor?"

Anna menggeleng, "Gaada batas waktunya. Tapi kalo bisa secepatnya atau paru-paru dia bakal makin lemah."

Semuanya diam tanpa suara.

Memikirkan sesuatu yang besar.

Suasana menghening.

Hatiku rasanya ingin jatuh dari tempatnya.

Haruskah aku melakukan ini?

Mau tak mau harus mau.

Aku berdiri.

"Gue bersedia jadi pendonornya," ucapku memecah keheningan.

"What? No, Haz! Don't!"

"Don't. Do. This."

"No, no, no. Are you kidding me?"

"Don't! Kita bisa nyari pendonornya bareng-bareng."

"Please, don't. Kita semua gamau kehilangan lo."

Aku hanya tersenyum. "Gue udah mikirin apa yang bakal terjadi selanjutnya. Y'all can trust me."

"I don't trust you. I don't wanna lose you," Zach berdiri di depanku.

"Please. Don't do this. We all need you in our life. Apa gue perlu resmiin biar lo ga ngelakuin ini?" lanjutnya.

Aku tertawa pelan. "No, Zach. Trust me, ini bakal berlangsung lancar."

"Haz, kita bisa cari pendonor secepatnya tapi tolong jangan lakuin ini, please. Kita semua sayang sama lo."

"Byn, kok lo malah ikutan jadi gini, sih? Harusnya lo support gue dong!"

"Haz, please." Jack giliran bicara.

Kini Jonah yang angkat suara. "Jangan, Haz. Kita semua tau lo sayang sama Daniel tapi ga gini caranya."

Lagi-lagi aku tersenyum. "Don't worry. I'll do it tomorrow. Jadi, kalian bisa ngehabisin waktu bareng sama gue."

Mereka semua tersenyum, termasuk Anna yang habis menangis.

Ahahaha

Mereka semua gatau rencanaku yang sebenarnya.

2019 ©️ jal0ux

𝐟𝐨𝐫𝐠𝐨𝐭𝐭𝐞𝐧 | djsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang